Raisa, gadis malang yang menikah ke dalam keluarga patriarki. Dicintai suami, namun dibenci mertua dan ipar. Mampukah ia bertahan dalam badai rumah tangga yang tak pernah reda?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ayuwine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
"loh wan,kok kamu kesini sepagi ini?" tanya sari dengan heran. sembari memandang ke sekeliling dengan mata yang di sipitkan.
Iwan yang melihat nya langsung menghela nafas dan menjawab,"Aku sendirian, Teh... Raisa nggak ikut." jawab Iwan lesu, sambil menghela napas panjang.
sari mengerutkan dahi nya merasa bingung, biasa nya mereka berdua akan selalu pergi bersama-sama .
"apa kalian bertengkar?"tanya sari dengan begitu penasaran.
Iwan hanya menanggapi nya dengan anggukan lemah.
Sari menghela nafas dengan berat. Dia menyimpan selang yang dia pegang, dia berniat ingin menyiram tanaman milik nya. Namun, aktifitas itu harus dia urungkan akibat adik nya.
Sari menghela napas berat, menatap adiknya dengan prihatin. "Ikut Teteh ke dalam!" ajaknya, kali ini dengan nada tegas.
"jelaskan apa masalah nya? dan kenapa setiap ada masalah kamu selalu mengindari nya hah?!"tanya sari dengan sedikit ketus. Dia sudah lelah dengan permasalah keluarga nya sendiri.
"mertua ku menyuruh aku pergi dulu teh."jawab iwan dengan nada begitu lirih.
Sari mengerut kan dahi nya,"kenapa?"tanya nya dengan memiringkan kepalanya memandang adik nya penuh selidik.
Iwan beberapa kali menghela nafas berat. Setelah dirasa cukup kuat, dia menjelaskan semua permasalahan nya dengan sang istri. Sari hanya mendengarkan dengan fokus,sesekali dia mengangguk-anggukan kepalanya.
"begitu teh ceritanya...dia marah saat aku ingin meminta pendapat sama teteh."jelas nya setelah berkata panjang lebar.
"Kenapa sih, Wan? Kenapa kamu nggak punya pendirian sendiri?" tanya Sari, nadanya dingin tapi jelas penuh kekecewaan.
"maksud teteh apa?"tanya iwan dengan bingung.
"begini wan....raisa benar,seharusnya kamu pikirkan sendiri apa menurut mu baik menyatukan kembali istri dan ibu mu setelah kejadian yang menimpa kemarin ? Apalagi dirumah ibu sekarang ada udin kan. Seharusnya kamu tahu jawaban nya tanpa bertanya dulu sama teteh!" jelas sari dengan mata yang melotot menahan amarah.
Iwan hanya diam dengan menundukan kepalanya, mencerna setiap perkataan sang kakak sulung nya.
"kamu iwan....adik kakak yang paling waras setelah aji. Tapi kenapa kamu jadi seperti udin? Kenapa menjadi tega seperti itu sama raisa? Ingat raisa hanya punya kamu. Keluarga kita semua nya bersikap sinis sama istri kamu.!"jelas nya lagi dengan mata yang sudah berkaca-kaca menahan tangis. Sari memang sosok kakak yang berhanti lembut , dia sangat tidak tega jika melihat raisa yang selalu di serang oleh keluarga nya sendiri.
"APA KAMU MENGERTI, IWAN?!" bentak Sari, suaranya meninggi, matanya memerah menahan air mata yang hampir jatuh.
Karena dari tadi sari bicara panjang lebar adik nya hanya diam dan menundukan kepala tanpa menjawab sama sekali.
Iwan terkesiap kaget, dia dengan cepat mendongakan kepalanya . "aku..mengerti teh. Maaf!"lirih nya pelan merasa malu.
"kenapa kamu meminta maaf pada teteh? Minta maaf lah pada istrimu!" ucap nya lagi dengan mata yang melotot.
dengan gerakan cepat iwan bangun dari duduk nya, dia langsung pergi setengah berlari."makasih teh saran nya." teriak nya tanpa menoleh sama sekali ke arah kakak sulung nya.
"astaga...."lirih nya pelan dengan memijat kening nya yang terasa pusing. Sari benar-benar heran kenapa harus memiliki keluarga yang aneh dan ajaib.
Iwan memarkirkan motor nya di halaman rumah mertuanya. Dia sangat gugup namun dia melawan rasa gugup itu demi memperbaiki hubungan nya dengan istrinya.
