NovelToon NovelToon
Life After Marriage: My Annoying Husband

Life After Marriage: My Annoying Husband

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Seiring Waktu / Enemy to Lovers / Cintapertama
Popularitas:46
Nilai: 5
Nama Author: Aluina_

Keira Anindya memiliki rencana hidup yang sempurna. Lulus kuliah, kerja, lalu menikah dengan pria dewasa yang matang dan berwibawa. Namun rencana itu hancur lebur saat ayahnya memaksanya menikah dengan anak rekan bisnisnya demi menyelamatkan perusahaan.
Masalahnya calon suaminya adalah Arkan Zayden. Pria seumuran yang kelakuannya minus, tengil, hobi tebar pesona, dan mulutnya setajam silet. Arkan adalah musuh bebuyutan Keira sejak SMA.

"Heh Singa Betina! Jangan geer ya. Gue nikahin lo cuma biar kartu kredit gue gak dibekukan Papa!"

"Siapa juga yang mau nikah sama Buaya Darat kayak lo!"

Pernikahan yang diawali dengan 'perang dunia' dan kontrak konyol. Namun bagaimana jika di balik sikap usil dan tengil Arkan, ternyata pria itu menyimpan rahasia manis? Akankah Keira luluh atau justru darah tingginya makin kumat?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aluina_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

2

Pagi itu matahari bersinar cerah. Burung-burung berkicau riang. Langit biru membentang tanpa awan. Namun bagi Keira Anindya dunia rasanya tetap kelabu.

Gadis itu duduk di kubikel kantornya dengan wajah ditekuk. Sebagai seorang desainer interior di sebuah firma ternama Jakarta, Keira biasanya selalu bersemangat memulai hari. Dia suka melihat sketsa ruangan, memilih palet warna, dan berdebat dengan kontraktor. Tapi hari ini mood Keira hancur lebur.

Penyebabnya tentu saja kejadian semalam. Lamaran paksa. Perjodohan konyol. Dan sosok Arkan Zayden yang terus menari-nari di kepalanya seperti hantu penasaran.

"Ra, muka lo kenapa kusut banget kayak baju belum disetrika? Masih pagi loh ini," sapa Siska, rekan kerja sekaligus sahabat Keira di kantor. Siska muncul dari balik sekat kubikel sambil membawa segelas kopi.

Keira menghela napas panjang. Dia memutar kursi kerjanya menghadap Siska.

"Sis. Gue mau nikah," ucap Keira datar tanpa ekspresi.

"Hah? Apa? Nikah?" Siska nyaris tersedak kopinya. Matanya membelalak kaget. "Sama siapa? Perasaan lo jomblo dari zaman Majapahit. Kapan lo punya pacar?"

"Dijodohin," jawab Keira singkat.

"Demi apa? Sama siapa? Ganteng nggak? Kaya nggak?" cecar Siska antusias.

Belum sempat Keira menjawab tiba-tiba suasana kantor menjadi riuh. Beberapa karyawan wanita berbisik-bisik sambil menunjuk ke arah pintu masuk. Seorang kurir berseragam oranye masuk membawa sebuah papan bunga mini yang biasanya ditaruh di meja. Tapi tulisannya sangat mencolok mata.

Kurir itu berjalan lurus ke arah meja Keira.

"Mbak Keira Anindya?" tanya kurir itu.

"Iya saya," jawab Keira bingung.

"Ini ada kiriman Mbak. Tolong tanda tangan di sini."

Keira menerima papan bunga mini itu dengan dahi berkerut. Di papan itu tertulis dengan huruf warna-warni yang norak:

SEMANGAT KERJA CALON ISTRIKU YANG GALAK. JANGAN LUPA SENYUM BIAR CANTIKNYA NAMBAH DIKIT.

DARI CALON IMAMMU YANG PALING TAMPAN, ARKAN ZAYDEN.

Wajah Keira memerah padam. Malu. Sangat malu. Dia bisa mendengar tawa tertahan dari rekan-rekan kerjanya. Arkan benar-benar gila. Dia sengaja mempermalukan Keira di tempat kerjanya.

"Wah gila! Arkan Zayden? CEO Zayden Group yang sering masuk majalah bisnis itu?" pekik Siska histeris setelah membaca tulisan di papan bunga. "Ra! Lo seriusan mau nikah sama dia? Itu mah bukan musibah tapi anugerah!"

Keira meletakkan papan bunga itu dengan kasar di kolong meja. Dia segera mengambil ponselnya dan mengetik pesan singkat untuk Arkan.

Lo apa-apaan sih! Norak banget! Hapus nggak kiriman papan bunga jelek ini!

