Yan Ruyin, nama yang membuat semua orang di Kediaman Shen jijik. Wanita genit, pengkhianat, peracun… bahkan tidur dengan kakak ipar suaminya sendiri.
Sekarang, tubuh itu ditempati Yue Lan, analis data abad 21 yang tiba-tiba terbangun di dunia kuno ini, dan langsung dituduh melakukan kejahatan yang tak ia lakukan. Tidak ada yang percaya, bahkan suaminya sendiri, Shen Liang, lebih memilih menatap tembok daripada menatap wajahnya.
Tapi Yue Lan bukanlah Yan Ruyin, dan dia tidak akan diam.
Dengan akal modern dan keberanian yang dimilikinya, Yue Lan bertekad membersihkan nama Yan Ruyin, memperbaiki reputasinya, dan mengungkap siapa pelaku peracun sebenarnya.
Di tengah intrik keluarga, pengkhianatan, dan dendam yang membara.
Bisakah Yue Lan membalikkan nasibnya sebelum Kediaman Shen menghancurkannya selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Yue Lan kembali terbangun setelah tadi sempat tertidur karena tenggorokannya terasa seperti disayat dari dalam.
Bibirnya kering, pecah. Setiap kali bernapas, dadanya terasa perih. Ia tidak tahu sudah berapa lama ia terbaring diam, tapi tubuh ini jelas sudah berada di ambang batas.
“Xiaohe…”
Suaranya nyaris tidak terdengar.
Gadis itu langsung bergerak dari sudut ruangan. “Nyonya?”
“Aku… haus.”
Xiaohe terdiam. Matanya langsung menoleh ke pintu jeruji, memastikan tidak ada siapa pun di luar. Ia menggigit bibir, ragu, lalu berlutut mendekat.
“Nyonya,” bisiknya, “Hamba tidak seharusnya…”
Yue Lan menatapnya tanpa bicara. Ia tidak memohon. Tidak menangis. Tapi matanya kosong, lelah, seperti orang yang sudah terlalu dekat dengan kematian.
Xiaohe menutup mata sebentar.
“Kalau ketahuan,” katanya lirih, “hamba bisa dipukuli… atau dijual.”
Yue Lan membuka mulut. “Kalau begitu—”
“Tapi hamba tidak bisa membiarkan nyonya mati,” potong Xiaohe cepat.
Tangannya gemetar saat ia menyelipkan sesuatu dari balik bajunya.
Sebuah botol kecil. Keramik kusam. Tidak lebih besar dari telapak tangan.
Yue Lan menatapnya.
“Air?”
Xiaohe mengangguk, matanya merah. “Sedikit saja. Hamba mencurinya dari dapur pagi tadi.”
Ia kembali melirik pintu, lalu mendekatkan botol itu ke bibir Yue Lan.
“Minum pelan,” bisiknya. “Kalau batuk, suara bisa terdengar.”
Yue Lan membuka mulut.
Seteguk pertama menyentuh lidahnya, dan hampir saja ia menangis.
Air itu tidak dingin, tidak segar, tapi rasanya seperti hidup yang kembali mengalir. Tenggorokannya masih sakit, tapi api kecil di dalamnya perlahan mereda.
Ia menelan dengan susah payah.
“Terima kasih,” kata Yue Lan pelan setelah meneguk semuanya “Simpan botolnya.”
Xiaohe menggeleng. “Baik, Nyonya.”
Yue Lan menatapnya serius. “Kenapa kamu masih setia bersama Nyonyamu? Kalau mati, kamu masih bisa hidup dan mencari kehidupan lain. Jangan hancurkan dirimu bersama Nyonyamu.”
Xiaohe menutup mulutnya, menahan isak.
Ia menutup botol itu kembali dan menyembunyikannya dengan cepat.
Baru saja ia menyimpan botol di sakunya, langkah kaki terdengar di luar.
Keduanya membeku. Suara dua pelayan wanita terdengar, disertai tawa kecil.
