NovelToon NovelToon
ANTARA CINTA DAN DENDAM

ANTARA CINTA DAN DENDAM

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Balas Dendam / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Sania, seorang dokter spesialis forensik, merasakan hancur saat calon suaminya, Adam, seorang aktor terkenal, meninggal misterius sebelum pernikahan mereka. Polisi menyatakan Adam tewas karena jatuh dari apartemen dalam keadaan mabuk, namun Sania tidak percaya. Setelah melakukan otopsi, ia menemukan bukti suntikan narkotika dan bekas operasi di perut Adam. Menyadari ini adalah pembunuhan, Sania menelusuri jejak pelaku hingga menemukan mafia kejam bernama Salvatore. Untuk menghadapi Salvatore, Sania harus mengoperasi wajahnya dan setelah itu ia berpura-pura lemah dan pingsan di depan mobilnya, membuat Salvatore membawanya ke apartemen. Namun lama-kelamaan Salvatore justru jatuh hati pada Sania, tanpa mengetahui kecerdikan dan tekadnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

Salvatore mengambil mangkuk di atas nampan dan meminta Sania untuk makan.

Sania menggelengkan kepalanya dengan tangannya mencengkram erat sprei.

"T-tuan, apakah saya boleh bekerja disini? Saya tidak ingin jadi beban. Saya bisa bantu bersih-bersih, mencuci, atau apa pun yang Tuan perintahkan."

Air mata Sania kembali mengalir lagi dan membuat suaranya menjadi lirih.

Salvatore mengangkat dagu Sania dan menghapus air matanya.

"Kamu boleh bekerja disini tapi sebagai asisten pribadiku. Dan sekarang ayo kamu makan dulu Madeleine." jawab Salvatore.

Sania menatap wajah Salvatore dengan mata yang masih basah.

Tangannya perlahan turun dari sprei, mencoba menenangkan diri.

“T-tuan, saya bukan Madeleine. Nama saya Shelena, Shelena Rosalia.”

Salvatore tersenyum tipis sambil menghapus air mata Sania.

"Shelena, maafkan aku. Aku begitu merindukan wajah ini." ucap Salvatore

Sania menganggukkan kepalanya dan kemudian ia memeluk tubuh Salvatore.

"Terima kasih, Tuan. Aku janji akan membalas kebaikan Tuan."

Jantung Salvatore berdetak kencang saat Sania memeluknya.

Kenangannya bersama mendiang istrinya kembali muncul di bayangannya.

"Tidak perlu berterima kasih, Shelena. Tapi, tolong panggil aku Sal saja jangan pakai Tuan." ucap Salvatore.

Sania menganggukkan kepalanya dan ia melepaskan pelukannya.

"Sekarang kamu istirahat, besok kamu ikut aku ke perusahaan."

"I-iya, Tuan. Eh, iya Sal."

Salvatore tersenyum tipis dan ia merebahkan tubuh Sania.

Setelah itu ia mengambil selimut dan menutup tubuh Sania agar tidak kedinginan.

"Kalau butuh apa-apa, langsung panggil Charles " ucap Salvatore.

Sania menganggukkan kepalanya sambil melihat Salvatore yang keluar dari kamarnya.

Sania tersenyum sinis saat rencananya sudah berhasil masuk ke dalam lingkungan keluarga Salvatore.

“Permainan sudah dimulai, Salvatore." gumam Sania.

Salvatore berjalan masuk kedalam ruang kerjanya yang ada disamping kamar Sania.

"Charles, masuk ke ruang kerjaku sekarang!"

Charles yang mendengarnya langsung masuk dan menutup pintu ruang kerja Salvatore.

"Iya, Tuan. Ada apa?" tanya Charles sambil membungkukkan tubuhnya.

Salvatore memberikan rambut milik Sania yang ia ambil saat Sania memeluknya.

"Periksa siapa dia sebenarnya dan apakah dia benar bernama Shelena Rosalia atau dia mata-mata dari musuh kita." jawab Salvatore.

Charles mengambil rambut itu dan segera ia menuju ke ruang bawah tanah untuk memeriksanya.

Segera ia berjalan cepat menuruni tangga spiral menuju ruang bawah tanah rumah besar itu.

Ruangan itu sangat dingin, penuh aroma logam dan bahan kimia.

Disana juga ada komputer yang berderet di sisi kanan dan alat analisa DNA di sisi kiri.

Ia meletakkan sehelai rambut Sania di dalam tabung kecil, meneteskan cairan reagen, dan menyalakan mesin analisa genetik.

Suara dengungan mesin terdengar lembut, diikuti kedipan lampu hijau yang menandakan proses identifikasi sedang berlangsung.

Charles menunggu dengan sabar sambil menatap layar yang menampilkan garis-garis DNA yang berputar cepat.

Beberapa menit kemudian, hasilnya keluar di layar komputer.

Shelena Rosalia

27 tahun

Yatim piatu sejak usia 8 tahun

Catatan Kepolisian: Korban penculikan dan penjualan manusia dan kasus ditutup tanpa terselesaikan.

Catatan Medis: Luka dalam akibat kekerasan fisik dan psikis.

Charles menatap hasil itu cukup lama sebelum akhirnya mencetak lembar laporan dan memasukkannya ke dalam map hitam.

Ia menghela napas panjang dan kemudian ia kembali ke ruang kerja Salvatore.

Tok.... tok.... tok....

“Masuk,” terdengar suara dalam dari baliknya.

Charles melangkah masuk dan menunduk hormat.

“Laporan sudah keluar, Tuan.”

