Hanya Sebatas Istri Siri

Setelah puas melihat-lihat rumah baru, Kai pun mengajak Medina untuk pulang. Tidak membutuhkan waktu lama, Kai dan Medina pun sampai di rumah setelah sebelumnya mereka mampir dulu ke sebuah restoran untuk makan malam bersama.

"Dari mana kalian?" tanya Papa Mahaprana.

"Barusan kita makan malam dulu di luar, Pa," sahut Kai.

Kai mengajak Medina untuk duduk bersama Mama Arini dan Papa Mahaprana, sedangkan Luna hanya bisa melihat dari dapur.

"Ma, Pa, Kai mau pindah rumah," seru Kai.

"Kapan?" tanya Mama Arini.

"Sepertinya besok Ma," sahut Kai.

"Bawa Luna bersama kalian!" tegas Papa Mahaprana.

"Apa?"

Kai dan Medina tampak terkejut dengan ucapan Papa Mahaprana, bahkan Luna yang sedang mencuci piring di dapur pun merasa terkejut hampir saja piring yang dia pegang jatuh.

"Pa, kenapa kami harus bawa wanita hamil itu? nanti di sana, dia bukannya membantu malah menyusahkan," kesal Medina.

"Memangnya kamu sudah bisa masak? kalau kamu sudah bisa masak, ya tidak masalah, Papa tidak akan menyuruh Luna untuk ikut dengan kalian. Justru Papa bersyukur kalau kamu sudah bisa masak dan mengurus suamimu sendiri," seru Papa Mahaprana.

Seketika Medina bungkam, mana ada Medina mau masak untuk Kai, menginjakan kaki di dapur saja Medina tidak pernah.

"Tapi Pa, Kai bisa mencari ART baru buat di rumah Kai," seru Kai.

"Mencari ART baru itu tidak mudah, bahkan sekarang banyak sekali ART yang tidak jujur. Memangnya kamu mau semua barang-barang di rumahmu hilang? Luna itu wanita yang baik dan jago masak, meskipun dia sedang hamil tapi Mama yakin kalau Luna akan bekerja dengan baik," seru Mama Arini.

Bukan tanpa alasan Mama Arini dan Papa Mahaprana menyuruh Luna ikut, mereka ingin Luna selalu dekat dengan Kai mudah-mudahan saja, Luna bisa meluluhkan hati Kai dengan masakan dan sikap lembutnya.

"Tidak hanya Luna, Papa juga nanti akan menyuruh Bi Surti untuk ikut kalian. Jadi, tugas Luna hanya masak saja masalah beres-beres rumah, biar Bi Surti yang mengerjakannya," seru Papa Mahaprana.

Kai dan Medina sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi, mereka tidak bisa membantah ucapan si Tuan besar itu.

"Kalau begitu, Medina pamit ke kamar dulu," kesal Medina.

Kai pun langsung menyusul Medina ke kamar tanpa bicara apa pun.

"Pa, memangnya Luna akan baik-baik saja kalau dibiarkan ikut dengan Kai?" tanya Mama Arini khawatir.

"Biarkan Luna menjalankan tugasnya sebagai istri Kai, Papa yakin walau pun Kai tidak pernah menyukai Luna tapi dengan perlakuan Luna yang tulus dan lembut akan bisa meluluhkan hati Kai," sahut Papa Mahaprana.

Sementara itu, Luna berdiam diri di kamarnya dan dia memikirkan apa yang sudah Papa Mahaprana ucapkan.

"Bagaimana ini, Tuan Kai pasti tidak akan menyetujui ucapan Tuan Mahaprana. Tapi aku juga bingung, saat ini status aku adalah istri Tuan Kai walaupun istri siri tapi aku harus bisa menjalankan kewajiban aku sebagai istri Tuan Kai," gumam Luna.

***

Keesokan harinya...

Semalaman Kai dan Medina bertengkar dengan keputusan Papa Mahaprana, tapi pada akhirnya Medina menyetujuinya karena Medina akan hidup bebas tanpa bayang-bayang dari mertuanya.

"Nak, kamu harus jaga diri kamu baik-baik ya jangan sampai kelelahan. Ingat, saat ini kamu sedang mengandung dan tugas kamu hanyalah memasak jangan urusin yang lainnya," seru Bi Sum.

