NovelToon NovelToon
Sepupu Dingin Itu Suamiku.

Sepupu Dingin Itu Suamiku.

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / CEO
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: ovhiie

Tentang Almaira yang tiba-tiba menikah dengan sepupu jauh yang tidak ada hubungan darah.

*
*


Seperti biasa

Nulisnya cuma iseng
Update na suka-suka 🤭

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ovhiie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Kamar itu, Yaga yang tubuhnya masih basah oleh keringat, duduk di tepi tempat tidur. Menatap Almaira tertidur seperti orang pingsan karena kelelahan.

Saat mengingat bagaimana Almaira berkali-kali menggeleng dengan air mata yang hampir tumpah. Keinginannya untuk menghancurkannya tiba-tiba muncul.

Tidak bisa. Rasanya aneh Kak.. Aira tidak mau dengan posisi ini.. sakit..

Kata-kata yang keluar dari mulut gadis itu sepanjang malam berpusat pada hal yang sama.

Namun, meski tidak bisa, tubuhnya tetap menerima. Bilangnya tidak mau, jemarinya masih menggenggam erat dan meski merintih kesakitan, dia tetap berusaha menahan segalanya dengan giginya yang tertutup rapat.

Saat Yaga bertanya di dekat telinganya, "Apa kamu suka gaya seperti ini?" Almaira hanya membenamkan wajahnya di bantal, tubuhnya gemetar saat mencapai batas ketahanannya.

Meski gadis itu berkali-kali meminta agar dia berhenti. Dia tetap mendekapnya erat. Kulitnya begitu putih, begitu lembut.

Dia terpaku, seperti pengamat yang terjebak dalam rasa ingin tahu yang berlebihan, menelusuri setiap detail ekspresinya.

Bahkan saat gadis itu menolak, tangannya tetap di tempat, tidak mampu untuk mendorongnya menjauh.

Almaira menutupi wajahnya di balik lengannya dan terisak. Entah kenapa, saat Yaga melihatnya seperti itu, dadanya sesak oleh perasaan yang sulit dijelaskan.

Dari helaian rambut yang berantakan, hingga jemari kaki yang mengepal erat, tidak ada satu pun terlewat dari pandangannya.

Bahkan saat mata Almaira terpejam erat, dia tetap menelusuri dengan bibirnya, merasakan getaran tangis yang masih tersisa di bulu mata Almaira

Gadis yang terlihat selalu ceria dan bebas kini berada dalam genggamannya, rapuh dan pasrah. Ada sesuatu dalam perubahan itu yang membuat bibir Yaga tersenyum tipis

Meski menatapnya dengan penuh penolakan, tubuh gadis itu tetap bereaksi. Mungkin itu bukan sesuatu yang mengejutkan. Ada hal-hal yang tidak bisa dikendalikan oleh kehendak orang lain

Yaga terkekeh kecil, setelah melihat ekspresi itu, bagaimana mungkin dia bisa menahan diri?

Itu adalah sesuatu yang telah lama tersembunyi dalam dirinya, sesuatu yang akhirnya menemukan jalannya ke permukaan.

* * *

Keesokan harinya

Saat Almaira merasakan tatapan aneh menembus kesadarannya, pagi pun menyingsing.

Tubuhnya sakit, seolah-olah dipukuli sepanjang malam. Dengan mata terpejam rapat, dia menahan rasa sakit di pinggangnya dan perlahan membuka mata, masih sedikit linglung.

"Apa yang..."

Namun sebelum dia bisa melanjutkan kata-katanya, dia menahan napas, rasa sakit yang tadi memenuhi indranya langsung menghilang.

Di depannya, tepat disamping tempat tidur, Yaga duduk santai di sofa malas, menyilangkan kaki sambil memegang hp nya, seolah sedang memeriksa sesuatu.

"Kamu sudah bangun?"

"Apa yang Kak Yaga lakukan pada hp Aira?"

"Memeriksa pesan masuk"

"Apa?"

Meskipun tubuhnya masih kaku, dengan cepat Almaira berusaha untuk bangun. Namun ketika melihat layar hp ditangannya, alisnya berkerut bingung.

