Aku Tergoda Pembantu Seksi

Tanpa pikir panjang, aku langsung memakai kembali pakaian ku yang teronggok di atas lantai.

Setelah selesai, aku menulis sesuatu di kertas HVS putih, aku menulis pesan untuk Ayu. Agar kalau dia bangun dan mendapati diriku tak ada di sisi nya, ia tak merasa kehilangan.

''Maaf Sayang, malam ini Mas harus kembali ke rumah Namira,'' Aku mengecup pelan kening serta perut istri kedua ku, lalu aku meninggalkan kamar dengan berat hati.

Iya, aku akan pulang ke rumah Namira, aku harus pura-pura baru tiba di rumah. Kebetulan jarak rumah yang di tempati Ayu dan jarak rumah yang di tempati Namira tidaklah terlalu jauh.

Aku sudah mengirim pesan kepada Pak Toni, agar dia mengatakan kalau aku sudah pulang ke rumah. Aku harap Namira tidak menuduhku yang bukan bukan.

Setelah mengendarai kendaraan roda empat milikku dengan jarak yang tidak terlalu jauh, akhirnya aku sampai di tempat tujuan.

Aku langsung saja memasukkan mobil ke dalam garasi, setelah itu aku masuk lewat pintu utama.

Untung saja aku membawa kunci cadangan, jadi aku tidak perlu repot-repot berteriak memanggil pembantu rumah tangga kami yang baru.

Setibanya aku di dalam rumah, aku langsung saja masuk ke dalam kamar, benar saja, tidak aku lihat keberadaan Namira di dalam kamar.

Aku melepaskan pakaian ku dengan cepat, lalu membersihkan diriku di kamar mandi. Jangan sampai saat Namira sudah pulang, ia mendapati aroma parfum wanita di tubuh ku. Sekalian juga aku akan mandi wajib, karena tadi aku sudah berhubungan badan dengan Ayu.

Setelah selesai mandi, lagi-lagi Namira belum pulang juga. Ada setitik rasa cemas yang aku rasa. Aku melihat jarum jam yang terdapat di atas nakas, jarum jam sudah menunjukkan di angka satu dini hari.

Karena tidak ingin terus mencemaskan Namira, akhir nya aku memutuskan untuk menghubungi dirinya.

Hanya dengan sekali panggilan, Namira langsung mengangkat panggilan dari ku.

''Kamu lagi ada di mana Sayang?'' tanyaku.

''Aku lagi dijalan menuju rumah, Mas,'' jawabnya.

Setelah itu aku langsung saja memutuskan panggilan begitu tahu Namira akan segera pulang. Aku lalu memakai piyama tidur, duh, mata ku sudah sangat berat rasanya, tapi aku harus menunggu Namira pulang dulu.

Dan benar saja, tidak lama setelah itu Namira tiba di rumah. Aku berusaha bersikap sesantai mungkin.

''Kamu dari mana saja malam-malam begini? Kamu bikin Mas khawatir saja,'' kata ku lembut. Aku memegang kedua bahu Namira, menatap wajahnya lekat.

Tunggu, aku melihat netra Namira sedikit merah seperti habis nangis, apa benar Namira tadi nangis? Tapi kenapa dia nangis?

''Aku tadi habis makan malam bersama teman-teman aku, Mas. Lalu setelah itu aku mampir ke perusahaan kamu, niatnya sih aku pengen nemenin kamu lembur, eh, tahu nya kamu sudah pulang duluan,'' kata Namira, ia tersenyum tipis.

Syukurlah, ternyata Namira belum mencium bau bau pengkhianatan yang aku lakukan kepada nya.

Setelah itu kami berbaring di atas kasur king size, aku langsung saja memejamkan mataku yang terasa berat.

***

Pagi harinya, setelah bangun tidur, aku kesulitan mencari ponselku, perasaan tadi malam aku meletakkan ponsel ku di atas nakas, lalu kenapa tiba-tiba jadi hilang begini? Apa jangan-jangan Namira yang mengambil ponsel ku? Oh tidak, jangan sampai Namira membaca chat antara diriku dan Ayu yang lupa aku hapus.

Aku turun dari ranjang, lalu berjalan ke luar kamar, sepertinya Namira sedang berada di dapur.

Dan benar saja, Namira terlihat sudah segar dengan rambut nya yang basah, sepertinya Namira sudah mandi pagi. Sekarang Namira sedang membantu pembantu baru kami memasak.

''Lho, kamu kok ke dapur, Mas. Sana gih mandi dulu,'' kata Namira ketika menyadari aku menyusul nya.

''Kamu bauk,'' sambung nya lagi seraya menutup hidung dengan jari jempol dan telunjuk.