"Iya Bu, Luna mengerti."

"Surti, aku titipkan Luna kepadamu kalau ada apa-apa, kamu segera hubungi aku," seru Bi Sum.

"Tenang saja Bi, Luna akan aman bersama saya," sahut Bi Surti.

Bi Sum membereskan pakaian Luna yang akan Luna bawa ke dalam sebuah tas, setelah selesai mereka pun segera menghampiri Kai di teras rumah.

"Luna, kamu jaga diri baik-baik ya dan jangan lupa minum susunya biar kandungan kamu sehat," seru Mama Arini.

"Iya Nyonya."

Mama Arini memeluk Luna, dan itu membuat Medina yang sudah duduk di dalam mobil semakin kesal melihat mertuanya memeluk Luna.

"Pasti ada sesuatu ini, kenapa Mama Arini begitu sangat menyayangi anak pembantu itu," batin Medina dengan kesalnya.

Luna dan Bi Surti pun masuk ke dalam mobil Kai, selama dalam perjalanan tidak ada pembicaraan sama sekali dan Luna memilih memalingkan wajahnya ke luar jendela.

"Mas, berhenti dulu di mini market depan sana, soalnya aku mau beli sesuatu," seru Medina.

"Oke."

Kai pun segera menghentikan mobilnya di depan mini market.

"Mau aku antar?" seru Kai.

"Tidak usah, aku bisa sendiri kok."

Medina pun dengan cepat keluar dari dalam mobil Kai, ternyata di dalam mini market itu sudah ada Mark yang dari tadi menunggu kedatangan Medina.

Mark menyembunyikan mobilnya di depan restoran yang agak jauh dari mini market itu.

"Mark."

"Sayang."

Medina langsung memeluk Mark, lalu Mark mengeluarkan sesuatu dari dalam kantong celananya.

"Ini obatnya."

"Terima kasih ya, Mark."

"Kamu tidak mau kamu sampai hamil anaknya Kai, jadi kamu jangan lupa minum obat itu ya dan ingat, simpan di tempat yang aman jangan sampai Kai mengetahuinya," seru Mark.

"Oke."

Ternyata selama ini Medina memang meminum pil KB supaya dia tidak hamil dan Mark yang selalu membelikan obat itu untuk Medina.

Sementara itu di dalam mobil. "Luna, kamu harus ingat jangan sampai Medina tahu siapa kamu sebenarnya. Aku tidak akan pernah mengampunimu kalau sampai Medina tahu semuanya," ancam Kai.

"Ba-baik, Tuan."

Bi Surti yang memang sudah mengetahui sebenarnya merasa sangat kasihan kepada Luna, Bi Surti pun menggenggam tangan Luna membuat Luna menoleh.

"Ada Bibi di sini, kamu jangan takut," bisik Bi Surti.

Luna mengangguk dengan senyumannya, tidak lama kemudian Medina pun keluar dari dalam mini market dengan membawa dua buah minuman yang dia tenteng di tangannya.

"Kamu beli apa, sayang?"

"Aku hanya beli minuman dingin ini, soalnya aku haus banget."

"Oh."

Kai pun mulai melajukan mobilnya menuju rumah barunya itu, dan tidak membutuhkan waktu lama mereka pun sampai.

Luna dan Bi Surti memperhatikan rumah megah dan mewah itu.

"Kamar kalian ada di belakang, dan ingat tugas kalian hanya memasak dan mengurus rumah ini, jangan pernah kalian mengurusi kehidupan pribadi kami," ketus Medina.

"Baik, Nyonya," sahut Luna dan Bi Surti bersamaan.

Medina dan Kai pun menaiki tangga menuju kamar pribadi mereka, begitu pun dengan Luna dan Bi Surti yang masuk ke dalam kamar mereka masing-masing.

Luna duduk di ujung ranjang. "Ya Allah, kuatkanlah hati hamba untuk menjalani semua ini. Nak, kamu harus kuat ya, kita berjuang sama-sama karena untuk saat ini hanya kamu yang menjadi penguat Mama," gumam Luna dengan mengelus perutnya.