Memuaskan Nafsu Kakak Ipar

Brian kemudian menghidupkan mesin mobilnya lalu melajukan nya ke rumah mereka. Setibanya di rumah, Brian langsung menyuruh Cella untuk segera beristirahat. Ia tidak mau jika terjadi apa-apa kepada kandungan Cella yang diyakini adalah darah dagingnya.

***

Hingga sore hari, Cella masih betah untuk tiduran di kamarnya. Saat ia tengah tertidur pulas, Boy, yang baru saja tiba di rumah langsung membangunkan sang istri dengan ciuman yang cukup lama di keningnya.

Cella sempat kaget, untung ia segera membuka mata sebelum menebak siapa yang datang tiba-tiba masuk ke kamar dan menciumnya.

"Boy?" panggil Cella lembut.

"Iya sayang, ini alu Boy. Kamu apa kabar? Maaf ya aku sudah membangunkan mu," jawab Boy kemudian menaiki ranjang lalu berbaring memeluk istrinya itu.

"Tidak apa-apa sayang. Kamu kapan pulang?" tanya Cella menghadapkan tubuhnya ke hadapan Boy.

"Baru saja. Cella, aku kangen kamu," jawab Boy memperat pelukannya.

Seketika itu juga, Cella langsung mual dan mendorong tubuh Boy, lalu bangkit menuju wastafel yang ada di kamar mandi.

"Kamu kenapa? Kamu sakit ya? Aku antar ke rumah sakit ya," tanya Boy mencemaskan Cella.

"Nggak Boy, nggak perlu. Aku baru saja kembali dari klinik di temani oleh kak Brian," jawab Cella lalu mual lagi.

"Kak Brian? Apa dia tidak bekerja?" tanya Boy lumayan kaget.

"Enggak, tadi pagi dia baru saja tiba di rumah, kebetulan aku pusing, lalu dia langsung mengantarku menuju klinik terdekat," ucap Cella berbohong.

"Oh gitu. Lalu apa kata dokter? Apa kamu baik-baik saja?" tanya Boy kembali ke topik pembicaraannya.

"Aku baik-baik saja Boy. Hanya saja.... Dokter mengatakan aku positif hamil," jawab Cella menatap Boy. Ia ingin mengetahui, bagaimana ekspresi Boy saat mengetahui kehamilannya.

"Aa.. Apa? Kamu.. Kamu hamil? Kamu pasti bercanda kan sayang?" tanya Boy tak percaya jika istrinya akan hamil.

"Aku serius Boy. Kamu tidak suka kah jika aku hamil?" jawab Cella kembali bertanya.

"Aku suka Cella, bahkan aku sangat senang. Aku hanya kaget dan tak menyangka jika aku akan segera menjadi seorang Ayah," jelas Boy dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

"Lalu, kenapa matamu berkaca-kaca begitu Boy?" tanya Cella penasaran.

"Aku.. Aku terharu sayang. Terima kasih ku telah bersedia hamil anakku. Jaga kesehatanmu dan calon buah hati kita ya. Jika kamu mau sesuatu, katakan saja kepadaku," jawab Boy merasa sangat senang sekali atas kehamilan istrinya.

'Maafkan aku Boy, aku sendiri tidak yakin jika ini benar-benar anakmu,' batin Cella menatap suaminya.

"Makasih Boy. Kamu memang suami terbaik," balas Cella tersenyum.

"Cella, berarti kita tidak bisa dong melakukannya sekarang, tanya Boy yang sudah rindu akan tubuh sang istri.

"Bisa saja, tapi kamu harus lebih pelan dan lembut," jawab Cella mengusap kepala sang istri.

"Baik boss," jawab Boy langsung mencium sang istri bertubi-tubi.

Setelah puas bermain ranjang bersama Cella, Boy kemudian tidur, karena ia terlalu lelah.

Sedangkan Cella langsung membersihkan tubuhnya, karena ia harus memasak makanan untuk sang suami tercinta.

Saat sedang memasak, Brian tiba-tiba datang untuk membantu Cella.

"Kamu duduk saja. Biar aku yang memasak makanan untuk Boy," ucap Brian mengambil alih pisau di tangan Cella.

"Gak usah kak. Biar aku saja," jawab Cella keberatan.

