Season 2
Bersama Rendra -The young and dangerous-, Anggi menjalani kehidupan baru seperti menaiki wahana rollercoaster.
Kebahagiaan dan kesedihan datang silih berganti.
Sempat jatuh, namun harus bangkit lagi.
Hingga akhirnya Anggi bisa berucap yakin pada Rendra, "It's always gonna be you."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sephinasera, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
10. Gelombang Pasang
Anggi
Tepat pukul 16.25 WITA, pesawat yang mereka tumpangi mendarat di Bandara Sepinggan. Bandara yang pernah mendapat penghargaan sebagai bandara terbaik di dunia dalam hal layanan kepuasan penumpang. Dan memang kesan pertama yang langsung terasa adalah bersih, segar, lapang. Mungkin karena dominasi warna putih yang menghiasi hampir seluruh area bandara, juga dengan banyaknya cahaya alami yang masuk ke dalam ruangan.
Ditambah arsitektur yang minimalis dengan ornamen khas etnik Dayak, yang mengingatkannya pada keindahan hutan tropis Kalimantan. Dilengkapi dengan sentuhan modern berupa dinding kaca yang mengelilingi sisi kiri, kanan, hingga atap, serta tiang-tiang beton. Semakin mempertegas suasana bandara yang nyaman dan menyenangkan.
Begitu sampai di terminal kedatangan, rombongan mereka langsung disambut oleh petugas hotel, orang suruhan Lik Joko, serta beberapa orang pegawai dari kantor Papa Rendra.
Disini ia harus berpisah dengan rombongan Papah, Mamah, Adit, dan 20 orang lain dari keluarga besarnya. Karena mereka langsung diantar menuju hotel tempat menginap untuk beristirahat. Sementara ia menemani Rendra yang masih bercakap-cakap dengan pegawai Papa.
Entah apa yang sedang mereka bicarakan dalam bahasa daerah, yang hingga kini belum bisa dipahaminya, meski sering mendengar Rendra dan Rakai bercakap-cakap menggunakan bahasa tersebut. Tak lama kemudian, bagasi yang mereka bawa mulai diangkut oleh pegawai Papa Rendra untuk dibawa ke hotel tempat mereka akan menginap.
"Kita kesana," Rendra meraih bahunya lembut menuju pintu keluar. Dimana sebuah mobil telah menunggu, dan orang di belakang kemudi langsung keluar lalu menyerahkan kunci pada Rendra.
"Ok, makasih," Rendra menepuk pelan bahu orang tersebut. Lalu as usual as always, Rendra membuka dan menutup pintu sebelah kiri untuknya.
"Welcome home," bisik Rendra sambil mengecek seatbelt yang telah dipakainya sendiri. "Kita ke tempat seseorang dulu."
Ia tersenyum mengangguk. Sepanjang perjalanan menikmati pemandangan kota Balikpapan di sore hari yang cerah. Melewati jalan protokol yang lebar, nyaman, dan tak terlalu padat.
Rendra sempat menghentikan kemudi di sebuah deretan pertokoan yang terletak di tengah kota, di halaman sebuah toko florist yang ramai pengunjung. "Tunggu sebentar, 5 menit," ujar Rendra sambil menyentil hidungnya sebelum keluar tanpa mematikan mesin dan AC.
Tak sampai 5 menit Rendra sudah kembali dengan membawa dua buket bunga yang indah. Sebuah buket bunga Lily putih segar yang langsung disimpan di kursi belakang. Serta buket bunga Chrysant merah yang begitu cantik, "For my special one," Rendra tersenyum sambil menyerahkan bunga tersebut padanya, disusul kecupan lembut di kening.
"Makasih," pipinya mendadak menghangat sampai seluruh bagian wajahnya ikut memanas, lalu menyimpan buket cantik tersebut di lengan kiri, persis seperti posisi sedang menggendong bayi.
Membuat Rendra terkekeh, lalu sambil mengarahkan kemudi kembali ke jalan raya berkata, "Istriku...istriku...udah seminggu masih aja malu-malu," sambil geleng-geleng kepala.
