Harap bijak memilih bacaan banyak ****** ****** dan kekerasan.
jangan lupa tinggalkan jejak like, komen, hadiah, dan vote supaya lebih semangat.
Bercerita Bhumi Mahadewa Mahendra, guru yang didesak menikah oleh ibunya katena ia khawatir putra kebanggannya memiliki penyimpangan orientasi seksual karena di usianya Yang ke 29 tahun Bhumi tidak pernah memiliki kekasih, padahal dinginnya sikap Bhumi karena kisah masa lalu keluarganya.
Disisi lain Shavara Nasution yang dikhianati Tunangannya setelah empat tahun berhubungan enggan memiliki kembali kekasih karena menurutnya cinta itu bullshit yang ada hanya nafsu birahi yang dipaksa Ibunya mencari pengganti mantannya alih-alih mendekam menangis mantannya yang jahanam itu.
Dua pribadi yang berbeda dengan luka masing-masing namun sikap yang apa adanya tanpa mereka sadari mereka saling menyembuhkan.
cover by pinteres
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taufan kamilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Kerinduan
❤️❤️❤️❤️❤️
" Pagi pak Dewa?"
" Pagi pak ganteng?"
" Pagi calon imam?"
Sapaan dari siswi yang berbau gombalan bukan hal baru baginya, Bhumi hanya meresponnya dengan senyum kecil seadanya sepanjang dirinya berjalan menuju ruang kerjanya.
" Akh, si4l. Kenapa juga gue harus pake lupa minta nomor telpon." Sungutnya saat menyandarkan diri di kursi kerjanya, ia menatap foto yang menjadi wallpaper ponselnya.
Satu-satunya kenangan yang dia punya dari pujaannya diambil saat gadis itu membeli pesanan saudaranya.
Sungguh ia amat sangat merindukan Shavara, dirinya dipusingkan oleh keteledorannya sendiri, beberapa hari ia tengah mencari solusi bisa agar bisa menghubungi Shavara.
" Mau minta nomornya ke ibu, tapi kok rasanya malu, ibu pasti ngeledek gue habis-habisan. Gak minta, gak tahu kapan ketemuannya lagi. Aaarrgghh,.…" Pekik tertahan Bhumi kesal.
Tok..tok ...
" Masuk."
Bian menongolkan kepalanya disela pintu." Bang ..." Panggil Bian. Ia menutup pintu dibelakangnya
Bhumi meletakan ponselnya di mejanya saat Bian masuk ruangan.
" Kenapa Yan?"
Bian duduk di kursi seberang Bhumi. Dari raut wajahnya dapat Bhumi rasakan Bian sedang gugup." Papa ingin aku mulai bantu di perusahaannya."
Mendengar perkataan Bian ekspresi Bhumi berubah dingin." Terus?" Tanyanya datar.
" Aku gak mau, itu bukan hak aku."
" Urusannya sama saya apa?"
" Abang gak minat ambil alih perusahaan? Papa udah mulai sakit-sakitan. Ini kayaknya mau disahkan dalam RUPS, bang."
" Gak minat, kami masih bertahan hidup tanpa uluran tangan dia." Tolak Bhumi.
Bian menunduk sedikit gusar." Bang, papa ingin ketemu kalian." ucapnya ragu-ragu.
" Tidak mau. Kami sudah anggap dia mati sejak tujuh belas tahun lalu ketika dia menuduh bayi dalam kandungan ibu saya bukan anaknya."
" Bang,..."
" Kalau hanya itu yang ingin kamu bicarakan, saya pikir urusan telah selesai, Bian. Pemikiran kami tentang dia tidak akan berubah." tega Bhumi.
Bian mengangguk." Maaf, telah mengganggu waktu Abang." Bian berdiri, matanya melirik ke ponsel Bhumi yang masih menyala.
" Apa itu perempuan yang dijodohkan Tante Rianti?"
" Hmm."
Bian mengambil ponsel itu, dan memandangi foto itu" Cantik."
" Punya saya, jangan diganggu." Sahut Bhumi cepat.
" Dih, siapa juga yang mau, aku udah punya Aira."
" Tapi Aira gak merasa punya kamu "
" Jleb..." Bian memeragakan orang yang tertusuk di dadanya.
" Sakit tapi gak berdarah."
" Hahaha..sudah masuk sana. Bisa bantu enggak kamu urusan percintaan saya." Bhumi mengambil ponselnya.