Pada layar itu, Yaga telah mengubah nama kontaknya sendiri.

"Suamiku?"

"Iya, ini panggilan ku di hp mu. Aku juga melakukan hal yang sama."

"???"

Almaira hanya bisa terdiam, dan menarik napas panjang. Anehnya, gerakan kecil itu, sudah cukup membuat rasa sakit di pinggulnya semakin kuat.

Dengan refleks, dia meremas selimut yang menutupi tubuhnya erat-erat, menundukkan kepala untuk mengubur ekspresi lelahnya.

Saat itu terjadi, suara lembut mendarat di atasnya.

"Sakit ya?"

"Hmm.. sedikit.."

Yaga tiba-tiba menyimpan hp kembali di atas meja. Setelah itu, dia bangkit dan melangkah maju mendekat.

Merasakan kehadirannya semakin dekat, Almaira mengepalkan jari-jarinya di selimut, bahunya sedikit gemetar saat dia mendongak ke arah Yaga

"Tidurlah. Aku akan memeriksanya."

"Tidak perlu Kak, sekarang Aira baik-baik saja," sahut Almaira cepat sambil memalingkan mukanya. "Apanya yang perlu diperiksa coba?"

Karena itulah, tiba-tiba kenangan semalam terlintas dalam benaknya.

Tidak mengerti bagaimana awalnya itu bisa terjadi. Tubuhnya masih sakit, matanya yang menangis sepanjang malam rasanya panas dan bengkak.

Dari semua itu, yang paling diingat Almaira adalah saat dia menggelengkan kepala sambil menangis, dan laki-laki itu dengan lembut menggenggam pipinya, menciumnya untuk menenangkannya.

Suatu tindakan yang bertentangan dengan sikap dominannya. Nada suaranya lembut dan menenangkan, meskipun senyumnya tidak pernah sampai di matanya.

Diam-diam Almaira menarik selimut lebih erat, mengubur tubuhnya hingga cuma wajahnya yang mengintip keluar. Mata melotot, seolah menyuruhnya berhenti.

Namun tetap saja, dia tidak bisa menyingkirkan tatapan Yaga masih tertuju padanya. Tanpa bicara, tanpa ada gerakan yang berarti, tatapan itu sudah cukup membuatnya gelisah. Rasa dingin mulai menyerap di ujung jarinya, hingga membuat bulu di kulitnya berdiri tegak.

"Semuanya. Aku akan memeriksanya." Yaga membalas kata-katanya

Kasur disampingnya tiba-tiba tertekan. Dengan pandangan kosong, Almaira menatap suami yang kini naik ke tempat tidurnya.

Tanpa malu, laki-laki itu dengan tenang membuka ikat pinggangnya.

"......" Bibir Almaira perlahan terbuka, namun tidak ada satupun kata yang bisa terucap.

Yaga menarik selimut yang melilit Almaira seolah menuntut jawaban. Meski Almaira terus berusaha menahannya sekuat tenaga, usahanya sia-sia.

Cahaya yang perlahan menyingsing memantul pada kulit tubuh yang dipenuhi bercak-bercak merah kebiruan.

Almaira buru-buru mundur, berusaha menutupi tubuh bagian atasnya dengan kedua lengannya. Namun, bercak-bercak kemerahan yang masih terlihat di bawah tulang selangka itu hanya membuat Yaga tertawa senang.

"Kenapa tertawa?"

"Aku sudah tahu semuanya. Kenapa harus di tutup?"

"...." Keheningan singkat terjadi sebelum Almaira menjawab,"Dasar tidak tahu malu! Kak Yaga cuma mempermainkan Aira ya?"

"Mungkin."

"Eh, apa yang mau Kak Yaga lakukan? Jangan mendekat!"

Seperti tidak ada gunanya saat Almaira berusaha untuk melarikan diri. Baru mau membalikkan badannya, pinggangnya terjepit. Lengan Yaga yang kuat menariknya dengan mudah, menyeretnya hingga tersungkur di bawahnya.

Kata-kata dingin yang diucapkan Yaga saat menaklukkannya tadi malam, bergema seperti sebuah peringatan di kepalanya.

