"Rey... Reyesh?!"
Kembali, Mutiara beberapa kali memanggil nama jenius itu. Tapi tidak direspon. Kondisi Reyesh masih setengah membungkuk layaknya orang sedang rukuk dalam sholat. Jenius itu masih dalam kondisi permintaan maaf versinya.
"Rey... udah ya! Kamu udah kumaafkan, kok. Jangan begini dong. Nanti aku nya yang nggak enak kalo kamu terus-terusan dalam kondisi seperti ini. Bangun, Rey!" pinta Mutiara dengan nada memelas, penuh kekhawatiran.
Mutiara kini berada dalam dilema hebat. Bingung mau berbuat apa.
Ditengah kondisi dilemanya itu, ia lihat sebutir air jatuh dari wajah Reyesh. Diiringi butir lain perlahan berjatuhan.
"Rey... ka-kamu nangis, ya?"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alfphyrizhmi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14 - Resepsi Pernikahan (bagian 03)
Resepsi pernikahan akhirnya usai juga. Mutiara mendapat respon baik dan berbagai ungkapan terima kasih dari keluarga besar, karena mau berangkat dari Bogor ke Jakarta, menyisihkan sebagian waktu dari kesibukannya sebagai mahasiswi, demi menjadi pagar ayu.
"Terima kasih banyak udah dateng dan mau jaid pagar ayu ya... sayangnya tante." ucap Lidya, yang mengadakan hajat resepsi anaknya. Lidya merupakan kakak tertua dari Citra, mama Mutiara.
"Sama-sama, Tante."
"Maaf kalau merepotkan dan ganggu kuliah kamu. Semoga lancar terus dan dapat nilai yang bagus ya, sayang." imbuhnya.
"Nggak merepotkan kok, Tante. Lagian juga kalo weekend, jadwal kuliahku sedang libur. Jadi bisa pulang dan ikut resepsi ini. Apalagi kalau menyangkut acara keluarga, sedang ujian pun, dibela-belain untuk hadir. Hehe." jawab Mutiara diselingi sedikit candaan.
"Sini cantik... peluk tante dulu." pinta salah satu bibi Mutiara.
Dengan penuh senyum, Mutiara menuruti keinginan tersebut.
"Harris, Citra, putri kesayangan kalian tadi pedekate lho, sama Aldo." ucap bibi Mutiara yang lain. Coba membuka gosip di tengah rehat mereka dan selagi berkumpul anggota keluarga besar.
"Iya, tadi aku pun sempat nyamperin mereka berdua. Bagaimana menurut kalian, cocok ya? Yang satu tampan, pintar, dan jenius. Satunya lagi, cantik, kaya dan juga cerdas. Pasti kalau beneran nikah, aku akan sangat bahagia." ucap Citra dengan wajah berseri-seri.
Ramai para anggota keluarga mendukung dan support ucapan Citra. Berbeda dengan Mutiara, wajahnya lesu dan ditekuk seusai mendengar ucapan mamanya tersebut. Tapi, sebisa mungkin ia tutup dengan senyum tipis dan terpaksa.
Malam itu juga, Mutiara langsung berpamitan satu per satu pada keluarga besar, terutama pada papa dan mamanya.
"Kamu beneran kena cinlok sama Aldo?" tanya Harris, saat Mutiara hendak salim dan pamit padanya.
"Nggak kok, Pa. Mutiara mau fokus kuliah dulu. Semester satu kemarin IP-nya cuma 3.00, aku mau tambah lagi." ucap Mutiara dengan lembut.
"Tapi, nilai segitu untuk universitas sekaliber kampusmu, termasuk tinggi dan sulit didapat. Papa jamin dan berani kalau kamu diadu dengan mahasiswi kampus lain yang IP-nya diatas 3.75," ujar Harris tanpa ngelantur sedikitpun.
Pemilik atau owner dari salah satu perusahaan ternama ini, tidak hanya asal-asalan mengucapkan itu di depan putri kesayangannya. Ia sudah bosan menerima calon pegawai yang hanya mengandalkan CV elit dan mentereng di awal, tapi etos kerja dan integritas sulit. Ditambah nol besar pengalaman.
"Memangnya, berapa target IP yang kamu incar?" tanya Harris.
"4.00, Pa!" jawab Mutiara dengan mantap dan tegas.
"Waw! Kalau benar kamu bisa tembus nilai segitu di semester dua ini, silakan pilih saham papa yang mana saja. Nanti papa akan alokasikan untukmu sekian persen."
"Beneran, Pa? Serius atau cuma buat mancing Ara doang, nih?"
"Serius, sayang. Asalkan, kamu iringi dengan soft skill lainnya ya. Papa sudah bosen dengan lulusan yang cuma mengandalkan IPK." jawab dengan menaruh harap pada putrinya.
"Siap papaku, sayang!" jawab Mutiara diiringi sikap hormat.