"Aku tidak mau anak di dalam kandungan mu kenapa-kenapa. Lebih baik kamu duduk saja di sana," balas Brian mulai menggantikan pekerjaan Cella.

"Kalian sedang apa?" tanya boy yang tiba-tiba saja datang entah dari mana.

"Boy, aku.. Aku..," jawab Cella gugup.

"Boy, katakan pada istrimu ini untuk tidak sungkan pada kakak iparnya sendiri. Dia sedang hamil, jadi kakak memutuskan untuk menggantikan pekerjaannya saat ini," pungkas Brian santai.

"Cella sayang, kak Brian benar, kamu tidak perlu sungkan dengannya. Kamu sedang hamil darah daging penerus keluarga kami. Kami benar-benar mengharapkan anak itu lahir dan tumbuh sehat. Jika kamu membutuhkan sesuatu saat aku tidak berada di rumah, kamu bisa memintanya kepada kak Brian," ucap Boy mengusap kepala sang istri.

"Ba.. Baiklah Boy," jawab Cella menghela nafas.

'Andai kamu tau Boy, kakak mu seperti ini karena dia merasa yakin jika aku hamil darah dagingnya,' batin Cella.

.

.

"Selesai. Boy, makanlah, makanan mu sudah selesai. Kakak mau pergi keluar dulu untuk menemui teman-teman kakak," pamit Brian meninggalkan Boy dan Cella di ruang makan.

"Terima kasih kak. Hati-hati di jalan," jawab Boy dan Cella bersamaan.

.

.

Saat ini Brian telah tiba di sebuah klub malam. Ia tampak duduk ditemani segelas minuman dan sebatang rokok yang terselip di jarinya.

Brian tampak tenang sesekali melihat ke arah pintu masuk seperti tengah menunggu kedatangan seseorang.

"Kemana wanita itu," gumam Brian menghisap rokoknya.

Tak lama kemudian, tiba-tiba Brian di peluk oleh seorang wanita cantik yang menemani Boy waktu ke luar kota kemarin.

"Maaf ya, aku telat," ucap wanita itu manja lalu mencium sekilas pipi Brian.

"Tidak apa-apa. Bagaimana tugasmu." tanya Brian saat wanita itu telah duduk di sebelahnya.

"Lancar. kamu tau, kita bermain berkali-kali dalam sehari," jawab Michel lalu meminum minuman milik Brian.

"Benarkah?" tanya Brian senang.

"Ya.. Kamu tak percaya? Lihatlah, Aku bahkan merekam beberapa adegan mesra kami tanpa sepengetahuannya," jawab Cella menunjukkan video panas mereka yang ada di ponsel milik Michel.

"Waw, adikku itu begitu bernafsu sekali. Dan kamu juga begitu menikmatinya. Aku harap sebentar lagi kamu akan hamil anaknya. Jika itu benar-benar terjadi, maka rencana ku akan berjalan sempura karena saat ini Cella tengah hamil darah daging ku," ujar Brian menyeringai.

"Apa? Cella hamil? Kamu yakin itu darah daging mu?" tanya Michel sedikit ragu.

"Ya, aku yakin. Akulah yang sering menidurinya daripada adikku Boy. Dan andaikan itu bukan darah daging ku, aku akan menyabotase hasil DNA nya nanti," jawab Brian lalu menghisap rokoknya lalu menghembuskan asapnya ke wajah Michel.

"Haha.. Kamu memang licik sekali Brian. Aku suka dengan gayamu," jawab Michel tak tau harus berkata apa lagi.

"Dengan gayaku saja? Apa kamu tidak suka dengan pelayanan ranjang ku?" tanya Brian mengedipkan matanya.

"Itu aku lebih suka," jawab Michel menaikkan satu alisnya.

"Oke, kalau gitu ayo kita bermain," ajak Brian menarik mematikan rokoknya lalu menarik tangan Michel ke ruangan tempat ia biasa menginap di klub tersebut.

Setibanya di kamar, Brian langsung menghempaskan Michel ke ranjang berukuran sedang, lalu ia mulai melepas pakaian yang ia gunakan dan menyusul Michel.

"Selamat menikmati," ucap Brian lalu menciumi Michel dengan buas dan rakus.