Karena kejadian di malam itu, Malika Zahra terpaksa harus menikah dengan pria yang tidak dicintainya.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan bocah bau kencur!" gerutu seorang pria.
"Argh! kenapa aku harus menikah dengan pak tua!" Lika membalas gerutuan pria itu. "Sudah tua, duda, bau tanah, hidup lagi!"
"Malik! mulutmu itu!"
"Namaku Lika, bukan Malik!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aylop, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Om Kesambet?
Hamil?
Evan masih terdiam mendengar kata itu. Si Malik hamil?
Hamil?
Saat malam itu ia menyentuhnya?
Hamil,
Hamil,
Hamil,
Kata-kata itu memenuhi kepala Evan.
Huweeek... Huweeek...
Lika kembali masuk kamar mandi dan muntah kembali.
"Malik!" Evan tersadar dan ikut masuk kamar mandi. Ia memijat tengkuk si Malik.
Lika berwajah sedih sambil mengusap mulut. Lidahnya begitu pahit dan tubuhnya melemah.
"Om!" Lika kaget saat tiba-tiba Evan menggendongnya. "Turunkan aku!"
Jujur saja ia tidak suka digendong pria lain. Kalau Boni tidak masalah.
"Diamlah!" ucap Evan. Sudah sakit masih berisik saja.
Pelan-pelan Evan meletakkan Lika di tempat tidur. "Aku akan panggil dokter!"
"Tidak! Aku tidak mau dokter!" Lika menolak keras. Mendengar dokter, ia merinding. Sudah membayangkan jarum suntik.
Lika sangat takut jarum suntik, pasti dokter akan menyuntiknya.
"Dokter akan memeriksamu!" ucap Evan.
Lika tetap menggelengkan kepala. Ia menolak. "Nggak mau!!!"
"Aku akan ambilkan minum." ucap Evan bangkit dan berjalan ke dapur.
Si Malik tidak mau ke dokter, jika ia memaksa maka bocah satu itu akan berteriak. Bisa naik emosinya nanti.
Karena tidak mau ke dokter, ya sudah. Nikmati saja penyakit itu.
Evan kembali membawa segelas air hangat dan dilihatnya wanita itu terbaring lemah.
"Malik, minum dulu."
Lika pelan-pelan mendudukkan diri. Ia meraih gelas yang hangat itu dan melihat Evan.
"Diminum airnya!" desak Evan. Lagi-lagi wajah Lika mau menangis.
Lika meminum air putih itu sedikit. Dan ia masih melihat Evan.
"Apa?" tanya Evan mengangkat alisnya.
"Om, aku mau jeruk." ucap Lika.
'Apa dia memang hamil?' batin Evan. Lika sepertinya mulai mengidam.
"Lidahku pahit, aku mau yang asam-asam." timpal Lika lagi. Mulutnya tidak enak setelah muntah.
"Kamu benar hamil?" Evan memastikan. Ia ragu tapi kadang percaya. Apa hamil atau tidak?
Lika melihat perutnya. Apa dia memang hamil?
"Om, bagaimana ini? Apa aku memang hamil?" tanya Lika dengan pikiran yang kini berputar-putar.
"Aku tidak mau! Aku mau menggugurkannya!" Lika tidak bisa berpikir jernih. Jika ia hamil, maka tidak bisa bercerai dari Evan. Dan tidak ada harapan ia dapat bersama dengan Boni.
"Malik- Malik, tenanglah!" Evan menenangkan istri kecilnya itu. Lika mau memukuli perutnya sendiri.
"Aku tidak mau hamil. Aku tidak mau hamil!" Lika kembali terisak. Cobaan apa lagi ini?
"Ayo ke dokter, biar diperiksa!"
"Aku tidak mau!" Lika menggeleng. Masih menolak ke dokter.
"Jadi kamu maunya apa? Mau menggugurkannya? Kamu tidak punya hati!" ucap Evan dengan nada marah. Ia tidak setuju Lika menggugurkan anak. Anak itu tidak bersalah.
Lika terdiam. Ia belum siap untuk semua ini. "Jadi bagaimana, om?"
"Kamu lahirkan dia dan setelah itu aku yang akan membesarkannya!" putus Evan.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
Evan melihat Lika makan dengan lahap. Selain minta jeruk, si Malik minta makan ayam kriuk. Bukan satu potong ayam, tapi satu bucket.
