Javier dan Jihan, 2 pasangan yang sudah menjalin hubungan sejak duduk di bangku sekolah menengah atas itu terpaksa harus kandas karena tidak mendapatkan restu dari orang tua Javier.
" jika mereka tidak menerima mu, maka aku akan pergi. kita akan pergi bersama jauh dari mereka"
" tidak Javier, kita tidak akan melakukan itu"
" kita akan melakukannya"
" kamu harus menikah dengan wanita pilihan keluarga mu"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ep 22
Jihan duduk dengan cemas di kursi tunggu. Di samping Jihan ada Irfan yang setia mengusap lengan Jihan agar Jihan lebih rileks.
Jika di bilang sakit ya tentu sakit jadi Irfan. Jihan istrinya, orang yang dia cintai. tapi jihan malah mengkhawatirkan orang lain, orang yang jelas Jihan cinta.
Irfan berfikir, jika dia yang di posisi Javier. apa Jihan akan sekhawatir ini? rela tidak tidur demi menyelamatkannya. cemas dan gelisah tidak menentu. Rela melakukan apapun asalkan dia selamat.
Padahal hari sudah larut malam. Jihan juga dalam keadaan hamil, tentunya tidak boleh stres dan kecapean. namun Jihan malah mengabaikan kesehatannya dan calon anak mereka demi Javier.
tapi Irfan tidak boleh egois. Dia harus bisa ngerti dengan keadaan sekarang.
" ji, kita pulang yok, kamu harus tidur" ujar Irfan lembut " biar aku telpon orang tua Javier kesini ya?"
" jangan " ujar Jihan cepat seraya mengeleng" jangan kasih tahu mereka dulu, aku mau pastikan Javier baik baik Saja terlebih dahulu, setelah itu aku akan pulang "
Jika orang tua Javier datang tentu saja mereka tidak boleh lagi ada disini. Sedangkan jihan ingin memastikan bahwa keadaan Javier tidak parah. Jika dia tidak memastikan sekarang dia tidak akan bisa tidur.
" tapi kamu harus istirahat, hari sudah sangat malam, Jihan" bujuk Irfan lagi.
" kamu pulang saja duluan, aku akan pulang nanti " ujar jihan.
Irfan melepaskan tangannya dari lengan Jihan. Dia menghela nafas panjang untuk menenangkan emosinya. lalu dia menatap Jihan serius.
" kamu sadar keadaan kamu saat ini ji? kamu sedang mengkhawatirkan orang yang membawa masalah dalam hidup kamu"
" tidak, Irfan. bukan dia yang membawa masalah dalam hidup aku " bantah Jihan.
" tapi tetap saja, masalah kamu berhubungan dengan dia"
" kamu kalo capek pulang aja, jangan ngomong nggak jelas " ujar Jihan.
Irfan mengeleng tidak percaya dengan ucapan Jihan. Dia menatap kecewa pada istrinya" aku akan pulang, tapi apa dengan aku pulang calon anak ku akan baik baik saja? Ingat keadaan kamu sekarang sedang hamil, hamil anak ku"
Jihan menunduk melihat perutnya yang buncit. yaa, dia melupakan keadaannya yang sedang hamil saat ini karena dia terlalu cemas.
" saat kamu hamil untuk Naira, kamu menjaganya sangat baik. kamu tidak pernah telat tidur, kerja tidak pernah yang berat, makan kamu selalu sehat bahkan kamu selalu olahraga agar Naira baik baik saja"
" tapi lihat sekarang, saat kamu hamil anak ku. kamu sibuk bekerja, kamu jarang berolahraga dan makanan sehat pun aku yang ingatkan, jika tidak aku ingatkan kamu tidak akan memakannya"
" apa karena dia bukan anak Javier? Jadi kamu tidak mempedulikan mau dia sehat atau nggak, atau mau dia mati atau nggak. kamu tidak perduli "
tiba tiba Irfan tertawa miris " hahaha, aku lupa kalo kehadiran anak aku itu kan karena untuk mengabulkan keinginan Naira "
Jihan menunduk mengusap perutnya. Dia sama sekali tidak ingin janinnya kenapa kenapa. Dia tidak berniat untuk pilih kasih. Tapi, saat ini memang keadaannya berbeda. Jihan sudah mengambil alih perusahaan ayahnya. Tidak mungkin dia lepas tanggung jawab kan?
" aku minta maaf" ujar jihan lirih.
Irfan menghela nafas berat. dia memejamkan matanya. Ah! Irfan terkekeh terbawa emosi jadi tidak bisa mengontrol ucapannya. ucapan nya tadi pasti melukai Jihan.
pintu ruang operasi terbuka dan terlihat dokter keluar. Jihan menghampiri dokter tersebut, sedang Irfan hanya melihat dari tempat duduknya saja.