Iwan melangkah pelan, dadanya berdebar keras. Matanya langsung menangkap sosok Raisa yang sedang menjemur pakaian di halaman belakang. Seketika, senyum tipis muncul di wajahnya saat melihat di antara jemuran itu, ada pakaian miliknya yang tergantung rapi.
"sayang..."panggil nya lembut, membuat raisa menoleh ke arah nya.
Matanya begitu bengkak dan sembab, senyum iwan luntur,timbul rasa bersalah di hati nya.
"sa..kamu menangis semalaman?"tanya nya dengan berjalan tergesa-gesa ke arah sang istri.
Raisa tidak menjawab dia hanya memalingkan wajah nya ke arah lain. Dengan tangan yang masih sibuk menjemur pakaikan dirinya dan suaminya.
Iwan berdiri tepat di belakang sang istri. Tangan nya langsung memeluk raisa dari belakang.
"mas...lepas,ini di luar malu!"ucap raisa dengan langsung melepaskan pelukan nya dari sang suami hingga terlepas.
"maafin mas...jangan seperti ini sa, ini sangat menyakiti mas."ucap iwan dengan tangan yang kembali meraih tangan istrinya.
Mendengar itu raisa tertawa sumbang. "Cukup, Mas! Aku capek dengar janji manis kamu yang nggak pernah terbukti!" ucap Raisa tajam, tatapannya sinis penuh luka.
Mendengar itu hati iwan terasa tecubit, baru kali ini dia melihat sisi lain dari sikap sang istri.
"mas janji mas akan selalu dengarkan perkataan mu sa. Mas janji!"jawab nya dengan cepat. Dengan tangan yang masih menggenggam erat raisa.
"buktikan saja mas.... Aku sudah muak mendengar rayuan mu itu."jawab raisa dengan santai. Dengan sedikit kasar raisa mengibaskan tangannya melepaskan dari genggaman iwan.
Raisa mendelik sekilas, dan berbalik arah membelakanginya . Tangan nya dengan cekatan memeras dan mengaitkan pada jemuran , seolah-olah dia sendirian sekarang.
Iwan diam mematung memperhatikan istrinya yang sekarang semakin cuek dan berani. Dia takut jika suatu saat nanti raisa akan meninggalkan nya. Dengan cepat dia menggelengkan kepalanya.
"mas akan mendengarkan mu sa...mas tidak akan tinggal bersama ibu. Mas akan di sini selama kita belum punya rumah."ucap nya cepat.
Raisa menghentikan aktifitas nya. Dengan wajah datar nya dia menoleh ke arah iwan. "benarkah?"tanya nya penuh ejekan.
Iwan mengangguk yakin mengabaikan tatapan mengejek dari sang istri. "kasian loh nanti arin gak ada motor buat kemana-mana . Dan ya...risma istri udin kan mengandung bagaimana nanti jika butuh motor mu?"tanya raisa dengan suara yang mendayu-dayu bermaksud mengejek suami nya itu
"Nggak, Sa... Mas akan di sini. Soal motor, biarin aja mereka cari jalan sendiri. Mas nggak mau lagi kamu terus jadi korban!" jawab Iwan mantap, matanya menatap serius ke arah Raisa.
Raisa tersenyum puas. Dia terdiam sesaat memandangi wajah suami nya itu, dia menelisik setiap wajah suaminya itu, mencari kebohongan di wajah iwan.
"kamu masih meragukan ku sa?" tanya iwan dengan tatapan sendu.
raisa menggelengkan kepalanya dengan pelan, "entahlah mas...tapi saat ini aku butuh pembuktiaan saja!"jelasnya dengan nada yang tegas.
Iwan tersenyum,lalu mengangguk dengan mantap.
"tapi mas... Aku bukan raisa yang dulu. Yang akan diam saat semua keluarga mu merendahkan ku, sekarang aku akan melawan nya!"ucap nya lagi dengan tatapan datar nya seolah-olah dia sudah tidak perduli dengan kemarahan suami nya itu.
"tidak masalah sa... Apapun yang menganggu mu atau menyakitimu kamu bisa melawan nya. Aku akan selalu ada di belakang mu."jawab iwan dengan kembali mengenggam tangan raisa.
Raisa menatap suaminya dengan mata berkaca-kaca. Dalam hati, akhirnya inilah yang dia tunggu selama ini pembelaan seorang suami yang selama ini selalu dia rindukan.