Xaviera wanita berusia 25 tahun, seorang anak dan cucu dari keluarga konglomerat. Namun kehidupan sehari-harinya yang berkilau bagaikan berlian berbanding terbalik dengan kisah asmaranya.
Perjodohan silih berganti datang, Setiap pria tidak ada yang benar-benar tulus mencintainya. Menjadi selingkuhan bahkan istri kedua bukanlah keinginannya, melainkan suatu kesialan yang harus di hadapi. Sebuah sumpah dari mantan kekasihnya di masa lalu, membuatnya terjerat dalam siksaan.
Suatu hari, pertemuan dengan mantan kekasihnya, Rumie membuatnya mati-matian mengejarnya kembali demi ucapan permintaan maaf dan berharap kesialan itu hilang dalam hidupnya.
Akankah Xaviera bisa mendapatkan maaf yang tulus dari Rumie?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Noveria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
Pria berusia 38 tahun itu pernah tenggelam dalam kesedihan mendalam setelah tragedi kecelakaan yang memisahkan hidup dan matinya orang-orang tercinta. Istrinya terbaring koma, sementara putri kecilnya pergi selamanya.
Luka itu meninggalkannya dengan kesepian yang terus menghantui. Mencintai wanita lain, bukanlah hal mudah baginya, hingga akhirnya tatapan sinis seorang wanita bernama Xaviera menghancurkan tembok pelindung di hatinya.
Saat dunia melihatnya sebagai pria perkasa dengan segalanya, Xaviera justru melihat sisi lemahnya. Tatapan sinis wanita yang membuatnya jatuh cinta untuk kedua kalinya, menusuk jauh ke dalam jiwa, membuat Jones mampu menyerahkan segalanya.
Satu ciuman yang diberikan Xaviera, membuat Jones tak berdaya. Ciuman yang tak berarti bagi Xaviera, namun memiliki makna untuk pria seperti Jones.
“Sekarang kau mengijinkanku?” Jones menyentuh kedua pipi Xaviera dengan lembut.
Perlahan bangkit bagai seorang budak cinta, yang sebelumnya berlutut di hadapan Xaviera.
Xaviera menelan ludah, dia tidak mungkin menolak keinginan Jones saat ini. Karena bukan waktu yang tepat.
Satu persatu kancing kemeja terlepas dan satu persatu sela jari-jari Xaviera terkurung rapat dengan jemari Jones.
“Aku akan memberikan semua yang kamu inginkan.” Kalimat itu di ucap Jones berulang-ulang untuk mempertahankan Xaviera.
Ciuman mendarat di leher Xaviera, membuat gelombang cinta itu semakin terombang-ambing, dan menggoyahkan Xaviera. Hingga akhirnya, keduanya bercinta diatas ranjang untuk pertama kalinya.
(Author: Xaviera, Xaviera, nggak ada capeknya apa?)
Sementara, pria lain terbawa arus kenangan lama. Rumie yang berada di kamar hotel, masih membayangkan malam indah bersama Xaviera.
Meskipun bukan pertama kali dalam hidupnya. Kehilangan memori masa lalu, membuatnya seperti pria perjaka yang baru pertama kali mendapatkan belaian cinta.
“Xaviera, mungkin karena itulah aku sangat mencintaimu,” gumam Rumie.
Suara ketukan pintu beriringan dengan suara asistennya, “Tuan, mobil sudah siap!” Rumie terbangun dari lamunannya.
Rumie bangkit dari sofa dan meninggalkan khayalannya tentang Xaviera. Bersiap pergi kantor, untuk menyelesaikan pekerjaannya. 2 minggu terakhir, sebelum membuatnya kembali ke Amerika. Membuatnya, tak ingin pulang dan menetap di Jerman.
“Apakah dia mau ikut denganku ke Amerika?” Rumie memikirkan niatnya yang akan mengajak Xaviera tinggal di Amerika.
Disisi lain, Xaviera dan Jones telah menyelesaikan ritual malam pertamanya di siang hari.
Jones masih terbaring di tempat tidur, sedang Xaviera yang masih terjaga, segera memakai pakaiannya. Lalu, keluar dari kamar Jones.
“Nyonya, apa ada yang perlu saya siapkan?” Seorang pelayan di balik pintu kamar, mengejutkan Xaviera.
“Nona muda, jangan panggil Nyonya. Aku belum cukup tua mendapatkan gelar itu,” balas Xaviera dengan ketus.
“Baik, nona. Apa ada yang bisa saya bantu atau siapkan?” sahut pelayan.
“Siapkan air panas, tubuhku lelah sekali,” gerutu Xaviera, sambil memukul lembut pundaknya, kemudian berjalan menuruni tangga.
Sambil menunggu pelayannya menyiapkan bathtub, Xaviera mengambil ponselnya yang tertinggal di meja makan.
Sebuah pesan dari Rumie, membuat senyumnya merekah. Ketika Rumie mengatakan, akan mengajaknya makan malam dan memberikan kejutan untuk hadiah ulang tahun Xaviera.
“Memang dia masih ingat, apa yang aku sukai?” Xaviera penasaran, dengan hadiah yang belum diketahui.
“Nona, air hangat sudah siap,” ucap pelayan mendekat.