Dua detik kemudian balasan masuk.

Dih dikasih perhatian malah ngamuk. Itu papan bunga mahal tau. Bunganya impor dari Belanda. Belanda Depok maksudnya.

Keira mengerang frustrasi. Dia benar-benar harus membuat batasan tegas dengan pria ini sebelum dia mati muda karena darah tinggi.

Siang harinya Keira mengajak Arkan bertemu. Bukan untuk kencan romantis melainkan untuk negosiasi gencatan senjata. Mereka bertemu di sebuah kafe kekinian di daerah Jakarta Selatan.

Arkan datang terlambat lima belas menit. Dia berjalan santai dengan kacamata hitam bertengger di hidung mancungnya. Gayanya persis seperti selebriti yang sedang menghindari paparazzi.

"Macet Ra. Biasa Jakarta," kata Arkan enteng sambil duduk di hadapan Keira tanpa rasa bersalah. Dia memesan ice americano pada pelayan.

Keira tidak mau berbasa-basi. Dia langsung mengeluarkan sebuah buku catatan dan pulpen.

"Kita perlu bicara serius soal pernikahan ini. Gue nggak mau kita hidup kayak kucing sama anjing selamanya," buka Keira.

Arkan melepas kacamata hitamnya dan menatap Keira geli. "Loh bukannya kucing sama anjing itu lucu? Kayak Tom and Jerry. Mereka berantem terus tapi nggak bisa hidup tanpa satu sama lain."

"Gue serius Arkan!" tekan Keira.

"Iya iya. Gue juga serius. Lo mau apa?"

"Kita buat kontrak pra-nikah. Tapi bukan soal harta gono-gini. Ini soal aturan main di rumah tangga kita nanti," jelas Keira. Dia mulai menulis di kertas. "Pasal satu. Tidak ada kontak fisik yang berlebihan kecuali di depan keluarga atau media."

Arkan memajukan wajahnya sedikit. "Definisi berlebihan itu gimana? Kalau gue khilaf cium pipi lo pas bangun tidur gimana?"

"Itu pelecehan!" seru Keira cepat. "Denda lima juta per ciuman."

"Busyet. Lo mau bisnis apa mau nikah? Mahal amat," protes Arkan. "Oke gue setuju. Tapi gue juga punya syarat."

Arkan merebut pulpen dari tangan Keira. Dia menulis di bawah tulisan Keira dengan tulisan tangan yang jelek seperti cakar ayam.

"Pasal dua," gumam Arkan sambil menulis. "Istri wajib masakin suami setiap hari. Minimal sarapan. Gue nggak suka makan roti doang. Gue harus makan nasi uduk atau nasi goreng."

Keira melotot. "Gue kerja Arkan! Gue nggak punya waktu buat masak ribet pagi-pagi!"

"Yaelah. Bangun lebih pagi dong. Katanya wanita karir yang mandiri. Masa masak nasi goreng aja nggak bisa? Apa jangan-jangan lo cuma bisa masak air sampai gosong?" ejek Arkan.

Harga diri Keira tersentil. Enak saja dia diremehkan. Keira memang jarang masuk dapur tapi bukan berarti dia tidak bisa masak.

"Oke! Deal. Gue bakal masakin lo setiap pagi. Tapi awas ya kalau lo nggak habisin. Gue suapin paksa sampai ke piring-piringnya," ancam Keira.

"Sadis amat," Arkan tertawa. "Lanjut. Pasal tiga. Privasi. Gue nggak akan kepo sama hp lo atau urusan lo. Dan lo juga jangan kepo sama hp gue. Kata sandi hp gue adalah rahasia negara."

"Siapa juga yang mau liat isi hp lo. Paling isinya chat sama cewek-cewek nggak jelas atau koleksi meme garing," cibir Keira.

"Sok tau. Isinya foto-foto lo tau. Foto aib lo pas SMA yang gue simpen buat bahan meres lo nanti," goda Arkan.

Keira refleks ingin melempar buku menu ke wajah Arkan tapi dia menahannya. Orang-orang di kafe mulai memperhatikan mereka.

"Oke. Deal. Ada lagi?" tanya Keira tidak sabar.

Arkan berpikir sejenak sambil mengetuk-ngetuk dagunya. Wajahnya terlihat serius membuat Keira penasaran apa syarat selanjutnya.

"Pasal empat," kata Arkan pelan. Matanya menatap lurus ke manik mata Keira. "Dilarang jatuh cinta."

Jantung Keira berdesir aneh. Suasana mendadak hening.

"Maksud lo?" tanya Keira.