Perempuan mana coba yang nggak tersipu saat diperlakukan sedemikian romantis tak kenal waktu oleh seseorang yang mengusik jiwa.
Rendra kembali membawanya melintas di jalan utama kota, melewati beberapa titik keramaian yang sepertinya menarik untuk dikunjungi. Sesekali Rendra berusaha menerangkan tempat-tempat ikonik yang sempat mereka lewati, layaknya tour guide kepada sang tamu.
Sekitar 10 menit kemudian, Rendra mulai mengarahkan kemudi ke jalan berpaving blok yang tak kalah lebar dengan jalan utama. Melewati deretan sekolah dan perumahan, hingga menepikannya ke sebuah bangunan mirip gapura bertuliskan TPU Terpadu KM 115.
"Kita ketemu Mama dulu," ujar Rendra yang dengan cekatan membantu membuka seat belt nya. Ia hanya mengangguk sambil membawa buket Chrysant merah, sementara Rendra mengambil buket Lily putih dari kursi belakang.
Rendra membimbingnya melewati pintu masuk bagian utara, melintasi jembatan yang menyebrangi penampungan air berukuran besar mirip seperti sebuah danau, lengkap dengan beberapa orang yang sedang memancing di pinggir-pinggirnya. Entah peziarah atau memang orang yang sengaja datang untuk memancing. Membuatnya merasa seperti sedang memasuki kawasan wisata, bukan kompleks pemakaman. Ditambah pohon-pohon rindang yang berderet rapi di tepi jalan, semakin menguatkan kesan yang menyenangkan, jauh dari sebutan angker yang biasanya melekat pada kompleks pemakaman.
Jika dilihat dari lansekap dan desain penataan ruang yang ada, kemungkinan besar lahan pemakaman seluas puluhan hektar ini mengambil konsep hampir sama dengan makam modern kelas atas yang berada di daerah Karawang, Jawa Barat. Yang mentreatment para pengunjung dengan fasilitas memudahkan sekaligus membuat nyaman ketika berziarah.
Dan TPU Terpadu ini terbagi menjadi beberapa zona terpisah, sesuai dengan jumlah agama yang diakui di Indonesia. Dengan setiap zona terdiri dari beberapa blok. Rendra merengkuh bahunya melewati papan besar bertuliskan TPU Kawasan Muslim, lalu membimbingnya berbelok ke blok A. Dimana sejauh mata memandang terhampar rumput hijau yang menyegarkan.
Setelah berjalan melewati deretan makam berukuran besar yang muat untuk beberapa orang dengan pagar pembatas tembok yang memberi kesan privat, Rendra menghentikan langkah di depan sebuah makam dengan pembatas dari tanaman setinggi kurang lebih 45 cm, yang berisi satu buah makam dan satu lahan seluas makam yang masih kosong.
Rendra berlutut di salah satu sisi makam sambil meletakkan buket bunga Lily di bagian bawah plakat makam, lalu berbisik pelan, "Hai Ma...ini aku datang lagi...."
Membuatnya ikut berlutut di samping Rendra, lalu meletakkan buket bunga Chrysant merah di samping buket bunga Lily. Dilihatnya Rendra mulai berdoa dengan menengadahkan dua tangan dan mata terpejam. Sebelum mengikuti langkah Rendra, ia sempat membaca tulisan yang tertera di atas plakat berbahan granit warna hitam,
Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un
Pingkan Kalesaran
binti
Raymond Kalesaran
Ia masih memanjatkan doa ketika terdengar suara Rendra berkata, "Apa kabar Ma? Baik-baik disana?"
Ketika selesai berdoa, dilihatnya Rendra sedang mencabuti rumput yang tumbuh liar di sekeliling nisan. Lalu berkata, "Hari ini aku bawa tamu spesial," sambil merengkuh bahunya.
"Kenalin ini istri aku Ma," lalu terkekeh pelan. "Pasti Mama nggak percaya aku bisa punya istri secantik dan sebaik ini kan...."
"Atau ini berkat doa Mama dulu?"
"Aku tahu Mama selalu mendoakanku tiap hari."