“Masih hidup?” salah satu dari mereka berkata santai. “Keras kepala juga.”
Mereka berhenti tepat di depan jeruji.
Xiaohe langsung berlutut, menunduk dalam-dalam.
Yue Lan menahan napas.
“Bau apa ini?” pelayan itu menyipitkan mata. “Seperti bau air.”
Jantung Yue Lan berdegup keras.
Xiaohe tidak mengangkat kepala. “Saya hanya membersihkan lantai, jiejie.”
Pelayan itu mendengus. “Jangan main-main. Kalau ketahuan memberi makan tahanan, kau tahu akibatnya.”
“Iya…”
Mereka tertawa kecil, lalu pergi. Langkah kaki menjauh. Mereka adalah pelayan dari paviliun istri kaka ipar nya Yan Ruyin.
Xiaohe terduduk lemas di lantai. Tubuhnya gemetar hebat.
“Hampir saja…” bisiknya.
Yue Lan menutup mata, napasnya masih belum stabil. Tapi dahaganya sedikit berkurang. Seteguk air itu tidak hanya menyelamatkan tubuhnya. Itu mengingatkannya pada satu hal penting.
“Xiaohe,” katanya pelan.
“Iya, nyonya…”
“Kamu mempertaruhkan hidupmu barusan.”
Xiaohe tersenyum kecil, getir. “Kalau nyonya mati, hidup hamba juga tidak ada artinya.”
Kata-kata itu membuat dada Yue Lan terasa sesak. Ia menatap tangannya sendiri. Tangan Yan Ruyin. Tangan yang dibenci semua orang, tapi masih ada satu orang yang menggenggamnya diam-diam.
“Xiaohe,” katanya setelah hening panjang, “ceritakan padaku tentang wanita ini.”
“Wanita ini?”
“Yan Ruyin,” jawab Yue Lan. “Apa yang membuat semua orang ingin dia mati?”
Xiaohe menggenggam ujung bajunya erat sebelum menjawab. “Nyonya… dulu sering keluar malam.”
Yue Lan membuka mata.
“Keluar ke mana?”
“Ke rumah minum. Ke tempat yang seharusnya tidak boleh di datangi wanita bangsawan setelah menikah.”
Xiaohe menunduk lebih dalam. “Nyonya suka duduk terlalu dekat dengan pria. Tertawa keras. Menyentuh tanpa malu.”
Dada Yue Lan terasa sesak. “Dan suamiku tahu?”
Xiaohe mengangguk. “Bukan hanya tahu. Beberapa pelayan melihat nyonya… dijemput diam-diam oleh Tuan Shen wei.”
Nama itu belum punya wajah di kepala Yue Lan, tapi rasa jijiknya langsung muncul.
"Shen wei? apa itu nama suamiku?"
"Bukan, Nyonya. Tian Shen wei adalah kakak ipar Anda. Dia suami dari Nyonya Tian er."
Mendengar penjelasan itu kepala Yue lan menjadi tambah pusing.
“Apakah aku...”
suaranya terhenti sejenak,
“tidur dengannya?”
Xiaohe tidak menjawab. Diamnya adalah jawaban.
Yue Lan menutup mata. Rasa malu yang bukan miliknya menjalar ke seluruh tubuh.
“Jadi,” katanya pelan, “aku ini bukan wanita yang dijebak, aku wanita yang memang memberi mereka alasan untuk menghancurkanku.”
Xiaohe menangis. “Nyonya memang salah,” katanya lirih. “Tapi nyonya juga sendirian, Nyonya sering merasa kesepian. Tidak ada yang memperhatikan Nyonya.”
Yue Lan tertawa kecil. Pahit. “Aku mengerti sekarang.”
Ia menatap langit-langit batu. “Kalau aku jadi mereka… aku juga tidak akan percaya padaku.” Itu pukulan emosional yang dibutuhkannya agar sadar akan kejahatan yang sudah di lakukan tubuh yang sekarang ia tempati.
semangat thor jangan lupa ngopi☕️