"Aira tidak sanggup lagi… sungguh.."

Almaira menggelengkan kepalanya kuat-kuat saat merasakan berat tubuh Yaga menindih punggungnya. Menurunkan tangannya, meremas dada lembutnya erat-erat.

"Tadi bilang, kamu baik-baik saja kan?"

"Itu…hhh…"

Begitu sensasi tajam memenuhi kepalanya, suara lembut tanpa sadar keluar dari tenggorokan Almaira. Pun tubuhnya yang mulai memanas dengan refleks menggenggam tangan Yaga

Namun, sekuat apapun dia berusaha menahan tangan itu, usahanya sia-sia. Yaga tetap teguh membelai lembut dengan ujung jarinya menyebabkan sensasi aneh menjalar di perut bagian bawah

"Umh… ini masih pagi Kak…"

"Aku tahu dan itu menyegarkan."

"Tapi… Aira belum mandi kan Kak…hhh."

"Tidak apa-apa, aku lebih suka wangi alami tubuhmu. Kamu tahu?"

Dasar pembohong! Padahal Aira masih ingat, bagaimana cara Kak Yaga memandikan Aira semalam.

"Tapi, Ugh..."

Dengan suara gemetar, Almaira mengerang sambil berusaha menghentikan tangan Yaga. Namun, laki-laki itu malah membenamkan kepalanya di belakang leher Almaira, menghirup nafas dalam-dalam sambil menekannya. Di susul dengan tangan yang menelusuri punggungnya.

"Almaira, apa kamu masih ingat, seberapa banyaknya gaya yang ku tunjukkan tadi malam?"

Hanya dengan semalam, terlalu singkat bagi Almaira untuk terbiasa dengan semua itu. Kenangan akan perlakuan ganasnya dan rasa denyut yang memenuhi tubuhnya masih terukir jelas.

"Tidak… ah…!"

Almaira tersentak, tubuhnya menegang saat dia mencoba meraih sesuatu di belakangnya dengan tangan gemetar.

Namun, dalam sekejap, Yaga menekan tubuhnya dengan kuat ke bawah, memenuhi ruang kosong di antara kedua pahanya. Nafas Almaira terengah-engah, wajahnya terbenam di bantal.

Tangannya yang tebal mencengkeram pinggul Almaira hingga terangkat ke arahnya, membuka sesuatu lebih lebar di antara pahanya dengan cara menggoda.

Mata Almaira berair karena malu.

"Katanya tidak sanggup?"

Almaira menggigit bibirnya, suaranya bergetar saat dia berusaha menjelaskan. "A-aira tidak mau… ini… terlalu…"

Yaga menggoyangkan pinggulnya dan tertawa. Kemudian dia memiringkan kepalanya dan membungkuk untuk mencium pipi Almaira, dengan suara yang menenangkan dia berbisik.

"Tidak mau ya?"

"A-aira... Hah"

"Kau benar-benar berlebihan Almaira. Padahal aku belum memulainya."

"Tapi… hengh…!"

Begitu dia masuk, tangannya yang besar tiba-tiba mencengkeram pinggulnya. Gerakan di antara kedua pahanya saling bergesekan, mengirimkan sensasi panas ke seluruh tubuh.

Setiap kali dia menghujam begitu dalam Almaira merasa malu. Tidak nyaman dengan posisinya. Perut bagian bawahnya geli seolah-olah mengharapnya.

"Be-berhenti, t-tunggu sebentar Kak, ini terlalu…" gumamnya lirih, tapi tubuhnya sendiri bertentangan dengan kata-katanya.

Almaira terisak pelan, namun gerakan Yaga menjadi semakin cepat. Punggungnya meliuk-liuk tidak terkendali, sementara suara lirih lolos dari bibirnya, tidak tertahan.

Saat mereka mencapai batas bersama, napas Yaga yang memburu terdengar begitu dekat di telinga Almaira, panas dan mendalam. Seakan-akan mampu mengendalikan seluruh tubuhnya.

* * *

 

Almaira masih terbaring lemas di atas tempat tidur ketika Yaga baru keluar dari kamar mandi yang terhubung ke ruangan itu.