"Bahkan saat aku jarang pulang ke rumah. Saat aku harus menginap di kantor polisi. Saat Papa memaki dan memukuliku."
"Aku tahu...meski tak terucap....Mama selalu mendoakan kebaikan untukku..."
"Terima kasih atas doa Mama selama ini...."
"Sekarang Mama bisa makin tenang disana..."
"Karena udah ada seseorang yang melanjutkan kebiasaan Mama, selalu mendoakanku tiap hari," sambil mengecup lembut keningnya.
"Ini Anggi Ma....istri aku...."
"Apa?" Rendra berlagak seolah sedang terkejut dengan respon lawan bicara. "Iyalah...istriku cantik....siapa dulu dong....Rendra...."
Ia yang sedang menyusut air mata menjadi tak kuasa menahan tawa. Rendra ini, apa selalu bersikap bak rollercoaster begini. Lagi suasana syahdu yang penuh kesedihan, malah tiba-tiba bercanda.
"Mama makin tenang disana ya...."
"Aku janji akan membuat Mama bangga....dengan menjadi suami dan ayah yang baik...."
"Mama nggak perlu khawatir garis keturunan kita terancam punah....karena Anggi udah setuju lima baby...."
Membuatnya mencibir.
"Apa?" Rendra mengerling ke arahnya jahil. Lalu kembali memandang plakat dan berkata, "Anggi bilang bisa lebih dari lima Ma...."
Membuatnya spontan mencubit pinggang Rendra. Namun tak mengaduh seperti biasa, Rendra justru tersenyum lebar sambil berkata mantap, "Setuju kan Ma....biar kebaikan dan kecantikan Mama banyak yang meneruskan...."
Setelah Rendra puas berceloteh di depan makam, menceritakan semua kejadian penting mereka berdua dan rencana ke depan, kini saatnya mengucapkan kalimat perpisahan.
"Baik-baik di sana ya Ma. Nanti kami usahakan sering nengok Mama disini."
Mereka lalu berjalan menyusuri rerumputan hijau menuju pintu keluar. Sepanjang jalan melewati deretan makam yang berbaris rapi, Rendra seolah tak ingin melepaskan.
"Kamu pingin jalan kemana atau makan apa?" tanya Rendra begitu mereka berada di dalam mobil. "Sebelum kita ke hotel."
"Abang mau bawa aku ke mana?" ia balik bertanya.
Rendra tersenyum senang, "Ke pantai mau? Kebetulan ada teman buka kedai seafood dekat pantai. Masakannya enak, kamu mesti coba," sambil mengacungkan jempol.
"Oke," ia mengangguk setuju. Namun di tengah perjalanan menuju ke pantai, Papa menelepon, meminta mereka untuk segera kembali ke hotel.
"Next time Abang janji bawa kamu jalan," ujar Rendra mencoba meminta maaf sambil mengelus puncak kepalanya.
"Nggak papa," ia tersenyum tak mempermasalahkan. "Masih banyak waktu."
Sesampai di hotel, Rendra langsung menelpon layanan room service untuk memesan makan malam. "Kamu mau makan apa sweetie?" Rendra sempat bertanya saat ia sudah berada di dalam kamar mandi.
"Terserah," jawabnya yang sedang mengecek apakah periodnya sudah selesai atau belum.
"Kamu makan dulu ya, nggak usah nunggu aku," begitu teriak Rendra. "Aku ke kamar Papa dulu."
"Iya," jawabnya sambil tersenyum senang, karena monthly cycle nya sudah selesai. Sebelum memutuskan untuk mandi besar, ia lebih dulu memeriksa fasilitas yang disediakan oleh pihak hotel. Dan deretan botol transparan berisi cairan warna warni berhasil menarik perhatiannya. Ada shower gel, conditioner, shampoo, serta tiga botol essential oils dengan jenis keharuman yang berbeda.
Semua itu membuatnya semakin tersenyum senang. Karena, dari artikel do's and don't malam pertama yang -sengaja- dibacanya, mandi dengan aromatherapy before making love, akan mampu membantu merilekskan tubuh sebagai persiapan untuk melalui petualangan baru yang mendebarkan.
