Flower Florencia hidup dalam tekanan—dari keluarganya yang selalu menuntut kesempurnaan hingga lingkungan universitas yang membuatnya merasa terasing. Di ambang keputusasaan, ia memilih mengakhiri hidupnya, namun takdir berkata lain.
Kim Anderson, seorang dokter tampan dan kaya, menjadi penyelamatnya. Ia bukan hanya menyelamatkan nyawa Flower, tetapi juga perlahan menjadi tempat perlindungannya. Di saat semua orang mengabaikannya, Kim selalu ada—menghibur, mendukung, dan membantunya bangkit dari keterpurukan.
Namun, semakin Flower bergantung padanya, semakin jelas bahwa Kim menyimpan sesuatu. Ada alasan di balik perhatiannya yang begitu besar, sesuatu yang ia sembunyikan rapat-rapat. Apakah itu sekadar belas kasih, atau ada rahasia masa lalu yang mengikat mereka berdua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11
Keluargaku sangat sayang padaku, apa yang aku suka mereka semua pasti akan berusaha memberikan padaku. Termasuk pria pilihanku," kata Cici dengan nada penuh percaya diri. Wajahnya dipenuhi senyum penuh arti saat matanya menatap Mike yang berdiri di depannya. Dengan gerakan santai namun menggoda, ia menyelipkan tangannya ke dalam celana pria itu, merasakan panas tubuhnya yang semakin meningkat. Senjata pria itu sudah menegang akibat godaannya, membuatnya tersenyum puas.
"Kalau sudah tidak tahan, kenapa masih dipaksa?"
Mike, yang tak lagi mampu menahan diri, langsung menarik wajah Cici dan mencium bibirnya dengan panas. Bibir mereka menyatu dalam ciuman penuh gairah, sementara tangannya mulai bergerak cepat, melepaskan tali pinggang celananya. Nafasnya memburu ketika ia mendorong Cici ke atas meja, tubuh gadis itu bersandar di atas permukaan kayu yang dingin, menciptakan kontras dengan panas tubuh mereka yang semakin membara.
Ciumannya turun ke leher jenjang Cici, meninggalkan jejak basah di setiap inci kulitnya. Jemarinya dengan cekatan meremas dada gadis itu, menciptakan desahan panjang yang lolos dari bibirnya. Cici memejamkan mata, menikmati sentuhan yang semakin membakar seluruh sarafnya. Ketika balutan terakhir dari tubuh mereka terlepas, tanpa ragu, Mike menarik kedua kaki gadis itu, membuka akses untuk dirinya.
Tanpa banyak kata, ia memasukan senjatanya ke goa sempit milik gadis itu.
"Aahh!" pekik Cici, tubuhnya menegang sesaat. Rasa nyeri yang menusuk memenuhi dirinya, namun sekaligus memberi sensasi baru yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Mike terdiam sejenak, menatap bercak merah yang muncul di bawah sana.
"Ini pertama kali bagimu?" tanyanya dengan suara serak, sedikit terkejut.
Cici menatapnya dengan mata berbinar, napasnya masih tersengal. "Iya, oleh karena itu kau jangan coba-coba mengkhianatiku. Aku akan membunuhmu," kecamnya dengan nada mengancam, tetapi bibirnya melengkung dalam senyum menggoda. "Lakukan lagi, aku ingin tahu rasanya seperti apa!"
Mata Mike semakin gelap karena hasrat yang meledak. Tanpa ragu, ia mulai menggoyangkan pinggulnya, menusuk semakin dalam. Awalnya ia bergerak perlahan, membiarkan Cici menyesuaikan diri, tetapi rasa nikmat yang menggoda membuatnya semakin cepat. Desahan mereka berpadu, memenuhi ruangan dengan irama yang menggoda.
Mike memejamkan matanya, menikmati setiap detik momen itu. Saat ia hampir mencapai puncak, tubuhnya menegang, menikmati ledakan yang tak tertahankan.
"Aahh!" erangannya memenuhi ruangan. Cici melingkarkan lengannya di leher pria itu, mengunci tubuh mereka dalam satu ikatan yang semakin menghangat.
***
Flower berjalan masuk ke dalam kamar sempit yang baru saja ia sewa, meletakkan tasnya di atas ranjang sederhana yang hanya beralaskan kasur tipis. Matanya menyapu ruangan yang hampir kosong, hanya ada satu lemari kecil di sudut dan jendela yang menghadap ke gang belakang. Suara bising dari penghuni lain terdengar samar dari balik dinding tipis, membuatnya menghela napas.
