NovelToon NovelToon
Penjinak Hati Duda Hot

Penjinak Hati Duda Hot

Status: sedang berlangsung
Genre:Dikelilingi wanita cantik / Selingkuh
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: fania Mikaila AzZahrah

“Sadarlah, Kamu itu kunikahi semata-mata karena aku ingin mendapatkan keturunan bukan karena cinta! Janganlah menganggap kamu itu wanita yang paling berharga di hidupku! Jadi mulai detik ini kamu bukan lagi istriku! Pulanglah ke kampung halamanmu!”

Ucapan itu bagaikan petir di siang bolong menghancurkan dunianya Citra.

“Ya Allah takdir apa yang telah Engkau tetapkan dan gariskan untukku? Disaat diriku kehilangan calon buah hatiku disaat itu pula suamiku yang doyan nikah begitu tega menceraikan diriku.”

Citra meratapi nasibnya yang begitu malang diceraikan oleh suaminya disaat baru saja kehilangan calon anak kembarnya.

Semakin diperparah ketika suaminya tanpa belas kasih tidak mau membantu membayar biaya pengobatannya selama di rawat di rumah sakit.

Akankah Citra mampu menghadapi ujian yang bertubi-tubi menghampiri kehidupannya yang begitu malang ataukah akan semakin terpuruk dalam jurang putus asa?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab. 2

Salah satu ibu-ibu pasien yang tadi membela Citra langsung berdiri dibuat geram dengan ucapan ketiganya.

“Sudah cukup, Bu! Ini anak baru kehilangan bayinya! Kenapa harus dihina begitu? Tidak ada perempuan yang mau keguguran!” tukasnya.

Citra sesekali mengusap cairan bening yang terus mengalir membasahi wajahnya yang sedikit tirus dan pucat, seakan berusaha menahan setiap getaran luka yang merambat sampai ke dasar jiwanya. Ucapan-ucapan itu begitu tajam, cukup untuk meruntuhkan hati siapapun yang mendengarnya.

“Ya Rabb… tenangkan hatiku yang goyah ini. Jauhkan aku dari amarah, jauhkan aku dari dendam. Ajari aku menerima takdirmu dengan lapang, ajari aku bersabar atas ujian-Mu. Kuatkan langkahku, kuatkan imanku jangan biarkan aku terjatuh ke dalam kubangan dosa,” batin Citra lirih, memohon kekuatan kepada sang Pencipta dengan seluruh sisa keteguhan yang ia punya.

Namun perempuan berbaju pink yang paling muda di antara ketiganya yang datang itu malah membalas dengan sinis.

“Kami hanya bicara kenyataan, mamaku nggak salah ngomong gitu kok. Kalau dia mau hidup tenang, harusnya dia tahu cara jaga kandungan. Sudah cerai pula. Sekarang siapa lagi yang mau urus dia? Kalau keluarga kami amit-amit lah urus perempuan pembawa sial begitu,” ketusnya Arni sambil mengipas-ngipas wajahnya

“Iya benar sekali, Mbak Citra ini hanya bisa jadi benalu dan pembawa beban dan kutukan untuk keluarga tercinta kami jadi apa gunanya prihatin dengan apa yang terjadi kepadanya amit-amit,” dengusnya adik iparnya Citra yang paling tua bernama Ardila.

Citra sesekali mengusap dadanya, mencoba menahan getaran sakit yang menusuk hingga ke ulu hati. Ucapan-ucapan itu sungguh menyayat siapapun yang mendengarnya.

“Ya Allah… lapangkan hatiku. Jangan biarkan aku membalas sakit dengan sakit. Ajari aku ikhlas, ajari aku sabar dan kuatkan langkahku di jalan yang Engkau ridhoi,” batin Citra lirih, seolah memberikan dirinya sendiri kekuatan moril agar tidak runtuh dan semakin terpuruk dengan keadaan dan cobaan yang dihadapinya saat ini.

Citra menarik napas perlahan, menundukkan kepala sejenak sebelum akhirnya menatap Arni dan Ardila dengan mata yang tidak marah hanya penuh luka yang diselimuti keteguhan.

“Aku paham kalian mungkin melihatku sebagai beban,” ucapnya pelan, suaranya bergetar tapi tetap terjaga sopan.