Setelah mandi besar di bawah guyuran shower, ia pun menambahkan 3-5 tetes essential oils aroma lavender dan chamomile ke dalam bath tub. Lalu berendam di dalamnya. Dan perpaduan aroma lavender serta chamomile yang menenangkan berhasil membuatnya mengantuk. Entah berapa lama ia sempat terlelap di dalam bath tub, yang pasti seluruh rasa penat dan lelah yang menyergap sejak seminggu terakhir telah menghilang. Berganti perasaan segar yang menyenangkan.
Dengan hanya mengenakan piyama, ia keluar dari dalam kamar mandi dan terkejut begitu mendapati ruangan kamar gelap gulita.
"Abang?" panggilnya cepat. "Abang udah pulang?" sambil tangannya meraba-raba dinding untuk mencari saklar. Sementara bau harum masakan yang baru matang menguar memenuhi seisi ruangan.
"Abang?" panggilnya lagi mulai khawatir karena tak juga menemukan saklar.
"Jangan main-main Bang," suaranya mulai menciut karena takut. Sementara sumber penglihatan hanya berasal dari pancaran cahaya lampu kamar mandi.
"Ab...hah!" ia terkejut ketika seseorang tiba-tiba muncul.
"Abang ngaget-ngagetin aja sih!" gerutunya kesal. "Nggak lucu tahu!"
Namun orang itu bergeming. Satu hal yang membuat jantungnya terkesiap adalah, aroma orang itu bukan aroma segar buah mint seperti biasa, tapi yang ini jelas aroma asap rokok. Membuatnya spontan terbatuk.
Orang itu tak menjawab apapun, membuat rasa takutnya memuncak.
"Ini bukan Rendra...ini jelas bukan Rendra....," batinnya panik.
Di tengah rasa panik yang menyerang, matanya menangkap sekelebatan bayangan hitam sedang bergerak di kegelapan.
"AAAAAAAAAAA!!!" teriaknya keras begitu pancaran lampu kamar mandi menangkap bayangan tiga pria asing sedang berdiri di depannya.
"SIAPA KALIAN!!!" jeritnya panik.
"TOLOOOONGNGNG!!!!" jeritnya tambah panik.
"ABANGNGNGNG!!!" jeritnya sekuat tenaga. Ya Tuhan, apa yang sedang terjadi. Ia menendang, memukul, menggeleng sekeras mungkin, berusaha melepaskan diri apapun caranya. Namun cengkeraman orang tersebut semakin kuat.
"Diam kamu!" bentak salah satu dari tiga pria yang berdiri didepannya.
Saking ketakutannya, insting alami memerintahkan otak untuk menggigit tangan orang yang sedang mencengkeramnya.
"BRENGSEK!!" teriak orang tersebut karena gigitannya berhasil menimbulkan luka berdarah.
"SIALAN!!!" bentak orang itu lagi karena ia berhasil bebas dari cengekraman. Dan langsung berlari secepat mungkin kearah sumber cahaya, ke dalam kamar mandi.
Makian orang yang memeluknya membuat tiga orang pria di depannya bergerak cepat berusaha mengejar dirinya. Hampir terlambat karena saat berusaha menutup pintu, tangan salah satu pria itu berhasil menghalangi dan masuk ke dalam kamar mandi. Namun ia tak mau menyerah. Dengan sekuat tenaga di dorongnya pintu kamar mandi keras-keras.
"BRENGSEK!! SIALAN!!!" pria dengan setengah lengan berada di dalam kamar mandi berteriak kesakitan karena ia terus berusaha mendorong pintu dengan sekuat tenaga hingga membuat tangannya terjepit.
"BRENGSEK!!!" teriaknya semakin marah tatkala ia berhasil menyingkirkan lengannya dan langsung menutup pintu rapat-rapat.
Klik!
Sambil menangis dan ketakutan setengah mati, dikuncinya pintu kamar mandi dengan tangan gemetaran.
"Dasar!"
"Keluar kamu!!"
Pintu kamar mandi digedor-gedor dengan sangat keras, membuatnya semakin ketakutan, akhirnya hanya bisa berlindung di dinding kamar mandi paling dalam.
