Diambil dari cerita weton Jawa yang populer, dimana seseorang yang lahir di hari tersebut memiliki keistimewaan di luar nalar.
Penampilannya, sikapnya, serta daya tarik yang tidak dimiliki oleh weton-weton yang lain. Keberuntungan tidak selalu menghampirinya. Ujiannya tak main-main, orang tua dan cinta adalah sosok yang menguras hati dan airmata nya.
Tak cukup sampai di situ, banyaknya tekanan membuat hidupnya terasa mengambang, raganya di dunia, namun sebagian jiwanya seperti mengambang, berkelana entahlah kemana.
Makhluk ghaib tak jauh-jauh darinya, ada yang menyukai, ada juga yang membenci.
Semua itu tidak akan berhenti kecuali Wage sudah dewasa lahir batin, matang dalam segala hal. Dia akan menjadi sosok yang kuat, bahkan makhluk halus pun enggan melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mati
"Arif! Nak!"
"Arif!"
"Astaghfirullah! Huhuhu...."
Berbagai macam panggilan terdengar bersahut-sahutan, tapi Arif tidak merespon mereka melainkan terbaring sambil menggigil hebat. Tangannya menggenggam erat tidak bisa di buka seperti menahan sakit, matanya menatap langit-langit kamar tak bisa berkedip. Keringat mengucur di pelipisnya.
"Mas Arif!"
Seketika semua orang menoleh, suara halus milik Wulan itu seperti menghentikan waktu sejenak. Arif yang kedinginan itu pun perlahan mengalihkan tatapannya.
Beberapa orang memberi jalan kepada Wulan agar mendekat kepada calon suaminya yang sedang sekarat tanpa sebab.
"Wulan, Arif..." Bu Ratna menangis, meraih lengan calon menantunya itu agar mendekat kepada Arif.
Sejenak, tatapan keduanya bertemu saling mengunci. Mata Arif tampak sayu menatap kekasih pujaan hati yang sudah diidam-idamkan sejak lama itu kini begitu dekat dengan wajahnya, dia begitu cantik memakai kebaya putih beserta sanggul sederhana berhiaskan bunga melati, semua itu Arif yang memilihnya sendiri untuk si calon istri.
"Mas." panggil Wulan, meneteskan air mata.
Arif tersenyum samar sebelum akhirnya dadanya terangkat naik keatas, wajahnya seperti menahan kesakitan luar biasa tapi matanya tidak berpaling dari sosok Wulan.
"Arif! Laa ila ha ilallaah." bisik Ustadz Ilman, ia sudah ada di sana sejak tadi memegangi tangan Arif, keponakan jauhnya itu.
"La i la ha i lalla aah..."
"Aaariiifff!!! Anak ibuuuukk....."
"Hah."
Seketika dunia menjadi gelap, bola mata bening milik Wulan menyaksikan bahwa calon suami yang teramat dicintainya telah tiada, tapi sebagian pikirannya seperti membuatnya buta, dia tidak percaya ini.
Hatinya mendadak sakit tapi bibirnya terkunci tidak bisa berteriak.
Wajahnya pias, dia terdiam mematung tanpa ekspresi apa-apa, meski telinganya mendengar betapa suara kehilangan itu membuat dirinya melayang hampa.
Tubuhnya yang kecil itu tersenggol kesana kemari oleh beberapa orang yang memegang Arif. Tapi tubuhnya mati rasa, hatinya sakit, jantungnya berhenti sejenak, telinganya kemudian berdengung dan bola matanya menangkap bayang-bayang samar, yaitu sosok pria yang terbaring di kasur dengan pakaian adat jawa yang gagah kini terpejam damai.
Brugh
"Wulan!"
"Astaghfirullah, sadar Wulan!"
Sementara itu, di tempat yang lain. Sarinah sedang terduduk lemas ditengah ruangan sunyi di rumah Mbah Bongkok si dukun sakti andalannya. Ibunya terdiam menyaksikan anaknya yang kecewa karena pria yang diinginkannya sudah mati.
"Aaarghhh! Mbah Bongkok sialan! Kenapa kau membuat calon suamiku mati?" teriak Sarinah, melempar apa saja yang ada, ia berteriak marah memanggil gurunya itu.
"Yuni! Katakan pada anakmu, bukan aku yang membunuh ustadz muda itu!" jawab Mbah Bongkok.
"Bohong! Sejak awal kau memang berniat membunuhnya bukan? Kau pengkhianat!" teriak Sarinah.
"Tidak! Aku tidak membunuhnya. Aku bersumpah atas semua ilmu dan usiaku, aku tidak pernah membunuh orang kecuali ada seseorang berani mempertaruhkan hidupnya sebagai jaminan." kata Mbah Bongkok, menjelaskan.
"Kau menipuku! Kau pasti berbohong!"
"Aku tidak bohong! Kau bahkan belum memberiku jaminan apapun, bagaimana bisa aku mengambil nyawa orang. Di dunia kami, membunuh orang harus di ganti dengan sesuatu yang berharga, atau ilmu yang kami miliki akan menyiksa diri sendiri. Mana berani aku melanggarnya!"