"Ya lo nggak boleh jatuh cinta sama gue. Karena gue tau pesona gue itu susah ditolak. Gue nggak mau lo baper terus nanti nangis-nangis di pojokan kalau gue cuekin," jelas Arkan dengan nada tengilnya yang kembali muncul.

Keira mendengus keras. Dia pikir Arkan akan bicara hal romantis atau sedih. Ternyata narsisnya kumat lagi.

"Jangan mimpi. Gue jatuh cinta sama lo itu adalah hal mustahil yang ada di urutan terakhir sebelum kiamat," tandas Keira mantap.

"Bagus. Pegang omongan lo ya Nona Singa. Awas kalau nanti lo jadi bucin," Arkan mengedipkan sebelah matanya genit.

Mereka berdua menandatangani kertas sobekan buku catatan itu seolah sedang menandatangani perjanjian damai PBB. Kertas itu kemudian dilipat rapi dan disimpan oleh Keira.

Sore harinya cobaan Keira belum berakhir. Mama Keira dan Mama Arkan menculik mereka berdua ke sebuah butik pengantin mewah di kawasan Kemang. Agenda hari ini adalah fitting baju pengantin untuk akad dan resepsi.

Keira merasa seperti boneka barbie hidup. Sudah lima gaun dia coba dan belum ada satu pun yang disetujui oleh para ibu. Atau lebih tepatnya belum ada yang lolos dari komentar pedas Arkan.

Arkan duduk di sofa tunggu sambil bermain game di ponselnya. Setiap kali tirai ruang ganti dibuka dia hanya melirik sekilas lalu memberikan komentar yang membuat Keira ingin melemparnya pakai sepatu hak tinggi.

Saat Keira keluar dengan gaun pertama model ballgown yang mekar.

"Gede banget. Itu gaun apa tenda pramuka? Nanti gue berdirinya di mana kalau gaun lo makan tempat gitu? Di pelaminan tetangga?" komentar Arkan pedas.

Saat Keira keluar dengan gaun kedua model mermaid yang ketat.

"Dih kayak lontong dibungkus daun pisang. Sesek liatnya. Nanti lo pingsan gue males gendongnya. Berat," komentar Arkan lagi tanpa dosa.

Mama Keira mencubit lengan Arkan gemas. "Arkan! Mulutnya dijaga dong. Keira cantik kok pakai itu."

"Jujur itu lebih baik Tan. Daripada nanti tamu undangan ngetawain," bela Arkan.

Keira menghentakkan kakinya kesal lalu masuk lagi ke ruang ganti. Dia meminta mbak pegawai butik untuk mengambilkan gaun yang paling sederhana.

"Mbak tolong cariin yang simpel aja. Saya gerah," pinta Keira.

Pegawai butik itu tersenyum maklum lalu membawakan sebuah gaun putih dengan potongan A-line yang elegan. Bagian punggungnya sedikit terbuka memberikan kesan seksi namun tetap sopan. Payet-payet mutiara menghiasi bagian dada.

Keira memakainya dan merasa cukup puas. Ini sesuai seleranya. Tidak heboh dan nyaman dipakai.

Perlahan tirai ruang ganti dibuka kembali. Keira berdiri di atas podium kecil. Dia menatap pantulan dirinya di cermin besar. Cantik. Dia harus mengakui gaun ini membuatnya terlihat berbeda.

Mama Keira dan Mama Arkan langsung bertepuk tangan heboh.

"Nah ini baru pas! Cantik banget Ra! Kamu kayak bidadari!" puji Mama Arkan antusias.

Keira melirik ke arah Arkan. Cowok itu menghentikan aktivitas main game-nya. Dia mendongak menatap Keira.

Untuk sesaat Keira melihat tatapan Arkan terkunci padanya. Mata cowok itu menyusuri penampilan Keira dari ujung kaki hingga ke wajah. Ada kilatan kekaguman yang sempat mampir di mata cokelat terangnya itu. Mulut Arkan sedikit terbuka tapi tidak ada suara yang keluar.

Jantung Keira berdebar pelan. Apa Arkan akan memujinya kali ini?

Arkan berdehem pelan. Dia membuang muka dan kembali menatap layar ponselnya.

"Lumayan," kata Arkan datar. "Setidaknya nggak bikin sakit mata kayak yang tadi. Tapi itu punggungnya bolong gitu? Lo nggak masuk angin? Nanti pas ijab kabul lo malah kerokan gimana?"

Harapan Keira hancur berkeping-keping. Dasar cowok tidak peka. Cowok menyebalkan.

"Ini namanya backless Arkan! Seni! Lagian acaranya kan di gedung full AC. Mana ada masuk angin!" semprot Keira.