" Kalau aku bisa bantu?" .
" Saya traktir kamu di warung selama seminggu."
" Unlimited menu ya."
" Hmm."
" Awas jangan nyesel."
" Ck, bawel. Pergi sana." Usir Bhumi membuka pintu ruangannya.
" Iya iya."
Di koridor depan kantor guru Bian berpapasan dengan Aditya yang bermuka murung di pagi hari nan cerah ini.
" Woy, Dit. Napa tu muka lecek?"
" Sore, Yan." Jawaban Ditya tidak nyambung.
" Lha stres Lo."
" Gimana gak stres,..duit jajan gue dikurangi gara-gara gue kepoin hp kakak gue."
" Lagian Lo pake acara posesif segala." Bian menoyor kepala Aditya.
" Yan, sepulang sekolah ke rumah gue yak, bantu gue di rumah."
" Okay, tapi gue dikasih makan kan?"
" Gembel Lo." Hardik Aditya.
" Bian." Mereka berdua berbalik ke arah orang yang memanggil mereka.
Siena berlari kecil menghampirinya." Kata mama kamu jangan lupa hari ini pulang cepat karena ditunggu notaris di rumah."
" Tante apaan sih ngomong gituan di sekolah, gak tahu tempat banget." Ucap Bian kasar pada adik ibunya itu.
Bian sangat tidak menyukai tantenya itu, menurutnya Siena dan ibunya sama saja. Tidak tahu malu, dan serakah.
" Bian,..."
" Bilang sama mama, gue sibuk cari Tante girang buat nafkahi hidup gue." Bian mengajak Aditya pergi dari sana menuju kelasnya di lantai tiga mengabaikan tatapan bertanya dari Aditya.
" Adit." Panggil Arleta yang menghalangi pintu kelasnya saat Aditya dan Bian hendak masuk.
Aditya memandang malas gadis yang merupakan sepupu dari Aryo ini." Minggir."
" Adit, jangan karena mas Aryo putus dari kakak Lo, lantas lo benci gue. Itu gak adil." melas Arleta.
" Eh ganjen preak, emang kapan gue suka sama Lo, sejak dulu gue juga ilfeel sama Lo, cuma gue tahan karena lo sepupu tunangan kakak gue. Sekarang gak ada lagi alasan gue nahan kegedekan gue sama Lo." Ucap Aditya julid.
" Adit, gue tulus temenan sama Lo..."
" Cih, boong banget. Kita tahu Lo deketin si Adit karena dia deket sama pak Dewa, orang yang Lo taksir." Bukan Aditya yang menjawab, tetapi Ajis yang datang bersama Leo dari belakang Aditya.
" Minggir Lo. Jangan cari muka di kelas ini untuk minta dukungan jadi pacarnya pak Dewa karena kelas ini solid nolak Lo calon kandidat makmum pak Dewa." Ajis mendorong Arleta kesamping.
" Gak bisa gitu ..."
" Arleta, ngapain lo di sini?" Teriak Aira galak berlari kecil dari belakang Bian.
Teriakan Aira membuat mereka menjadi perhatian murid-murid yang lewat.
" Lo lagi ngerayu Bian gue ya setelah ditolak pak Dewa." Aira memeluk manja lengan Bian yang tersenyum padanya
" Dih males banget gue sama modelan bakicot kayak dia." Cibir Arleta.
" Dih, sok cantik. Siapa juga yang mau sama Lo modelan diskonan gratis." Bian memandangi pakaian ketat Arleta.
" Kalian sedang apa kumpul di depan pintu, bel masuk udah bunyi." Bhumi berdiri diantara mereka.
" Pak Dewa, calon imam akuuuu..." Aira langsung nemplok manja memegang lengan Bhumi, mengabaikan Bian yang mencibirnya. Sedangkan yang lain menertawakan kecemburuan Bian.
Saat Arleta hendak mendekat, Bhumi menghalangi dengan menepuk buku tebalnya di kepala Arleta sejangkauan tangan panjangnya.
" Jauh, jauh kamu jin Iprit." Seru Bhumi, yang mendengarnya tertawa terbahak-bahak.
" Hahahaha, emang ada pak jin Iprit pake baju kurang bahan?" Ujar murid yang menonton.
" Ada, jin mesum." Jawab Bhumi.
" Leo bawa piaraan kamu ke kelasnya, 5 menit balik ke kelas, kalau terlambat kita ulangan." Titian Bhumi.