Salvatore yang tengah berdiri di depan jendela besar berbalik pelan, menatap Charles dengan mata tajamnya.

“Bagaimana hasilnya?”

Charles menyerahkan map hitam kepada Salvatore.

“Dia memang Shelena Rosalia, Tuan. Tidak ada catatan kriminal. Semua data sesuai dengan apa yang dia ceritakan.”

Salvatore mengambil map itu, membukanya perlahan.

Setiap kata di laporan itu seperti menampar rasa curiganya sendiri.

Ia terdiam cukup lama, lalu menatap rambut yang tadi ia berikan kembali.

“Yatim piatu dan korban perdagangan manusia…” gumamnya lirih.

Suara itu lebih mirip bisikan rasa iba daripada kecurigaan.

“Saya juga menemukan berita lama, Tuan. Lima tahun lalu dia sempat hilang selama berbulan-bulan, tapi kemudian ditemukan dalam kondisi trauma berat di rumah perlindungan wanita. Wajahnya memang sangat mirip dengan almarhumah Nyonya Madeleine.”

Salvatore menutup map itu perlahan, lalu berjalan menuju meja minum di sisi ruangan.

Ia menuang wiski ke dalam gelas, menatap cairan cokelat berputar di bawah cahaya lampu.

“Jadi dia bukan mata-mata.”

“Tidak, Tuan. Semua data menunjukkan hal yang sama.”

Salvatore menarik napas dalam-dalam dan menatap keluar jendela yang menghadap taman belakang rumah.

Bayangan wajah Shelena kembali muncul dalam pikirannya.

Wajah yang membuat hatinya bergetar, tapi juga membuat pikirannya kacau.

“Baik, Charles. Mulai malam ini, lindungi dia seperti nyawaku sendiri. Aku tidak ingin siapa pun menyentuhnya.”

Charles menundukkan kepalanya dan langsung keluar dari ruang k rna Salvatore.

Salvatore meminum seteguk wiski, matanya menatap kosong ke luar jendela.

Tengah malam dimana jam menunjukkan pukul dua pagi.

Sania membuka pintu kamarnya untuk menuju ke ruang kerja Salvatore.

Tapi sebelum ia berjalan kesana, ia dikejutkan dengan Salvatore yang berdiri di hadapannya.

"Mau kemana, Shelena?" tanya Salvatore.

Sania langsung menundukkan kepalanya dengan jantungnya yang berdetak kencang.

"A-aku nggak bisa tidur, Sal. Aku takut kalau aku memejamkan mata, mimpi itu datang lagi." jawab Sania.

Salvatore yang mendengarnya langsung menggenggam tangan Sania.

"Ayo ikut aku," ajak Salvatore.

Telapak tangan Salvatore terasa hangat, kontras dengan kulit dingin Sania yang masih gemetar.

Langkah keduanya bergema pelan di sepanjang lorong marmer.

Ketika mereka tiba di ruang makan yang luas,

lampu gantung kristal perlahan dinyalakan.

Cahaya lembut menyoroti meja makan panjang yang kini tampak kosong dan dingin.

Salvatore menoleh ke arah pelayan yang berjaga di dekat pintu.

“Siapkan camilan dan susu hangat,” pinta Salvatore.

Pelayan segera mengangguk dan bergegas menyiapkan perintah itu.

Sania duduk di kursi, tangannya menggenggam erat sisi meja.

Sementara Salvatore duduk di seberangnya, menatap wajahnya dengan lembut.

“Masih mimpi buruk yang sama?” tanya Salvatore pelan.

Sania menganggukkan kepalanya sambil menatap wajah Salvatore.

“Iya, Sal. Aku masih mendengar suara dan tawa mereka. Rasanya seperti masih nyata…”

Matanya mulai berkaca-kaca, tapi Salvatore segera mengalihkan pembicaraan, mencoba menenangkan.

“Asal kamu tahu kalau Madeleine juga dulu sering mimpi buruk. Tapi dia selalu bilang kalau susu hangat bisa menenangkan jiwanya.”

Sania menatapnya sebentar, mencoba tersenyum kecil.

“Aku belum pernah dengar itu…”

“Kalau begitu, malam ini kamu akan membuktikannya.”

Pelayan datang membawa nampan berisi sepiring biskuit cokelat dan dua gelas susu hangat yang mengepul lembut.

“Terima kasih,” ucap Salvatore, lalu memberi isyarat agar pelayan meninggalkan ruangan.

Kini hanya mereka berdua di ruang makan besar itu.

“Coba minum sedikit,” ucap Salvatore sambil menyodorkan gelas.

Sania mengangkatnya perlahan dan meneguk sedikit.

Hangatnya segera mengalir ke tenggorokan, membuat tubuhnya sedikit rileks.

Salvatore tersenyum melihatnya.

“Bagaimana rasanya?”

“Lembut dan sangat menenangkan,” jawab Sania pelan.

Salvatore tertawa kecil, tawa rendah yang baru pertama kali terdengar malam itu.

“Lihat? Aku bilang juga apa." ucap Salvatore.

Mereka berdua kembali melanjutkan obrolannya, sampai akhirnya Sania tertidur di kursi makan.

Salvatore tersenyum tipis dan ia langsung membopong tubuh Sania.

"Sepertinya obat tidur yang aku berikan sudah membuatmu tertidur pulas, Shelena."

Kemudian ia menaruh tubuh Sania di atas tempat tidur dan langsung menyelimuti tubuhnya.

1
kalea rizuky
buat pergi jauh lahh sejauh jauhnya
kalea rizuky
biadap
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!