''Sayang, kamu lihat ponsel Mas tidak?'' tanyaku kikuk. Aku takut Namira sudah membaca semua chat antara aku dan Ayu. Chat yang tentunya sangat romantis. Bisa habis aku.

''Lihat,'' ucapnya santai.

''Di mana?'' tanyaku.

''Tuh, di lemari tempat pengisian daya, sudah aku cas, karena udah lobet tadi,'' jelasnya, dan aku merasa lega.

Setelah itu aku kembali ke kamar dengan ponsel sudah berada di tangan. Aku menyalakan ponsel ku dan saat sudah menyala banyak pesan dari Ayu yang belum aku baca.

[ Iih kok kamu pergi begitu saja, Mas, kamu jahat! Setelah puas menikmati tubuh ku lalu kamu kembali lagi ke rumah Mbak Namira. Padahal malam ini 'kan jatah aku, ]

[ Pokoknya nanti malam aku tidak mau tahu, kamu harus menginap sama aku. Jadi suami itu yang adil dong, ]

[ Nanti sebelum ke kantor kamu mampir di sini, ya. Aku dan anak kita pengen mencium aroma tubuh mu yang menenangkan, ]

Aku tersenyum membaca deretan pesan yang dikirim oleh istri muda ku. Ayu ada-ada saja.

''Kamu kok senyum senyum sendiri, Mas. Emang lagi baca pesan dari siapa?''

Duarr!

Suara Namira berhasil mengagetkan aku, hingga hampir saja ponsel yang aku pegang terjatuh.

Namira perlahan berjalan ke arah ku, dengan cepat aku langsung menghapus pesan dari Ayu.

''Eh, ini Sayang. Mas habis baca chat di grup kantor. Para karyawan Mas ada saja bahan guyonan yang mereka kirim ke grup, hingga membuat Mas senyum senyum sendiri,'' kata ku.

''Oh begitu. Ya udah, sana buruan mandi, nanti kamu telat ke kantor. Aku siapkan pakaian kerja kamu habis itu aku tunggu kamu di meja makan,'' ucap Namira tersenyum simpul.

Dan aku pun meletakkan ponsel ku di atas nakas, lalu berjalan ke kamar mandi dengan handuk berada di pundak.

Syukurlah. Namira ternyata memang gampang sekali aku kibuli.

***

Sekarang aku sudah tiba di perusahaan setelah tadi aku mampir di rumah Ayu sebentar.

Saat aku sedang menandatangani beberapa berkas penting, tiba-tiba Siska masuk ke ruangan ku, Siska merupakan sekretaris pribadi yang telah lama bekerja dengan aku.

''Pak, nanti pukul 11 siang kita ada meeting di Restoran bintang lima, meeting sama perusahaan CAKRA grup,'' lapor Siska. Dan aku mengangguk kecil tanpa menatap nya.

''Pak,'' panggil nya lagi.

''Iya, Sis. Saya sudah dengar, sekarang kamu sudah boleh keluar,'' kata ku. Kini aku sudah menatap nya.

''Bukan begitu, Pak,''

''Apa ada yang ingin kamu bicarakan lagi?'' tanya ku.

''Iya, Pak. Bapak apa tidak berminat sama tawaran aku waktu itu, aku serius lho, Pak,'' ucapnya dengan tubuh meliuk-liuk. Siska merupakan wanita yang cantik dan masih lajang. Alasan dirinya masih lajang katanya ia tidak ingin menikah dengan pria manapun selain sama aku. Aneh memang. Tapi aku tak menyukai nya sama sekali.

''Tidak Sis, saya 'kan sudah jelaskan sama kamu kalau saya hanya mencintai istri saya,'' tekan ku. Siska dan para karyawan lain memang belum mengetahui perihal aku yang sudah menikah lagi. Mungkin di kira Siska, saat ini hanya Namira seorang istri ku.

''Bapak kok betah banget sih sama istri Bapak yang penyakitan itu, mana dia juga tidak bisa memberikan Bapak seorang anak,'' Siska berdiri dari duduknya, lalu ia menghampiri aku. Siska sepertinya semakin berani saja. Apa perlu saya pecat dia sekarang juga.

Tanpa bisa aku cegah, Siska langsung saja menjatuhkan pantat bulat berisi nya di atas pangkuan ku.

Ia melepaskan jas kerjanya, lalu bisa aku lihat dengan jelas, dua gundukan kenyal miliknya yang berdiri menantang. Karena Siska sudah melepas kancing bagian atas atasan yang ia pakai.

''Siska, minggir kamu, kamu jangan kurang ajar!'' bentak ku. Tapi sepertinya Siska tidak takut sama sekali.

Ia malah mengalungkan tangannya pada leher ku. Duh, mendadak saja udara di ruangan ku menjadi panas.

Bersambung.