Leo langsung menyambar tangan Arleta yang menolak, dan menariknya ke kelasnya yang berada berjarak tiga kelas dari kelasnya.
" Bian anter pawang kamu ke kelasnya, dalam waktu 10 menit harus udah balik ke kelas atau kalian sekelas mengerjakan 25 soal dalam waktu satu jam. Yang lain masuk." Ucap Bhumi membubarkan kerumunan di depan pintu.
" By, kita balik. Ini demi kepala aku supaya gak botak gara-gara mikirin soal fisika." Bian menarik Aira yang cemberut berlari menuruni tangga ke lantai dua.
" Lagian itu guru ganteng jadi jadi orang kok sadis amat." satu diantara sekian Omelan Aira sepanjang jalan yang tidak diladeni Bian.
karena akan menjadi urusan yang panjang dan melebar kalau diladeni yang ujung-ujungnya dia bakal tetap mengerjakan soal. yang akhirnya dia akan diserbu teman satu kelasnya.
^^^^^
Bel pulang sekolah sudah berbunyi sedari tiga puluh menit yang lalu, namun seperti kebiasaannya Bhumi masih betah di ruang kerjanya memeriksa hasil belajar siswanya.
Bhumi tidak pernah membawa pekerjaan ke rumah, baginya di rumah waktunya untuk ibu dan adiknya mengisi kekosongan sosok kepala rumah tangga sejak ayahnya meninggalkan mereka demi wanita yang lebih muda dari ibunya.
Drrt...drrtt....
Bhumi menjawab panggilan dari Wisnu." Hallo, ada apa?" Jawabnya malas.
" Ck, hangat sekali menjawabnya, bro." Sindir Wisnu.
" Ada apaan?"
" Ke resto Lo sekarang juga."
" Nanggung, 20 menitan lagi ya."
" Ck, sekarang. Gue sendiri aja ni di sini."
" Lagi kencan buta Lo?"
" Kagak elah. Gue tunggu 10 menit dari gue tutup telpon."
Klik...
Bhumi menaruh kesal ponselnya, ia bergegas membereskan barang-barangnya.
Drt...drt...
Kali ini sambungan dari Bian, Bhumi menghela nafas malas, sebenarnya dia malas menjawab VC dari Bian, tapi kalau dia tidak menjawab anak satu itu akan terus menerornya.
Ia menggulirkan tombol hijau. Dan meletakan ponselnya di atas meja." Sebaiknya ini hal yang penting Bian?"
" Tebak aku di mana?" Bian menyalakan kamera ponsel bagian belakang menelusuri setiap pojok kamar asing.
" Di rumah nenek kamu." Jawab Bhumi ngasal, sambil melanjutkan membereskan buku-buku ke dalam ranselnya.
" Tebak yang serius, kalau bapak ngasal aku pastiin bapak nyesel."
Bhumi memasang mimik malas yang tidak disembunyikan mengikuti instruksi Bian agar video call ini segera usai.
Kamera diarahkan ke foto besar di atas sandaran ranjang.
Foto gadis cantik berupa close up wajah tersenyum manis.
Bhumi terperangah." Berhenti. Bian, stop di foto itu." Teriak Bhumi. Bian sengaja menggerak-gerakkan kamera ke arah lain.
Di belakang kamera terdengar tawa Bian yang terbahak puas.
" BIAAANN..." Teriak Bhumi geregetan karena keusilan Bian.
" Lo kenapa sih Yan? Bukannya bantu gue malah main." Omel Aditya yang tertangkap kamera.
" Diem Lo, ini demi perut kita ini. Udah sih bagi tugas." Balas Bian masih mengarahkan kamera secara acak.
" Bian, kalau kamu main-main, perjanjian batal." Ultimatum Bhumi membuat Bian menghentikan keusilannya.
Kini kameranya mengarah ke foto tersebut, foto Shavara gadis yang sedang membuat Bhumi gundah menahan rindu untuk pertama kalinya dalam seumur hidupnya.
" Bian, kamu di rumah siapa?"
" Tebak, ini rumah siapa?" Bhumi memejam mata menahan emosi, rupanya keusilan Bian belum usai.
" Bian, kalau kamu...."
Tek...
Ponselnya menggelap, sambungan terputus. Bhumi segera menghubungi Bian, ternyata non aktif.