"Hanya kamar ini yang murah... Aku masih belum mendapatkan pekerjaan. Untuk sementara tinggal di sini dulu, walau sangat berisik," gumamnya sambil duduk di tepi ranjang, menatap lantai kusam dengan tatapan kosong.
Hidupnya berubah begitu cepat. Dari seorang gadis yang terbiasa dengan kenyamanan, kini ia harus belajar bertahan sendiri. Tapi setidaknya, di tempat ini, ia bebas. Bebas dari aturan keluarganya, bebas dari tekanan yang selama ini membelenggunya.
Mansion Keluarga Valencia
Di ruang tamu yang luas dan megah, suasana terasa sedikit tegang. Alan berdiri dengan tangan terlipat di dada, wajahnya menampakkan ekspresi kesal.
"Flower tidak ke asrama, mereka tidak melihatnya tinggal di sana. Apa lagi yang dilakukan dia?" katanya dengan nada tajam, matanya melirik ke arah Cici dan lainnya yang duduk dengan santai.
Cici tersenyum tipis, seolah menikmati situasi ini. "Kakak, jangan marah. Mungkin Flower hanya merajuk saja. Dia ingin Kakak yang membujuknya, oleh karena itu sengaja tidak ke asrama yang sudah Kakak sediakan," ujarnya dengan nada manja, mencoba meredakan emosi Alan.
Namun, sebelum Alan sempat menjawab, Yohanes, sang kepala keluarga, sudah lebih dulu berbicara. "Tanpa uang, dia tidak bisa pergi jauh. Lihat saja nanti, dia akan kembali besok. Gadis itu tidak pernah dewasa. Jadi biarkan saja!" katanya dengan nada meremehkan.
Zoanna, yang sejak tadi diam, kini angkat bicara. "Tidak tahu sampai kapan dia harus menyusahkan kita. Andaikan dia dewasa seperti Cici, aku pasti sudah senang," keluhnya sambil menggelengkan kepala.
Alan mengepalkan tangannya, berusaha menahan emosinya. "Pa, Ma, jangan khawatir. Aku akan tetap mengawasinya, agar dia tidak melakukan hal yang di luar batas!" ucapnya penuh keyakinan.
Namun, reaksi Yohanes tetap dingin. "Alan, kalau Flower tidak patuh, kirim saja ke luar negeri!" titahnya tanpa ragu. "Biar dia mandiri di sana. Kirim biaya untuk kebutuhannya saja, dan sekalian carikan kerja agar dia sadar betapa sulitnya cari uang."
Wilson, yang sejak tadi hanya mendengar, akhirnya membuka suara. "Apa rencana Papa untuk Flower?" tanyanya, penasaran dengan langkah selanjutnya.
Yohanes menatap Wilson dengan penuh keyakinan. "Biar dia belajar mandiri di sana. Di tempat yang asing, aku yakin dia tidak bisa menimbulkan masalah. Andaikan dia melakukannya, maka dia harus menyelesaikannya sendiri."
"Apakah nomornya tidak bisa dihubungi?" tanya Wilson pada Alan.
"Nomornya dimatikan. Dia tidak ingin kita menghubunginya," jawab Alan.
"Apa yang ada di pikirannya? Membakar foto kami bertiga dan sekarang menghilang begitu saja," batin Wilson.
Keesokan harinya, setelah akhir pelajaran, Flower mendatangi alamat yang diberikan oleh Dokter Kim. Rumah itu jauh dari kebisingan, dengan tetangga yang jaraknya cukup jauh. Udara segar dan nyaman. Flower terlihat menikmati kesejukan udara dan menyukai tempat itu. Ia memandang sekeliling, mengagumi taman yang indah, dihiasi air mancur dan bunga-bunga yang bermekaran.
Di saat yang sama, Kim Anderson berdiri di sisi lain, mengamati gadis itu dalam diam.
terimakasih untuk kejujuran muu 😍😍😍 ..
sally mending mundur saja.. percuma kan memaksakan kehendak...
kim gak mau jadi jangan di paksa
ka Lin bikin penasaran aja ihhh 😒😒😒
penasaran satu hall apakah Flower akan pergi dari Kim atau bertahan sama kim 🤨