Xaviera mengangguk, dan pergi ke kamarnya.
“Jangan biarkan siapapun masuk kedalam kamarku, tanpa terkecuali Tuan. Mengerti!” gertak Xaviera pada pelayan.
“Baik, nona,” jawab pelayan, sebelum keluar meninggalkan kamar Xaviera.
Xaviera melepaskan pakaiannya, dan menyelamatkan diri dari rasa lelah dengan berendam air hangat. Seketika, aroma bunga jasmine membuatnya kembali tenang. Dengan perlahan memijat kedua keningnya, “Ah, aku jadi bingung. Haruskah aku meninggalkan Rumie? Atau aku harus tetap berpura-pura seperti ini?”
“Aku masih sayang dengan Rumie, tapi Jones … dia telah menyelamatkanku keluar dari sangkar penyihir itu! Aku tidak mungkin melepaskannya sekarang, berapa denda nantinya yang harus aku bayar?” Xaviera mulai dibuat pusing dengan dua pilihan.
Ingin berlari dengan Rumie, namun kakinya terikat oleh Jones.
Setelah berendam dan cukup mendapatkan ketenangan, Jones mengetuk pintu kamarnya.
“Xaviera,” ucap Jones dari balik pintu.
Xaviera segera membuka pintu, dan melihat Jones sudah rapi dengan kemeja.
“Aku pergi dulu ya, sayang,” kata Jones dengan lembut, kemudian mencium kening Xaviera.
“Nanti malam aku akan bertemu Rumie.” Xaviera mengatakan hal itu, agar Jones tidak panik seperti tadi pagi.
“Rumie? Ada apa?” Jones menatap Xaviera, dengan wajah penasaran.
“Hanya mengobrol saja, dia sebentar lagi akan pulang ke Amerika. Dia akan memberikan hadiah padaku.” Xaviera menutup kebohongan lain dengan kebohongan baru.
Jones tersenyum dan mengangguk, dia tidak memikirkan hal buruk diantara Xaviera dan Rumie. Karena dimata Jones, Rumie terkesan tidak mungkin menyukai Xaviera, setelah pernah mendengar Rumie menyebut Xaviera dengan sebutan ‘wanita gila’.
“Oke, setelah itu kamu harus pulang, jangan menginap di hotel lagi.” Jones memberikan pelukan hangat, sebelum meninggalkan Xaviera untuk bekerja.
Setelah Jones pergi, Xaviera tersenyum lega dan mulai bersiap untuk mengunjungi toko perhiasannya. Pameran perhiasan yang sudah lama direncanakan akan segera dimulai, dan dia sangat bersemangat. Semua impian dan kerja kerasnya selama ini akhirnya mulai membuahkan hasil. Toko perhiasannya kini menjadi salah satu yang paling terkenal di kota, dan dia merasa bangga dengan pencapaiannya.
“Lihat saja, setelah kontrakku dengan Jones berakhir, aku akan membalas apa yang dilakukan penyihir itu padaku!” gumam Xaviera, yang memiliki impian menjadi pesaing bisnis neneknya.
Xaviera akan menggunakan kemampuan dan harta yang diberikan Jones untuk membalas perlakuan neneknya selama ini padanya. Yang meninggalkan trauma bagi Xaviera.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Xaviera segera bergegas menemui Rumie di sebuah restoran.
Keduanya saling menatap dengan senyum manis ketika bertemu.
Xaviera duduk di samping Rumie, kedua tangan mereka saling menggenggam seolah tak ingin di pisahkan.
“Tadaaaa … kejutan.” Sebuah kotak perhiasan berwarna merah, di balik telapak tangan kanan Rumie.
“Apa ini?” Xaviera dengan mata yang berbinar, tampak penasaran.
Rumie membuka kotak itu, sebuah cincin berlian menjadi hadiah ulang tahun dari Rumie. Meskipun bagi Xaviera itu biasa saja, tapi dia tetap menunjukkan perasaan senangnya. Cincin itu pun di pasangkan di jari manis Xaviera.
“Kau ingat, saat kita lulus sekolah. Kau selalu merengek, ingin sebuah cincin berlian sebagai hadiah ulang tahunmu. Tapi saat itu, untuk membayar uang kuliah saja aku merasa tak mampu, hingga aku membeli cincin palsu untukmu sebagai hadiah, dan meskipun kamu tahu itu palsu, kamu tetap tersenyum.” Rumie mengingat masa lalunya yang indah, dimana di balik kesedihannya, senyum Xaviera lah sebagian penguat dirinya untuk bertahan.
Xaviera tersenyum, “Terimakasih, tapi … ini asli, kan?”
“Tentu, sekarang apapun yang asli, akan aku berikan padamu. Seperti cintaku,” balas Rumie.
Xaviera menahan senyumnya, mendengar ucapan Rumie.
Bagi Rumie, Xaviera adalah satu-satunya cahaya dalam kegelapan. Setiap kali dia merasa tak berdaya, senyuman Xaviera memberinya kekuatan untuk bertahan. Kalimat ‘bertahan sebentar lagi’ menjadi mantra bagi hatinya, karena dia tahu Xaviera menanti di depan sana.