" Aaarrggh....banyak laga sih ini anak." Bhumi merasa kesal yang teramat sangat saat ini.
Tok..tok...
" Pak, pak Dewa. Apa bapak baik-baik saja?" Ucap Siena dibalik pintu yang terkunci.
Mendengar suara satu orang itu menambah besar emosi Bhumi. Dia tahu Siena pasti sedang menunggunya berharap diantarkan pulang.
Ceklek...
Bhumi membuka pintu, tepat saja Siena berdiri di depannya.
" Bapak .."
" Saya baik-baik saja, Bu. Permisi saya buru-buru pulang." Potong Bhumi langsung meloyor pergi dengan langkah besar.
" Ee..h pak Dewa bisa sekalian..." Ucapan Siena tidak dilanjutkan karena Bhumi sudah menghilang di belokan kiri pintu.
" Gagal lagi..gagal lagi." Gumamnya sedikit kesal. Demi Bhumi dia rela setiap harinya pulang terlambat dengan harapan mereka berakhir pulang bersama, namun sampai saat ini belum berhasil.
^^^^^
" Dit, gak Apa-apa kita masuk ke kamar kakak Lo?" Tanya Ajis.
Sepulang sekolah, Aditya memaksa para sahabatnya main ke rumahnya dengan iming-iming traktiran futsal satu kali main.
Mereka penggila futsal dan gratisan langsung menyanggupi walau belum tahu tujuan Aditya berubah menjadi baik.
" Dia yang nyuruh." Aditya membuka kamar bercat pink soft itu.
" Wow, rapih bener." Gumam Leo takjub dengan tata letak perabotan yang apik
" Wangi lagi." Komentar Bian.
" Asli sih harus jadi bini gue." Celetuk Devgan.
" Amit-amit Dev, amit-amit." Tolak Aditya ngegas.
" Gak bakal rugi Lo iparan sama gue, tajir, iye. cakep, jangan dikata."
" Bacot Lo berisik, Dev. Ini kita ngapain di sini?" Dengan ragu-ragu Ajis masuk kamar.
" Jangan ada yang sentuh ranjangnya." Peringatan Aditya saat melihat Devgan hendak meloncatkan diri ke atas ranjang.
Devgan cemberut sambil bersungut-sungut.
" Kita ngapain di sini?" Ucap Bian yang masuk terakhir mengamati kamar yang cukup luas.
" Nyari dokumen pendirian perusahaannya si br3ngsek Aryo." jawab Aditya.
" Terus kakak Lo yang megang?" Tanya Leo, Aditya mengangguk.
" Iya, sedari awal kakak gue yang bantu itu perusahaan berjalan ampe sesukses sekarang, mana paham si Aryo ngurus kayak gituan. Pas sukses, kakak gue ditendang." Ucap Aditya geram.
Bian berkeliling ke setiap sudut ruangan, saat matanya melihat foto wanita cantik dengan mengulum senyum berukuran besar yang digantung tepat di kepala ranjang, matanya membelalak lebar.
Itu foto yang dipasang menjadi wallpaper ponsel Bhumi.
" Dit, itu siapa?" Tanya bian menunjuk foto.
" Kakak gue, yang kemarin diselingkuhi tunangannya." adiya masih fokus mencari kardus yang berisi tumpukan barang Aryo sesuai petunjuk Shavara.
Leo, Devgan, dan Ajis menatap foto itu. Mengamatinya secara seksama. Mereka merasa pernah melihat....
Mata mereka membulat besar saat menyadari sesuatu." Dit, itu kakak Lo yang diputusin di restonya pak Dewa, kan?" Heboh Ajis.
" Yang ditikung sama sahabatnya." Timpal Leo.
" Mereka udah tunangan, terus dia selingkuh sama sahabatnya? Ed4n pasti tu cowok." Sungut Devgan.
" Udah cantik gitu, dikhianati. Mana selingkuhannya enggak banget." Rutuk Leo.
" Kalian kok bisa tahu sedetil itu?" Tanya Aditya heran.
" Ya kita tahu lah. Mereka berdua di resto mesum, gak modal sewa hotel kayaknya." Jawab Devgan.
" Mesum gimana?"
" Noh di Bian punya videonya." Tunjuk Ajis.
" Yan, woy...Yan..." Panggil Aditya dengan keras.
" Apa?" Jawab Bian tidak kalah sewot.
" Mana video selingkuhan si mantan kakak gue."