" lukanya cukup dalam, dia juga kehilangan banyak darah" jelas dokter " operasi nya lancar, namun pasiennya belum sadar diri karena kehilangan banyak darah"
" dia masih bisa bangun lagi kan dok?" tanya Jihan khawatir.
Dokter itu mengangguk" iyaa, kami akan berusaha sebaik mungkin "
Jihan bernafas lega. Jihan mengambil ponselnya lalu mencari nomor ayahnya Javier.
" dokter bisa hubungi keluar pasien untuk mengabarkan lebih jauh tentang keadaan pasien" ujar Jihan menyerahkan nomor sandi pada dokter.
" baik" jawab dokter seraya mencatat nomor tersebut.
Setelah itu dokter segera pergi dari sana.
" aku ingin pulang, kau ingin ikut?" tanya Irfan.
Jihan mengangguk" yaa, aku juga akan pulang " jawab Jihan lalu mereka segera pulang.
∆∆∆∆∆∆∆∆
" mommy, aku ingin bertemu uncle Javier" rengek Naira.
Padahal hari masih sangat pagi, mereka bahkan belum bangun dari tidurnya. tapi Naira tiba tiba masuk dan merengek ingin bertemu Javier.
Irfan bangun dari tidurnya. dia melirik Jihan yang terlihat sangat berat untuk membuka mata karena semalam mereka tidur jam 3 pagi.
Irfan mengendong Naira membawanya keluar agar jihan bisa beristirahat dengan nyenyak " Naira sudah mandi?" tanya Irfan pada Naira.
Naira mengeleng" Naira mau ketemu uncle Javier " ujar rengek Naira.
" mandi dulu ya? nanti Daddy telpon uncle Javier " ujar Irfan.
Naira mengangguk patuh" benarkan Daddy? kita akan bertemu uncle Javier?"
Irfan mengangguk" Daddy tanya dulu sama uncle Javier, apa dia sibuk apa tidak "
Naira berbinar,dia lansung bersemangat dan segera turun dari gendongan Javier. Naira berlari masuk ke kamar nya.
" jangan lari lari, sayang" peringat Irfan.
anak sama mama sama aja. selalu bersemangat jika tentang Javier. Irfan mengeluarkan kepalanya mengusir pikiran negatifnya.
Irfan takut jika Naira tahu jika dia bukan anaknya Irfan dan nanti Naira akan lebih menyayangi Javier dari pada dia. Irfan tidak siap jika nanti Naira lebih memilih Javier. Bagaimana pun Naira sudah seperti anaknya sendiri, dia sangat menyayangi Naira.
Irfan masuk ke kamar Naira. Dia mengambil baju ganti untuk putrinya dan dia letakkan di atas kasur.
Tidak lama Naira pun keluar dengan keadaan rambut basah dan tubuh di tutupi handuk. Naira menghampiri Irfan " Daddy sudah menelpon uncle Javier?"
Irfan mengeleng " ayo pakai baju dulu, setelah itu kita telpon uncle Javier" ujar Irfan seraya mengambil bendak bayi dan juga minyak khusus bayi laki di pakaikan ke tubuh Naira. Setelah itu dia membantu Naira memakai bajunya.
Irfan mengambil handuk kecil yang bersih dan kering lalu mengeringkan rambut Naira. Setelah kering dia menyisirnya dengan hati hati agar Naira tidak merasa sakit. Setelah itu dia kuncir kepang dua.
" cantiknya princess Daddy" puji Irfan mencium gemes pipi Naira.
Naira terkekeh pelan " cantikan Naira apa mommy?" tanya Naira.
" cantik Naira dong " jawab Irfan.
Naira tersenyum senang lalu minta digendong. Irfan lansung mengendong Naira " Daddy ambil ponsel mommy dulu di kamar ya"
Naira mengangguk. Irfan tidak memiliki nomor Javier, jadi dia harus menelponnya menggunakan ponsel Jihan.
setelah mengambil ponsel milik Jihan, mereka kembali keluar lalu duduk di ruang tengah. Irfan mencari nomor Javier lalu menghubunginya.
Irfan tidak takut panggil akan di jawab. Karena semalam dia melihat sendiri jika ponsel Javier ada di kamar pria itu, tentu saja tidak akan ada yang menjawabnya.
" tidak di jawab, sepertinya uncle Javier sedang sibuk" ujar Irfan.
Naira nampak kecewa" jangan sedih, kan ada Daddy disini " ujar Irfan.
" Daddy sama mommy kan mau kerja, Naira bakal sendirian" ujar Naira lesu.
" nanti Daddy antarkan ke rumah kak Niko mau?" tanya Irfan.
Naira mengangguk lesu " mau dad "