Ketika takdir merenggut cintanya, Kania kembali diuji dengan kenyataa kalau dia harus menikah dengan pria yang tidak dikenal. Mampukah Kania menjalani pernikahan dengan Suami Pengganti, di mana dia hanya dijadikan sebagai penyelamat nama baik keluarga suaminya.
Kebahagiaan yang dia harapkan akan diraih seiring waktu, ternoda dengan kenyataan dan masa lalu orangtuanya serta keluarga Hadi Putra.
===
Kunjungi IG author : dtyas_dtyas
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dtyas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana Damar
Elvan sudah tiba di rumah, bahkan sudah berada di kamarnya dan tidak melihat Kania di sana. Namun, Elvan tidak peduli dengan tidak adanya Kania. Sampai Pak Lim menyampaikan bahwa Elvan dan Kania ditunggu untuk makan malam oleh Yuda dan Nela.
“Aku tidak tahu dia di mana,” sahut Elvan yang duduk sambil menyilangkan kakinya.
“Tuan besar ingin anda berdua hadir, jadi tolong hubungi Nona Kania,” ujar Pak Lim.
“Ah, merepotkan saja,” keluh Elvan yang langsung mengeluarkan ponselnya.
Elvan mengernyitkan dahinya menyadari dia tidak memiliki kontak Kania. Berdecak pelan lalu menghubungi seseorang.
“Halo, Bimo. Hubungi supir yang mendampingi Kania lalu minta segera pulang, sekarang!” titahnya penuh penekanan.
Bimo yang ada di ujung telepon hanya bisa berkata siap dan melakukan apa yang diperintahkan oleh Elvan. ternyata Kania baru saja tiba, karena terjebak macet. Wanita itu bergegas menuju kamarnya, berharap pria yang sudah resmi menjadi suaminya belum pulang.
Melihat tidak ada pergerakan, Kania pun menuju toilet.
“Dari mana kamu?” tanya Elvan sambil berdiri di depan pintu walk in closet.
Kania menengok kiri dan kanan lalu menoleh.
“Kamu tanya ke aku?”
“Menurut kamu? Memang di sini ada manusia lain yang bisa aku tanya?”
Kania menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil mengingat apa yang pernah Elvan katakan ketika mereka melewati proses ijab qabul.
“Bukannya kamu pernah bilang untuk mengurus hidup masing-masing, artinya tidak perlu saling mencampuri apa yang sedang akan aku lakukan,” seru Kania.
Elvan terkekeh mendengar penuturan Kania sama persis dengan ultimatum yang pernah dia sampaikan.
“Jangan terlalu percaya diri, aku bertanya bukan peduli tapi Papa dan Mami sudah menunggu di bawah. Seharusnya kamu ingat aturan rumah ini, kamu sekarang menantu keluarga Hadi Putra jangan bertindak seperti gelandangan yang tidak tahu pulang,”seloroh Elvan dan cukup menohok juga merendahkan Kania.
Elvan berlalu meninggalkan Kania yang masih terpaku. Rasanya wanita itu ingin memberikan tendangan pada bagian bawah tubuh Elvan dari pada membalas dengan umpatan atau makian.
“Dasar pria plin plan. Aku sumpahin kamu setelah setahun ini malah merengek agar pernikahan ini tidak berakhir.” Kania tidak tahan untuk tidak membalas Elvan.
Saat ini Kania, Elvan dan kedua orangtua Elvan sudah berada di meja makan. Karena kepulangan Kania yang terlambat membuat kedua orangtua itu harus menunggu. Tentu saja Kania sudah meminta maaf dan saat ini dia menikmati makan malam tanpa berani menatap Yuda ataupun Nela.
“Hei, Kania,” panggil Nela.
Sepertinya Kania masih dalam lamunan merutuki kebodohannya yang memperlambat rencana untuk pulang. Elvan sempat mendengus kesal karena Kania mengabaikan panggilan Maminya, sampai-sampai dia menyenggol kaki Kania dengan kakinya. Kania refleks mengangkat wajahnya.
“Apa yang kamu kerjakan sampai pulang terlambat?” tanya Nela.
“Hm, aku rasa apa yang aku kerjakan hari ini tidak akan menarik untuk kalian,” jawab Kania.
“Belum tentu, sampaikan saja,” ujar Nela lagi. Dia hanya memancang menantunya agar mau bicara dan menutup diri. Bagaimanapun keluarga Hadi Putra sebenarnya berhutang budi dengan Kania.
“Aku mengerjakan beberapa buket dan karangan bunga,” sahut Kania lirih.
“Karangan bunga? Maksudmu karangan bunga ucapan yang biasa ada di pesta atau rumah duka?”
“I-iya,” sahut Kania.