'Apa dia kelaparan?' pikir Evan. Lalu menggeleng. Ia lupa, bukan si Malik saja yang makan tapi ada anaknya juga.
"Sudah kenyang." ucap Lika sambil tertawa. Ia memegangi perutnya yang sudah terisi ayam kriuk.
"Tidur lagi!" pinta Evan. Sekarang ia seperti mengurus bocah perempuan.
Lika pun mulai memejamkan mata dan Evan membereskan makanan Lika.
Ngokkk,
'Astaga!' Evan membatin. Lika sudah mendengkur saja.
Kini Evan berada di ruang tv. Ia tampak berpikir panjang. Lika kini sedang hamil anaknya.
'Mungkin aku harus menerima pernikahan ini.' pikirnya.
Tapi wajah Evan seperti tidak terima. Usia Lika baru 20 tahun. Wanita itu juga masih sangat bocah.
Evan kembali mengingat ketika menikah dengan Aura. Mantan istrinya saat itu juga berusia 20 tahun. Keduanya sama saja, menurutnya masihlah wanita labil.
Tapi setelah 5 tahun berlalu, Aura menjadi wanita dewasa yang cantik. Dan mungkin saja dalam 5 tahun mendatang, Lika akan seperti itu juga. Apalagi Lika sekarang sedang mengandung. Pasti si Malik akan lebih dewasa dan bersifat keibuan.
Evan mengangguk meyakini. Mungkin begini jalan jodohnya. Ia akan memulai dengan bocah labil itu.
Evan kembali masuk ke kamar dan ia duduk di pinggiran tempat tidur. Ditatapnya wajah si Malik yang menurutnya sangat menyebalkan.
Walaupun menyebalkan, tapi wanita itu ibu dari anaknya.
'Anakku, sehat-sehat di sana ya.' ucap Evan dalam hati. Ia mengelus perut Lika perlahan.
Evan tersenyum geli. Ia tiba-tiba akan punya anak saja.
\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=\=
"Om, mau ke mana?" tanya Lika saat Evan menyuruhnya berkemas.
"Pindah." jawabnya.
Evan sudah memikirkan semalaman tentang semua. Ia akan pindah rumah agar Lika merasa nyaman dan tidak takut dengan pria di lantai 35 itu.
Evan harus memprioritaskan Lika, karena ada anaknya di sana. Jika hati Lika bahagia, maka anaknya akan ikut bahagia.
"Kamu masih mual?' tanya Evan mencoba perhatian.
Lika menunjukkan wajah aneh. "Apa om sedang sok perhatian padaku? Aku sudah punya pacar!"
Evan membuang nafasnya pelan, ia tidak boleh naik darah.
"Ayo pergi!"
Kini mereka sampai di sebuah rumah minimalis di komplek perumahan.
Evan memilih rumah seperti itu, karena Lika sudah terbiasa tinggal di lingkungan komplek. Jadi ia hanya menyamakan saja.
"Ini kamarku!" Lika berlari memilih kamarnya duluan. Kamar yang besar dari kamar sebelah.
"Iya." Evan mengangguk. Kamar yang besar itu memang untuk Lika, sementara dia kamar sebelah saja.
Lika pasti tidak mau tidur sekamar dengannya. Evan juga tidak mau tidur di sofa. Jadinya menyiapkan dua kamar.
Lika mengangguk pelan, tumben pak tua itu tidak berdebat dengannya. Iya iya saja dan menurut.
"Malik!" panggil Evan saat Lika akan masuk kamar.
Lika berbalik badan. Dan,
"Jika perlu sesuatu katakan padaku." ucap Evan seraya mengelus kepala istrinya itu.
Evan akan berusaha lembut pada wanita hamil itu.
Dan Lika merinding dengan sikap Evan yang seperti itu.
"Apa om kesambet?"
.
.
.
gmn hayo Lika, jadi gak minjem uang ke Evan untuk transfer Boni? 😁
Van, tolong selidiki tuh Boni, kalau ada bukti yg akurat kan Lika biar sadar tuh Boni hanya memanfaatkan dan membodohi nya doang
makanya jangan perang dunia trs, romantis dikit kek sebagai pasutri 😁