Arkan berdiri dari duduknya. Dia berjalan mendekati podium tempat Keira berdiri. Dia berdiri tepat di belakang Keira. Dari pantulan cermin mereka terlihat sangat serasi. Pria tampan dengan kemeja kasual dan wanita cantik dengan gaun pengantin.

Tangan Arkan terulur. Keira menahan napas mengira Arkan akan memeluknya atau melakukan hal romantis. Ternyata tangan Arkan meraih rambut panjang Keira yang digerai lalu menyibakkannya ke depan agar punggung Keira terlihat jelas.

"Tuh kan. Tulang punggung lo nonjol banget. Kurus kering. Makan yang banyak makanya. Nanti dikira gue nggak kasih makan istri," bisik Arkan tepat di telinga Keira.

Keira merinding. Jarak mereka terlalu dekat. Dia bisa mencium wangi mint dari napas Arkan.

"Bodo amat! Gue suka gaun ini! Titik!" Keira melangkah turun dari podium sengaja menyenggol bahu Arkan dengan keras.

"Aduh! Kasar banget sih jadi cewek," keluh Arkan.

"Biarin! Wle!" Keira menjulurkan lidahnya lalu kabur masuk ke ruang ganti.

Di dalam ruang ganti Keira memegang dadanya yang bergemuruh. Kenapa dia merasa gugup saat Arkan berada di dekatnya tadi? Ini pasti karena dia marah. Ya pasti karena marah. Tidak mungkin ada alasan lain.

Sementara itu di luar ruang ganti Arkan tersenyum tipis. Sangat tipis.

"Cantik," gumamnya pelan nyaris tak terdengar.

"Kamu bilang apa Arkan?" tanya Mamanya yang duduk di dekatnya.

Arkan gelagapan. "Eh nggak Ma. Arkan bilang laper. Mau makan sate kambing habis ini. Biar kuat menghadapi istri galak."

Mama Arkan hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anak semata wayangnya itu. Beliau tahu di balik sikap tengil Arkan sebenarnya anaknya itu mulai menaruh hati pada Keira. Hanya saja gengsinya setinggi langit ketujuh.

Selesai fitting mereka makan malam bersama di sebuah restoran Sunda. Suasana sedikit lebih cair. Keira sudah mengganti bajunya kembali ke pakaian kerja.

"Jadi minggu depan kita akan adakan acara pengajian di rumah. Setelah itu baru siraman," kata Papa Keira menjelaskan rangkaian acara.

"Arkan kamu jangan lupa hapalkan teks ijab kabul ya. Jangan sampai salah sebut nama Keira jadi nama mantan kamu," sindir Mama Arkan.

Keira tertawa puas. "Iya tuh. Awas aja kalau salah. Gue tinggal pulang ke rumah."

"Tenang aja. Otak gue encer. Sekali napas juga lancar," sombong Arkan sambil mengunyah ayam goreng.

Tiba-tiba ponsel Arkan di atas meja bergetar. Layarnya menyala menampilkan sebuah notifikasi pesan WhatsApp.

Keira yang duduk di sebelahnya tidak sengaja melirik. Nama pengirimnya tertulis 'Clara'. Dan isi pesannya cukup terbaca jelas karena preview pesan yang aktif.

Arkan, aku denger kamu mau nikah? Kita perlu ketemu. Aku masih sayang sama kamu.

Keira terdiam. Clara? Siapa Clara? Mantan pacar Arkan?

Arkan yang menyadari tatapan Keira buru-buru membalikkan ponselnya. Wajahnya terlihat sedikit panik namun dia berusaha menutupinya dengan meminum es teh manis banyak-banyak.

"Siapa?" tanya Keira pelan, nyaris berbisik agar orang tua mereka tidak mendengar.

"Bukan siapa-siapa. Orang salah sambung," jawab Arkan cepat. Terlalu cepat.

Keira menyipitkan mata curiga. Ada yang disembunyikan cowok ini. Perjanjian mereka memang melarang untuk kepo tapi kalau perempuan itu mengganggu rencana pernikahan ini, itu bisa jadi masalah besar.

"Awas ya kalau lo bawa drama pelakor di pernikahan kita. Gue botakin rambut lo," ancam Keira.

Arkan tersenyum kaku. "Nggak bakal Ra. Aman. Percaya sama gue."

Tapi entah kenapa Keira merasa tidak yakin. Firasatnya mengatakan bahwa jalan menuju pernikahan ini tidak akan mulus. Badai baru saja akan dimulai dan namanya mungkin adalah Clara.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!