"Jadi, minta transfer sejumlah uang untuk tujuan ini?" selidik Harris.
"He'em, benar sekali, Pa." jawab Mutiara tanpa ragu sedikitpun.
"Kamu sepertinya sangat nyaman dan betah ya di tempat bimbel itu, ya? Kelihatan banget perubahan semangatmu." ujar Harris sambil memperhatikan tingkah putrinya.
"Harus nyaman dan betah dong, Pa. Kan... bayarnya mahal!" gocek Mutiara.
Ia tak berani memberitahukan kalau bimbel itu privat bersama teman seangkatannya. Apalagi jadwalnya intens. Mutiara takut, jika papanya tahu kalau ia belajar pribadi dengan cowok sederhana, pasti akan marah dan segera melarangnya.
Maka, diam untuk sementara waktu ini adalah keputusan terbaiknya.
Harris lalu menge-lus rambut putrinya sambil menitipkan doa untuk kesuksesan Mutiara.
"Kamu nggak serius ya, saat yang lain bilang cinlok dengan Aldo?" tanya Citra memastikan, saat Mutiara salim ke arahnya.
"Mama, masih percaya aja omongan orang nih. Harusnya percaya sama Ara, dong. Sekarang aku mau fokus kejar nilai dulu. Ntar kalo udah nemu cowok yang cocok, akan Ara kabari kok. Tenang aja, ya!" ucap Mutiara dengan lembut disertai senyum.
"Baiklah, mama akan percaya padamu." ucapnya sambil memeluk putri kesayangan dengan penuh kasih.
Harris dan Citra bangga dengan putri cantiknya, karena mendapat banyak pujian dari keluarga besar. Mereka berdua juga sangat salut, karena perubahan Mutiara yang begitu signifikan. Putri yang awalnya manja dan gampang tersulut emosi itu, entah bagaimana di semester dua ini
Harris pun langsung transfer uang agar melunasi seluruh biaya bimbel Mutiara. Awalnya, Harris cukup ragu dengan mahalnya nominal bimbel yang disebutkan Mutiara. Namun, setelah gadis semata wayangnya itu memberikan penjelasan rinci, jadwal terstruktur, dan target IP yang ingin dicapai pada semester dua ini, sejak saat itu, papanya tak perhitungan lagi. Justru memberikan uang saku tambahan.
Bagi Harris, hal ini merupakan kemajuan pesat dan melihat antusias puterinya yang sedang berapi-api mengejar pendidikan, harus didukung penuh.
Perasaan Mutiara kini lega. Hal yang paling membahagiakan baginya seusai resepsi adalah bisa lepas dari Aldo. Ia kini bebas. Ditambah, Mutiara sedang on the way Bogor, menuju kampusnya.
Setibanya di Bogor. Malam hari di kostan Mutiara.
"Gimana acara kemarin, Mut? Lancar?" tanya Zeeva dengan mata sudah terkantuk-kantuk.
"Aman dan lancar, Va. Tapi gue bete banget." jawab Mutiara.
"Lho, kenapa? Apa karena si Reyesh gak ikut bareng sama lo ke Jakarta? Haha." Ejek Allyna.
"Ya, itu termasuk sih. Tapi, Reyesh orangnya bener-bener slow respon. Sumpah dah. Gue tanya soal kalkulus, lumayan lama dibalesnya. Mana ada cowok jijik yang gangguin gue terus sepanjang acara." ungkap Mutiara, wajahnya berubah kesal mengingat dirinya selalu diikuti Aldo.
"Gila. Lu sekarang jadi ambisius banget ya sama nilai. Salut gue! Lagi acara keluarga aja masih sempat-sempatnya mikirin kalkulus. Gue mah, udah pasrah aja ama matkul yang satu itu. Dapet C juga, ikhlas deh gue!" sahut Zeeva. Ia memang selalu lemah dalam hal logika dan perhitungan, maka dari itu ia masuk jurusan kehutanan yang lebih banyak praktek dan kerja lapang.
(Mutiara, Zeeva, dan Allyna memang satu kostan, tapi ketiganya berbeda jurusan. Namun, ketiganya satu kelas dari semester satu hingga dua ini. Adapun matkulnya, para mahasiswa dan mahasiswi tingkat pertama harus mendapatkan ilmu-ilmu dasar, termasuk kalkulus yang merupakan mata kuliah dari jurusan matematika, dan mata kuliah umum lainnya).
"Emangnya siapa cowok jijik di sana yang gangguin lo, Mut?" tanya Allyna, penasaran.
"Ada lah pokoknya. Nggak beda jauh sama buaya-buaya kampus di sini. Tapi dia lebih parah. Sayang banget sih masuk kampus ternama tapi masih to-lol aja." celetuk Mutiara dengan nada masih kesal, jika mengingat tentang Aldo.
"Tapi dia ganteng dan kaya, Mut?" tanya Zeeva.
Bersambung......