" Nanti aja sih."
" Sekarang." Brian langsung memberikan ponselnya.
Aditya mode serius bukanlah sosok yang bisa diajak kompromi.
" Yang lain kerja nyari itu dokumen." Titah Aditya sambil membuka galeri ponsel.
" Enggih Doro." Cibir Ajis atas sikap ngebossy Aditya.
Sepanjang 15 menit Aditya menonton tindakan senonoh Aryo dan Monika, sepanjang itu juga sumpah serapah dilontarkan dengan lancar olehnya.
Saking marahnya Aditya melempar ponsel itu ke atas ranjang.
" Hp belum lunas gue." Teriak Bian.
" Lebay Lo, orang jatuhnuaa di kasur." Cibir Leo.
" Si4lan si buluk budvk. Gue masukin ke gilingan daging keluar jadi sosis tu orang." Geram Aditya menon-jok angin.
Daripada meladeni kemarahan Aditya, Bian memilih menelpon Bhumi atas apa yang dia temui.
❤️❤️❤️❤️❤️
" Guys, anter gue ke restoran tempo hari itu yuk" ajak Shavara saat mereka keluar dari perpustakaan.
Mira yang berjalan di sampingnya terkaget atas ajakan tersebut." Tumben, biasanya diajak juga gak mau." Ledek Bima.
Shavara nyengir kuda menanggapi ledekan itu. Pasca kejadian memalukan itu Shavara tidak pernah mau setiap kali para temannya mengajaknya ke restoran itu.
" Aryo ngajakin ketemuan buat ngasih dokumen pendirian perusahaan dia. Ya gue bilang aja ketemuan di restoran itu."
" Seriusan? Si cowok gak tahu malu itu masih punya muka minta tolong Lo?" Tanya Mira geregetan.
" Sama si monik-nya enggak?" Tanya Berliana.
" Gak tahu."
" Kalau dia ngajak balikan, Lo tolak." Ujar Bima.
" Aduh Bima, otak Lo kejauhan. Ini cuma sebentar ngasih dokumen doang udah gitu udah pulang." Kesal Shavara yang terus menerus merasa diintimidasi oleh Bima.
" Ck, Lo jangan terlalu polos,Var. kemungkinan itu akan ada." Sahut Kenzo.
" Iya..iya..gue tolak. Lagian gue udah gak cinta lagi sama dia."
" Sekarang Lo bisa ngomong gitu, pas ketemu orangnya oleng Lo." Cibir Bima.
" Ya udah makanya kita kawal. gue booking tempatnya dulu." Ujar Berliana.
" Terserah Lo aja Na. Gue mah bebas."
Sambil menenteng ranselnya Bhumi memasuki restoran dengan wajah yang ditekuk.
" Kenapa hidup Lo, kelihatan suram banget." Tanya Wisnu saat Bhumi menaruh ranselnya dengan kasar di lantai lalu duduk di kursi hadapannya.
Wisnu memilih meja di dalam tepat dekat dinding kaca yang mengarah ke depan.
Bhumi menggeleng, " gue punya murid kebangetan jailnya. Pusing gue."
" Kenapa lagi? Gue udah pesenin Lo kopi item sama roti bakar." Ucap Wisnu.
Bhumi mengangguk." Thanks. Bian, udah berhasil nemu perempuan yang gue cari itu, Nu. Tapi bukannya langsung ngomong, malah mainin gue sampe akhirnya batere hpnya mati. Kampret emang tu anak." Sengit Bhumi.
Wisnu menertawainya.
" Lo tahukan susahnya gue nyari itu cewek? pas dapet malah jadi mainan murid gue."
" Btw, tumben Lo milih duduk di dalem. Biasanya di teras." Tanya Bhumi.
" Gue kesini mau ngawasin adik gue yang akan ketemuan sama mantannya. Gue takut adik gue kumat begonya.
" Khawatirnya laki itu minta balikan, nanti dia mau-mau aja mengingat bulolnya dia waktu mereka bersama."
Wisnu menunjuk ke luar ke arah Shavara yang baru datang bersama temannya.
" Di sini aja Lo duduknya, Var." Ujar Mira di meja kedua paling kanan.
" Kita di sana." Tunjuk Berliana pada meja di depannya.
" Ingat, kalau dia minta balikan, Lo tolak. Kalau bisa Lo tonjok muka jeleknya itu." Provokasi Bima.