“Wow, aku tidak tahu kamu ada memiliki keterampilan itu.”
Elvan terkekeh. “Mami terlalu berlebihan, keterampilan yang menarik itu kalau dia atlet, penerjemah bahasa atau dokter,” tutur Elvan sambil menatap Kania.
“Tapi kamu harus ingat, kami mengizinkan kamu ke luar bukan untuk bebas tidak jelas,” seru Yuda. “Kalau kamu memang butuh kesibukan, kami bisa mencarikan aktivitas lain,” ujarnya lagi.
“Kalaupun saya tidak diperkenankan untuk bekerja, berikan saya waktu satu minggu,” pinta Kania karena baginya Adam Flower adalah keluarga juga.
Sedangkan di tempat berbeda, Damar menggerakan jarinya di atas meja sambil mendengarkan informasi mengenai Yuda Hadi Putra.
“Putranya baru saja menikah, sedangkan putri dari istrinya yang sekarang masih menempuh pendidikan.”
“Lukas,” panggil Damar.
Pria yang bernama Lukas pun duduk di depan meja Damar tanpa rasa hormat dan sungkan dengan pria itu.
“Berikan sedikit kejutan pada Yuda dan dekati menantunya,” titah Damar.
“Sejauh mana aku boleh mendekatinya?”
“Kita lihat dulu, apa reaksi mereka. Paling tidak buat mereka menyadari kalau aku sudah kembali,” ungkap Damar sambil mengepalkan tangannya.
Lukas mendapatkan foto dan identitas Elvan serta istrinya, pria itu pun tersenyum melihat foto Kania. “Sepertinya tugasku kali ini akan sangat menarik,” ujar Lukas.
...***...
“Loh, kenapa berhenti,” tanya Kania karena Abil menghentikan mobilnya yang akan menuju ke Adam Flower.
“Ada mobil berhenti di depan, agak menghalangi jalan dan sepertinya mogok. Mbak Kania tetap di sini, biar saya yang periksa,” seru Abil yang kemudian turun dari mobil.
Melihat Abil yang agak lama bicara dengan pemilik mobil posisinya memang menutup akses untuk bisa lewat. Saat ini mereka berada di jalan alternatif yang kebetulan tidak terlalu ramai pengguna yang berlalu lalang. Kania memutuskan keluar dari mobil.
“Masih lama?” tanya Kania. Abil dan pemilik mobil yang sedang menatap isi kap mesin yang terbuka pun menoleh.
“Mogok Mbak, kita putar balik saja,” usul Abil.
“Hm, boleh saya ikut ke bengkel terdekat, untuk panggil montir ke sini,” pinta pemilik mobil yang ternyata adalah Lukas.
Abil dan Kania saling tatap saat mendengar permintaan Lukas. Kania kemudian mengangguk pelan, karena sudah agak terlambat untuk tiba di Adam Flower. Tanpa wanita itu ketahui, ada yang mengabadikan momen tersebut, termasuk saat Lukas menaiki mobil.
Lukas sudah turun entah di jalan apa, yang jelas Kania tidak terlalu memperhatikan. Tiba di toko agar terlambat membuat Adam mengoceh yang di balas oleh Kania dengan menjulurkan lidahnya.
“Beresin nih karangan bunga. Dua jam lagi mau diambil,” titah Adam.
“Dua jam lagi? Nggak salah?” tanya Kania heran dengan spare waktu yang diberikan Adam.
“Nggaklah.”
“Tapi ini nggak akan bisa diselesaikan dalam waktu dua jam, Adam,” ungkap Kania.
“Bisalah, dasarnya udah beres. Layout juga udah, lo tinggal eksekusi aja,”
Kania pun tidak melanjutkan perdebatan, langsung melanjutkan apa yang sudah dimulai oleh rekan lainnya. Sudah dua jam berlalu, Kania masih merampungkan pekerjaannya.
“Dikit lagi kok Bang, tuh lihat aja.” Adam mengajak pemesan karangan bunga untuk melihat pesanan yang masih diurus oleh Kania.
“Nia, masih lama nggak?”
“Bentar, ini tinggal penuhi area ini,” jawab Kania sambil menyematkan bunga sebagai warna dasar di bantu oleh Adam. Pemilik karangan bunga pun masih berdiri tidak jauh dari posisi Kania.
"Oke, selesai. Ini mau di bawa sendiri atau diantar sih?" tanya Kania.
"Gimana Bang?" tanya Adam.
Kania menoleh dan mengernyitkan dahinya karena pria pemilik karangan bunga adalah pria yang mobilnya menghalangi jalan.
"Wah, kenapa kita ketemu lagi ya. Sepertinya sudah takdir," ujar Lukas. Kania hanya tersenyum lalu menoleh ke arah Adam yang sedang menatapnya penuh tanya.