"BUKA!!!"
DAG DAG DAG DAG
Begitu mereka berteriak sambil terus berusaha menggedor pintu kamar mandi.
"Astaghfirullahaladzim," ia hanya bisa terduduk di lantai kamar mandi sambil memeluk kaki dengan gemetar. Ia merasa sangat ketakutan. Entah apa yang sedang terjadi dan yang akan terjadi.
DAG DAG DAG DAG
BUG!!
BUG!!
Ia terkesiap mendengar perubahan bunyi suara di luar, suara yang berbeda, seperti bunyi orang saling memukul.
BUG!!
BUG!!
"Ahh!!" terdengar teriakan kesakitan.
BUG!! BUG!! BUG!!
Ia berusaha menajamkan telinga. Apa yang sedang terjadi diluar?
"MAU APA LO HAH!!"
Itu...itu jelas suara teriakan Rendra.
"CARI MATI!!"
BUG! BUG! BUG!
Ia memberanikan diri berjalan mendekati pintu, lalu menempelkan telinga di dinding pintu, berusaha mengetahui apa yang sedang terjadi di luar.
"Ini orangnya pak!"
Disusul suara orang ribut-ribut saling memaki dan berteriak dalam bahasa yang tak ia mengerti.
Hampir lima menit ia mendengar mereka saling beradu mulut, dengan suara cacian dan makian yang kian lama kian terdengar menakutkan. Disusul teriakan khawatir Rendra memanggil namanya, "Anggi?! Anggi?!"
"Anggi?!?!" disusul suara Rakai yang juga berteriak memanggil namanya.
"Anggi?! Anggi?!! Kamu dimana?!?" Rendra masih berteriak-teriak memanggil namanya.
Setelah yakin itu adalah suara Rendra, ia memberanikan menempelkan pipi ke pintu kamar mandi lalu berteriak pelan, "Abang...."
"Anggi?!"
"Abang....," ia kembali terisak.
"Kamar mandi!" terdengar suara teriakan Rakai. Disusul ketukan di pintu.
TOK TOK TOK TOK
"Anggi...," suara Rendra bergetar menahan amarah. "Buka pintunya sayang...."
Dengan sisa-sisa tenaga yang dimiliki, tangannya berusaha membuka kunci pintu kamar mandi. Ceklek. Begitu pintu berhasil terbuka, Rendra langsung menghambur ke dalam dan merengkuhnya ke dalam pelukan.
"Kamu nggak papa?" tanya Rendra dengan suara gemetar menahan marah. "Kamu nggak papa?"
Ia menggeleng lemah tak kalah gemetar.
"Syukurlah....," Rendra bernapas lega sambil mencium puncak kepalanya berkali-kali. "Bener kamu nggak papa?"
Lagi-lagi ia menggeleng, kini sambil terisak menahan tangis. Perasaannya campur aduk antara shock, ketakutan, sekaligus lega dan senang karena berhasil bertemu Rendra.
"Maafin aku....maafin aku....," Rendra semakin dalam memeluknya sambil kembali menciumi puncak kepalanya.
Dari sudut mata dilihatnya sudah banyak orang berkumpul di dalam kamar. Rakai yang terlihat bernapas lega, beberapa petugas hotel yang juga tak kalah lega, tiga orang berperawakan kekar yang tadi berdiri di kegelapan kini telah terduduk di lantai dengan kondisi babak belur.
Tak ketinggalan Papa yang berwajah seperti mau memakan orang hidup-hidup.
Dan terakhir Naja....ya ampun, Naja? Yang tak kalah babak belurnya dibanding tiga orang berperawakan kekar.
Mereka ngapain siii...
gara² ada yg ngomong ikam, auto ingat Rendra
sedangkan utk saat ini sungguh..saudara2 "malika" masih banyak berulah di jogja... shg warga sendiri yg banyak menjadi korban ketidakadilan 😭
karya nya smua bagus" bnget ak udah baca smua bnyak pembelajaran d dlam nya
syang gak ad karya yg baru lgi ya, sukses slalu