Sinopsis
Jovan, seorang pria muda pewaris perusahaan besar, harus menjalani hidup yang penuh intrik dan bahaya karena persaingan bisnis ayahnya membuat musuh-musuhnya ingin menjatuhkannya. Suatu malam, ketika Jovan dikejar oleh orang-orang suruhan pesaing, ia terluka parah dan berlari tanpa arah hingga terjebak di sebuah gang sempit di pinggiran kota.
Di saat genting itu, hadir Viola, seorang wanita sederhana yang baru pulang dari shift panjangnya bekerja di pabrik garmen. Kehidupannya keras, dibesarkan di panti asuhan sejak kecil tanpa pernah mengenal kasih sayang keluarga kandung. Namun meski hidupnya sulit, Viola tumbuh menjadi sosok kuat, penuh empati, dan berhati lembut.
Melihat Jovan yang berdarah dan terpojok, naluri Viola untuk menolong muncul. Ia membawanya bersembunyi di rumah kontrakan kecilnya yang sederhana. Malam itu menjadi titik balik dua dunia yang sangat berbeda.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lili Syakura, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 11 antara pergi dan bertahan
Malam turun perlahan, menyelimuti kota dalam keheningan yang berat. Hujan gerimis kembali turun seperti saat ancaman itu pertama kali datang. Di kamar kontrakan sederhana itu,Viola duduk memeluk lutut di tepi ranjang. Lampu kamar hanya satu, redup, dan cahaya dari luar menyorot masuk lewat celah tirai yang setengah terbuka.
Hari itu… segalanya berubah.
Siang tadi, tanpa sengaja ia mendengar pembicaraan dari dua orang asing di depan warung—mereka menyebut nama "Nyonya Maya "sebagai sosok yang mengatur semua teror. Semuanya tersambung begitu jelas:
Mobil hitam misterius,kertas ancaman di pintu rumah,dan suara berat yang menyuruhnya pergi dari kota.
Ternyata dalang dari semua ketakutan yang selama ini menghantuinya… adalah ibu dari pria yang tanpa sadar telah mencuri hatinya.
Dalam kebimbangan yang sunyi
Viola memejamkan mata, menahan perih yang menusuk di dada. Air matanya mengalir perlahan, bukan karena takut… tapi karena kecewa.
"Kenapa harus ibunya sendiri…?" gumamnya lirih.
Jovan… pria itu tidak pernah secara langsung menyatakan perasaannya. Tidak pernah berkata "aku mencintaimu" atau "aku menyukaimu." Tapi Viola tidak buta. Ia tahu. Ia "merasakan".
Cara Jovan memperhatikannya dari jauh, bagaimana pria itu selalu muncul saat ia terjebak dalam bahaya, cara matanya menatap Viola seakan… dia satu-satunya hal yang ingin ia lindungi.
Namun kini semua itu terasa seperti mimpi indah yang bertabrakan dengan kenyataan pahit.
"Kalau aku terus di sisinya… aku hanya akan menjadi beban baginya," ucap Viola pelan, menggenggam selimut yang basah oleh air mata.
Malam semakin larut saat terdengar ketukan pelan di pintu depan. Viola sempat ragu, ketakutan kembali menyelimuti. Tapi suara pelan dari luar membuatnya sedikit lega.
"Viola… ini Raka. Aku orangnya Jovan. Boleh aku bicara sebentar?"
Viola membuka pintu dengan hati-hati. Raka berdiri di bawah payung, jas hujan masih meneteskan air. Tatapannya serius namun penuh rasa hormat.
"Tuan Jovan menyuruh kami menjaga Anda. Kami tahu siapa yang mengancam,"ucap Raka pelan.
"Aku juga tahu,"potong Viola lirih. "Ibunya… ‘kan?"tambah Viola lagi.
Raka menghela napas panjang. Ia tidak membenarkan, tapi juga tidak menyangkal. Dan itu saja sudah cukup sebagai jawaban.
"Aku minta maaf atas semua yang terjadi. Tuan Jovan tidak pernah menyetujui apa yang dilakukan Nyonya Maya," jelas Raka.
Viola terdiam. Kata-kata itu terdengar tulus, tapi luka di dadanya terlalu dalam. Ia tidak tahu harus percaya pada siapa saat ini.
Yang ia tahu dan yang ia rasakan saat ini hatinya mulai retak.
"Kau tahu, Raka…"suara Viola lirih. "Aku tidak pernah minta Jovan datang di hidup ku. Aku cuma gadis biasa. Aku hanya ingin hidup tenang. Tapi sejak malam itu… hidupku berubah. Dan sekarang… aku harus menanggung akibatnya."
Raka menatapnya dengan simpati.
"Jovan peduli padamu lebih dari yang kamu pikirkan."
"Hmph...!!
Viola menggeleng pelan, menatap lantai"dia peduli, mungkin karena dia merasa berhutang nyawa Karena aku telah menyelamatkannya malam itu dan katakan padanya, aku tidak meminta bayaran atas semua itu dan buat apa ia harus susah-susah jika pada akhirnya aku adalah orang yang memisahkan dia dan ibunya.
Dan katakan padanya,peduli saja… nggak cukup. Kalau ibunya sendiri membenciku, bagaimana aku bisa berdiri di sampingnya? Dunia kami terlalu jauh, Raka. Aku hanyalah pungguk yang merindukan rembulan tak akan pernah bisa bersama walau sampai kapanpun..!!"
Malam itu, untuk pertama kalinya, Viola benar-benar mempertimbangkan untuk pergi. Bukan karena takut pada ancaman, tapi karena ia tidak ingin menjadi penyebab perpecahan dalam keluarga Jovan.
Tapi… di saat bersamaan, bayangan wajah Jovan terus muncul di pikirannya.
Tatapan matanya. Sikap sopan dan tenang itu. Cara ia melindungi Viola saat ia ketakutan.
"Rasa ini… bukan hal yang bisa aku buang begitu saja,"bisik Viola, matanya berkaca-kaca.