Sarinah menatap pria tua itu curiga, kemudian berkata dengan suara dingin. "Kau pikir aku bodoh, sehingga percaya kalau dia mati dengan sendirinya?"
"Aku tidak mengatakan dia mati begitu saja, tapi selain guna-guna yang ku kirimkan, ada kekuatan lain yang menginginkan nyawanya. Kekuatanku sempat terusir, dia begitu kuat! Dan semalam aku mengirimkan guna-guna melalui alam mimpi, aku yang membuat dia tak sadarkan diri untuk menunda pernikahan dia dengan gadis itu. Tapi setelah aku berhasil membuat dia lemah, malah kekuatan itu menghabisi nyawanya! Aku terjebak!" kata Mbah Bongkok, pria itu berjalan mondar-mandir gelisah.
"Kalau bukan kamu? Siapa?" tanya Sarinah penuh amarah.
"Aku tidak tahu! Kekuatan itu datang dari selatan, halus, pelan, tapi mematikan."
"Kurang ajar!" Sarinah kembali mengamuk sambil berteriak-teriak seperti orang gila, dan itu dibiarkan saja oleh Mbah Bongkok dan ibunya.
Di waktu yang sama, pemakaman Arif dilaksanakan setelah sholat Dzuhur. Pihak keluarga menginginkan jenazah Arif segera dimakamkan, walaupun hati mereka belumlah sepenuhnya ikhlas.
"Jangan dimakamkan Buk, jangan bawa Mas Arif! Dia cuma tidur!"
Rintihan Wulan terdengar menyayat hati siapa saja yang mendengarnya, tangan kecilnya terus memeluk tubuh kaku yang sudah ditutup kain jarik itu.
"Sabar Nak, tugas Arif telah selesai, tinggal lah kita yang belum menunaikan tugas kita. Kita masih di butuhkan di dunia fana ini, maka jadilah orang yang berguna agar hidup tidak sia-sia." Hanya nasihat sang ustadz sebagai guru mengajinya yang dapat di dengar Wulan.
"Tapi ustadz, mas Arif itu belum waktunya pergi."
Lagi, rintihan dan tangisannya benar-benar membuat semua orang ikut mengeluarkan air mata.
"Ikhlaskan nak, terlepas dari waktu yang dimaksudkan manusia, Allah sudah memilih waktu yang tepat untuk memanggil hamba kesayangannya." Ustadz Ilman mengusap ubun-ubun Wulan, menasehati dan mendoakannya agar Wulan lebih kuat.
Dan jenazah Arif selesai di kebumikan siang itu juga.
"Nduk, ayo pulang." ajak Ratih pelan, meraih tangan Wulan.
Tapi gadis itu tidak bergeming, ia terus memandangi onggokan tanah kuning yang masih basah di hadapannya. Sebagain orang sudah kembali, hanya sebagian dari pihak keluarga dekat saja yang tinggal menunggui keluarga inti yang amat bersedih.
"Ustadz, subuh tadi anak ku masih sholat, dia masih baik-baik saja sampai akhirnya sesuatu jatuh diatas genteng, seperti suara tembakan dan kemudian Arif pingsan, dan langsung meninggal. Apakah ada seseorang yang membuat anak ku_"
"Siapa yang sudah membunuh calon suamiku?"
Ustadz Ilman dan Ratna menoleh pelan, tak hanya mereka berdua tapi beberapa orang yang peka akan hal ghaib juga ikut menoleh ke arah sumber suara yang menggema, terdengar mengerikan. Tapi tidak dengan Ratih, dia melihat anaknya menangis terus-terusan.
"Sebaiknya kita pulang dulu untuk membahas ini." nasehat ustadz Ilman, dia meminta Ratih membawa Wulan.
Wulan di paksa pulang, meskipun gadis itu tidak mau dan terus menoleh makan Arif.
"Ayo nak, hujan akan segera turun." ajak Ratih.
Sore itu benar-benar turun hujan yang sangat lebat, listrik padam dan suara petir menyambar kesana-kemari. Angin kencang datang dari dua arah seperti sedang bertarung unjuk kekuatan, atap rumah warga banyak yang lepas dan melayang. Jerit tangis ketakutan para bayi terdengar bersahut-sahutan. Alam seperti sedang mengamuk, doa dan Adzan Maghrib di mesjid nyaris tidak terdengar.
"Astaghfirullah, ya Allah!" Ustadz Ilman melihat alam yang sangat kacau.
Sebagian orang berkata kalau ini akibat kematian Arif yang tidak wajar, tapi bagi orang yang paham tentang kekuatan ghaib, ini bukan perihal Arif, tapi sebuah kekuatan sedang mengamuk menuntut keadilan atas kehilangan yang dia rasakan.
"Siapa yang telah membunuh calon suami ku?"
harus mengalah
g beda jauh watak nya jelek
ibu dan anak perangai nya buruk
kog Sarinah ngaku2
calon istrii arif
semoga bisa memberi pencerahan buat para readers.
pepeleng bagi orang jawa,jangan sembarangan menyebutkan weton atau hari lahir versi jawa kepada siapapun,jika tidak ingin terjadi hal hal diluar nalar dan perkiraan.
tetap eling lan waspada.
berserah pada Allah ta'alla.
tetap semangat dengan karya nya