Berkisah tentang dua sejoli beda negara yang dipersatukan oleh pernikahan yang bermula dari kawin kontrak.
Sultan, seorang turis dari Arab mulanya hanya ingin menjadikan Maymunah sebagai istri kontraknya, namun kepribadian Maymunah membuat Sultan tak berdaya dan akhirnya bertekuk lutut pada Maymunah.
Akankah Maymunah mampu menaklukan orang tua Sultan?
Akankah pernikahan mereka langgeng until Jannah?
Ikuti kisah mereka dalam novel ini.
Kisah dalam novel ini hanya fiktif belaka, meskipun alur dan latar dalam novel ini seperti nyata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maunah mom's zuzu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dikala ajal menjemput
Jodoh, Maut, dan rizky, itu semua sudah diatur oleh Allah. Tak ada seorang pun yang tau, nanti kita akan menikah dengan siapa atau kita akan mati di mana?
Itulah yang dialami Maymunah dan Sultan sekarang. Mereka tak pernah menyangka sebelumnya, bahwa mereka akan dipertemukan dalam sebuah ikatan pernikahan. Bahkan sekarang mereka masih bingung, entah pernikahan macam apa yang mereka jalani.
Setelah acara aqad selesai, mereka diperintahkan untuk sungkeman.
"Sekarang saatnya neng Mae sama suami sungkem sama orang tua neng" Titah pak kiyai yang disambut dengan anggukan dan senyum ramah oleh Maymunah.
Sementara Sultan hanya bengong karena tak faham dengan yang dikatakan.
"Sayang, mereka nyuruh apa?"Bisik Sultan di telinga Maymunah.
Mata Maymunah membelalak ketika mendengar Sultan memanggilnya Habibti atau sayangku.
Maymunah melirik dengan pandangan menghunus, sementara Sultan cuma membalas dengan cengirannya, membuat Maymunah akhirnya mengalah dan melembut.
"Ikuti aku!" Titahnya sambil menggamit tangan Sultan dan mengajaknya menuju abah dan emaknya.
Airmata Maymunah kembali mengalir saat melihat kedua orang tuanya.
Ada rasa bersalah menyeruak dalam lubug hatinya yang paling dalam.
"Abah, emaa, maafin Mae ya! " Ujarnya sambil sesegukan dan membenamkan wajahnya di pangkuan ibunya, sementara Sutan berada di depan abahnya.
"Gak usah minta maaf sayang, ema selalu mendukung keputusan neng. Tapi ema ada pesan buat neng Mae, Neng jangan mau punya anak dulu sebelum suami neng membuatkan surat nikah yang resmi. Ya neng?" Ucap bu Irma ditengah isaknya.
Maymunah pun mengangguk, kemudian melirik ke wajah abahnya yang pucat itu.
Terlihat pak Muhammad sedang memberi nasehat pada Sultan dengan bahasa arab.
Setelah selesai, mereka bergantian.
Kini Maymunah yang menghadap abahnya dan Sultan menghadap ibunya.
"Neng, aduh, ema harus ngomong gimana? pan ema gak bisa bahasa arab" Tanya bu Irma, dengan polos nya.
"Ema ngomong aja, nanti Mae terjemahin"
"Sultan, kamu jaga Maymunah baik-baik! Jangan sakiti hati atau perasaannya apalagi fisiknya. Mae Ini kami besarkan dengan kasih sayang, dan kami berharap kamu juga sebagai suaminya harus menyayangi Mae. Kamu harus menajadi imam yang baik bagi Mae. Apa kamu faham Sultan?" Tutur bù Irma dengan logat Sunda Serang-nya. Sultan yang tak faham dengan kata-kata mertuanya, cuma bisa nyengir kuda kemudian melirik kearah istrinya.
Maymunah yang faham maksud Sultan pun segera menterjemahkan apa yang diucapkan ibunya tadi ke dalam bahasa Arab.
Sultan mengangguk dan menjawab
" Na'am, in sha Allah..ya kholti" (iya, in sha Allah, bibiku).
Kebiasaan di Arab, kalau menantu memanggil mertua pasti dengan memanggil bibi dan paman.
Kalau mantu laki-laki biasanya memanggil Kholi dan kholah ke mertua laki-laki dan mertua perempuannya.
Sementara kalau menantu perempuan biasanya memanggil Ammi dan Ammah (paman dan bibi ).
"Intinya kalian harus menjadi pasangan yang saling mencintai hanya karena Allah, dan abah berharap cinta kalian akan membawa kalian ke surga Allah" Sahut abah.
Sultan semakin terharu dibuatnya. Baginya baru kali ini ia menyaksikan bahkan mengalami proses pernikahan yang begitu mengharukan.
Proses aqad di Arab, biasanya dipenuhi dengan hiruk pikuk suara tawa gembira.
"Neng, jadilah istri yang baik bagi suamimu! jika suamimu tak bisa menjadi imam yang baik, maka kamu harus berani membimbing dan mengarahkannya. Selagi kamu tetap di jalan Allah, kamu jangan takut dan jangan ragu untuk melakukannya" Ujar pak Muhammad pada anaknya.