" Iya..iya..bosen gue dengernya." Gerutu Shavara yang merasa telinganya pengang karena ocehan Bima.
Ramainya pengunjung di jam makan malam ini berhasil membuat Shavara gugup. Untuk kesekian kalinya Shavara melirik jam tangannya.
Sudah 15 menit dia menunggu namun sosok Aryo belum juga muncul.
Jantung Shavara berdetak kencang saat Aryo datang mengenakan kemeja biru langit dan celana bahan navy pemberiannya saat ulang tahun-nya enam bulan lalu.
Aryo mendatangi mejanya sambil tersenyum lebar, senyum yang selalu membuat Shavara hanyut dalam euforia.
" Maaf, terlambat. Tadi meeting dulu." Aryo duduk di samping Shavara tanpa sungkan.
Shavara mengangguk." Iya, gak apa-apa. Udah biasa."
Aryo tersenyum hambar mendengar sindiran itu, saat mereka masih bersama, dirinya memang selalu datang terlambat jika janjian.
" Udah pesan?" Tanya Aryo.
" Udah, ini " tunjuknya ke segelas cappucino.
" Aku, di pesanin apa?" Tanya Aryo.
" Belumlah."
Aryo sejenak tertegun, biasanya Shavara selalu memesankan juga untuk dirinya.
" Dulu kamu selalu pesenin buat aku."
" Dulu. Waktu kamu belum khianati aku." Balas Shavara langsung.
Tidak ingin berlama-lama dengan Aryo Shavara masuk ke inti pembahasan.
" Dokumen kamu masih di jalan, Adit lagi nganterin."
" Gak kamu bawa sekalian?"
" Gak sempat, kamu mintanya dadakan, hari ini aku padat kuliahnya." alibi Shavara.
" Biasanya kamu selalu memprioritaskan kepentingan aku." Ucap Aryo terdengar sedikit sedih.
" Bisa gak jangan bahas dulu. Aku merasa bego." Ucap Shavara tersulut emosi.
Entah mengapa Aryo yang selalu mengingatkan masa lalu membuatnya marah.
Aryo duduk menyamping menghadap Shavara, mata sayunya memperlihatkan penyesalan. " Var, aku minta maaf, andai waktu bisa diputar aku ingin memperbaiki semuanya." ucapnya lembut.
" Vara, sekarang aku sadar, kalau aku gak bisa tanpa kamu. Aku sadar aku terlalu bergantung sama kamu. Vara, aku masih mencintaimu." Ucap Aryo sungguh-sungguh dengan raut melasnya.
Shavara tertegun, ia merindukan moments-moments romantis yang diciptakan Aryo.
Perkataan cinta yang Aryo ucapkan selalu berhasil membuatnya luluh.
Shavara menunduk sambil memilin erat tangannya, ia diambang keraguan. Ia akui ia lemah, ia mulai goyah.
Aryo tersenyum culas meski kecil namun masih nampak saat menyadari dirinya masih bisa mempengaruhi Shavara.
Dia bisa melihat Shavara peranh bathin karena kata-katanya barusan. Tidak percuma dia melatih diri menunjukan wajah melas sebelum datang kemari.
Aryo menarik lembut satu tangan Shavara, membawanya ke dadanya lalu ia kecup dengan khidmat.
" Shavara, aku ingin kita kembali." Ucap Aryo sambil menatap Shavara hangat
Di dalam, Bhumi yang melihat adegan itu mengetatkan rahangnya karena cemburu.
Tangannya mengepal kuat di atas pahanya dibawah meja, ia ingin menarik membawa Shavara menjauh dari b4jingan itu.
Shavara membalas tatapan Aryo, ia rindu wajah dengan senyuman manis in." Aryo., aku...."...
Yuk habis baca like, komen, vote, hadiah, dan juga share ya .
baca karya aku yang lainnya juga ya
kamu ngapain nyuruh Bhumi baik ma Arleta, klo lihat sikap baik Bhumi ke Leta bikin kamu bengek
kasihan Arleta... jiwanya sakit karena perlakuan menyakitkan dari ke2 ortunya yg egois
sava, biar g nangis diledekin mama, bsok lagi jangan mikir yg ngadi ngadi. malu kan... nangis kejer, tnyata salah sangka kamu aj
sava, belajar mengungkap apa yg kau mau dg jelas. saat ini kamu g lagi berhadapan dg aryo. ingat va, bhumi beda dg aryo