Begitu sensasi hangat dan lembap memenuhi udara, Almaira tanpa sadar membuka matanya.

Namun, begitu pandangannya bertemu dengan tubuh Yaga yang masih terbuka, dia tersentak dan terburu-buru memejamkan mata lagi. Saat dia merasakan langkahnya mendekat, Almaira memaksa dirinya untuk bicara.

"Masih ada lain waktu kan Kak, jangan sekarang... Aira mau mandi."

"Oh,..." Saat Yaga hendak membalas, sebuah suara tiba-tiba memanggil dari luar.

Almaira kaget, dan membuka matanya lebar-lebar. Di hadapannya, Yaga yang semula ingin berjalan mendekat padanya, hanya sempat bertukar tatapan singkat sebelum mengubah arah langkahnya.

Dengan gugup, Almaira segera meringkuk dan menarik selimut hingga tubuhnya tertutup sepenuhnya. Melihat itu, Yaga hanya menyunggingkan senyum kecil sebelum berbalik.

Bahkan setelah pintu tertutup, Almaira masih belum berani menyingkap selimutnya. Dia hanya bisa menebak-nebak dari percakapan yang terdengar samar di luar.

Tidak lama dari itu, langkah kaki kembali mendekat. Lalu terdengar suara sesuatu jatuh di atas tempat tidur.

"Apa rencanamu hari ini?" Yaga bertanya santai sambil mengenakan setelan jas yang baru saja dibawakannya dari ruang ganti.

Almaira yang masih bersembunyi di balik selimut, tidak menjawab. Dia menghela napas pelan, tapi tubuhnya tetap diam. Dia ingin istirahat, menginginkan laki-laki itu untuk segera pergi.

Namun, tiba-tiba wajah Almaira muncul saat Yaga menarik selimutnya dengan sedikit tenaga, memperlihatkan wajah Almaira yang sebelumnya tersembunyi. Matanya yang bergetar bertemu langsung dengan tatapan Yaga.

Sekarang, laki-laki itu sudah mengenakan setelan three-piece berwarna navy, tampil rapi seolah kejadian sebelumnya tidak pernah terjadi. Wajahnya tetap tenang, tanpa cela, seakan semuanya sudah kembali seperti semula.

Entah kenapa, hal itu membuat Almaira merasa sedikit terpojok. Bahkan bahunya yang tanpa sadar sedikit terbuka pun membuatnya merasa malu tanpa alasan yang jelas.

Buru-buru dia menarik selimut lebih rapat, tapi berhenti ketika dagunya tiba-tiba tertahan. Yaga mengusap bibir bawahnya yang sedikit kering dengan ibu jarinya, gerakannya kasar namun juga samar-samar lembut.

"Sepertinya kita tidak akan sempat sarapan bersama. Kirim pesan padaku soal apa yang kamu rencanakan untuk hari ini."

"Aira belum tahu Kak.."

"Kalau begitu, aku menyuruhmu diam di rumah tidak masalah kan? Tunggu aku malam ini. Aku ingin kita makan malam bersama."

"Baiklah."

Yaga mengernyit, mengamati wajahnya dari atas. Mata gadis itu sedikit bengkak, kelopak matanya perlahan menutup dan nada suaranya lemah lembut.

"Sebaiknya Kak cepat pergi. Aira mau istirahat." Setelah mengucapkan itu, Almaira menurunkan tangan Yaga perlahan dan membalikkan tubuhnya menghadap jendela.

Melihat tingkahnya, Yaga nyaris tertawa, ada sesuatu yang menggemaskan dari sikap kekanak-kanakannya itu.

Tapi.. saat melihat wajah lelahnya, perasaan itu berubah menjadi kepanikan yang samar. Dia menghela napas pelan, lalu berbalik.

Saat Yaga mematikan lampu di meja samping tempat tidur, matanya sempat tertuju pada sebuah amplop di lantai yang sepertinya terlempar dari dalam tas Almaira semalam. Logo toko bunga yang tertera di atasnya menarik perhatiannya sesaat sebelum dia akhirnya melangkah keluar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!