Maymunah mengangguk dengan diiringi derai airmatanya.
Tiba-tiba pak Muhammad memeluk Maymunah dan membisikkan sesuatu.
"Neng, abah titip ema dan adik-adik kamu ya, Abah minta maaf ya, karena abah selalu merepotkan neng, hu hu..Abah malu karena neng harus menjadi penerus abah menjadi tulang punggung keluarga padahal neng anak perempuan..hu hu hu" Bisiknya lirih di telinga Maymunah sambil sesegukan.
Maymunah terkejut dengan apa yang ia dengar dari abahnya. Ia melepas pelukan abahnya dan mencoba bertanya
"Bah, jangan bilang begitu, Mae gak merasa terbebani bah. Dan maksud abah apa? "
Pak Muhammad tersenyum dan kembali memeluk anaknya.
"Abah sudah bilang, bahwa waktunya sudah mepet..ahhhh.." jawabnya lirih. Nafas nya mulai tersendat.
"Apa yang abah katakan?" Maymunah terus bertanya.
"Bimbing abah bersyahadat, nak! " Bisik pak Muhammad dengan tersendat sendat dan hampir tak terdengar, Mata Maymunah membulat seketika, namun ia tetap membimbing ayahnya bersyahadat.
"Asyhadu Allaaa ilaaha illa Allah, wa asyhadu anna Muhammada Rosululloh" ucap mereka berbarengan.
Airmata Maymunah makin menderas, ketika ia tak lagi merasakan degup jantung ayahnya dan tak mendengar deru nafasnya.
Perlahan Maymunah melepas pelukan ayahnya dan membaringkannya..
Semua yang hadir terlihat kaget dan histeris melihat pak Muhammad terbaring dengan menutup mata dan tak lagi bergerak.
"Abaah, Abah kenapa ..? Mae, abah mu kenapa?" Tanya bu Irma kebingungan.
Dengan berurai air mata, Maymunah memegang tangan ibunya.
"Abah, abah..sudah pergi " Jawab Maymunah di tengah isaknya.
"Mae, kamu jangan bercanda !" Teriak bu Irma.
Pak kiyai segera mendekat dan memegang tangan pak Muhammad.
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, Nak Maymunah benar, pak Muhammad sudah tidak ada" Ujar pak kiyai sambil menunduk.
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun " Ucap para hadirin serentak.
"Abaah..! Teh, abah kenapa teh?.." Anaya dan Rahmat mendekat dan bertanya sambil menggoyangkan tangan Maymunah.
"Abah sudah pergi..hu hu hu" Jawab Maymunah lirih.
Semua yang hadir yang tadinya tertawa kini semua terisak.
Sultan yang masih kebingungan segera mendekati istrinya dan bertanya.
" Sayang, abah kenapa?" Tanyanya pada Maymunah.
"Abuy tuwufi(abah meninggal) " Maymunah melirik dan menjawab.
Sultan terlihat kaget. Sejak tadi ia mengira mertuanya cuma kelelahan karena memang sedang sakit. Ia tak menyangka bahwa mertuanya sudah meninggal dunia.
"Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, " Ucapnya seketika sambil memegang kedua pundak Maymunah.
"Abah, abah , bangun bah! abah jangan bercanda bah!" Teriak bu Irma yang masih tak percaya suaminya sudah meninggal.
Melihat ibunya begitu, Maymunah dan adik adiknya mendekati ibunya dan memeluknya berbarengan.
"Ema, sudah..kita harus ikhlas maa.. Mae mohon jangan mengatakan sesuatu yang bisa memberatkan abah di alam barunya" Ucap Maymunah berusaha menenangkan ibunya.
Setelah menenangkan ibunya, Maymunah menghadap ke arah pak kiyai dan warga yang lain.
"Bapak - Bapak, mohon bantuannya tolong bawa abah ke rumah kami"
Ujar Maymunah di sela sela isaknya.
Meski hatinya terasa hancur, ia tetap berusaha tegar karena dia sadar bahwa dia sekarang adalah penanggung jawab sepenuhnya atas keluarganya.
Bapak-bapak itu kini membopong jenazah pak Muhammad dan membawanya ke rumahnya.
"Jang, kamu ikut bantu bapak-bapak itu ya, " Titahnya pada Rahmat, adiknya yang berumur 17 tahun. Sementara ibu-ibu membantu Bu Irma dan Anaya serta Ade agar bisa pulang ke rumah.
Maymunah sendiri memilih berjalan pelan di belakang mereka, sebelum akhirnya tubuhnya limbung dan jatuh pingsan.
Untung saja Sultan sudah siap siaga di sampingnya. Ia segera menyambar tubuh Maymunah dan memeluknya agar tak terjatuh.
"Sayang, bangun sayang!" Panggilnya sambil menepuk nepuk pipi istrinya, namun Maymunah tak bergeming. Akhirnya Sultan menggendongnya dan berjalan membawanya kembali rumahnya .