“Tapi ingatlah setiap kata yang kita lontarkan adalah cermin dari bagaimana Allah memandang hati kita.” imbuhnya dengan lemah lembut tak terdengar nada amarah dibalik setiap ucapannya.

Ia mengusap dadanya sekali lagi, menahan sesak yang semakin menyeruak.

“Jika kalian menganggap aku pembawa sial, itu urusan kalian dengan Allah. Tapi jangan pernah lupa kalau ujian dalam hidup ini tidak memilih siapa yang dianggap baik atau buruk. Hari ini mungkin aku yang jatuh, besok bisa saja kalian yang Allah uji.”

Citra tersenyum tipis tak ada gurat ekspresi sombong, hanya pasrah dengan garis tangannya yang telah Allah SWT takdirkan kepadanya.

“Aku tidak meminta kalian mengurusku. Aku hanya berharap kita tetap menjadi manusia yang saling menjaga lisan. Sebab lisannya orang beriman adalah lisannya yang tidak menyakiti. Dan aku memilih untuk tidak membalas kalian dengan kata-kata yang sama.”

Ia mengalihkan pandangannya pada mantan ibu mertuanya Bu Etty yang diam menonton tapi raut wajahnya terlihat sangat berusaha menahan kekesalannya yang sudah berada di ubun-ubun hanya saja karena banyak keluarga pasien yang mengenalnya.

“Bu, kalau saya pernah salah, saya mohon maaf. Tapi kalau saya disakiti, biarlah Allah sendiri yang melihat dan menilai. Saya hanya ingin tenang, dan saya tidak akan mengambil hak siapa pun di keluarga ini.” ucapnya.

Lalu ia kembali menatap kedua adik iparnya bukan dengan kebencian, tapi dengan keteguhan yang membuat ruangan itu terasa terdiam seketika ketika Citra berbicara.

“Kita semua akan kembali kepada Allah. Dan dihari itu bukan siapa yang menantu, siapa yang mantan, siapa yang berkeluarga, yang akan ditanyakan. Tapi apa yang kita lakukan dengan hati dan lisan kita. Semoga kita semua dijauhkan dari kesombongan yang bisa menutup pintu rahmat-Nya.” imbuhnya sembari terlihat senyuman tipis di wajah cantiknya.

Ucapan itu membuat suasana hening bukan karena takut, tapi karena akhlak yang berdiri lebih tinggi daripada balasan kata-kata kasar,julid dan sinis yang menjatuhkan.

Arni langsung mendengus keras, dia tak terima satupun kata yang baru saja diucapkan Citra. Alisnya terangkat tinggi, rahangnya mengeras, dan tangan yang memegang kipas kini terhenti lalu mengepal.

“Ha? Jadi sekarang kamu mau ceramah ke kami, gitu? Kamu pikir kami takut dosa cuma karena omongan kamu? Jangan sok suci, Mbak. Kalau mau dihargai, dari dulu kamu tahu diri sedikit! Bukan malah bikin repot keluarga orang!” sergahnya sambil melangkah maju, dadanya naik turun menahan emosi.

Ardila yang paling kecil bahkan sampai memutar bola matanya keras, kedua tangannya bertolak pinggang, dan bibirnya maju dengan ekspresi meremehkan.

“Astaga denger itu Bu! Dia mulai main-main ayat dan akhlak segala. Kok bisa ya orang kayak dia masih pede ngomong soal lisan yang baik?” Ardila mengibaskan tangan di depan wajah Citra seperti menepis energi buruk yang dialirkan oleh Citra.

“Mbak Citra ini lucu sekali yah dari tadi nyari pembenaran diri terus. Jangan bawa-bawa Allah untuk tutupi hidupmu dan kesalahanmu sendiri!” pungkasnya.

Nada sinisnya semakin tajam. Matanya melotot, ekspresinya benar-benar tidak sopan.

Sementara itu, mantan ibu mertuanya memeluk tas di dadanya sambil mendengus panjang. Kedua matanya menyipit, memperhatikan Citra seperti melihat sesuatu yang menjengkelkan dan menjijikkan.

“Kamu ini memang pandai sekali memutar kata, ya,” ujarnya ketus. “Dari dulu begitu. Makanya rumah tangga kamu hancur! Jangan pasang wajah sabar di depan saya. Saya sudah sangat tahu sifatmu. Jangan pura-pura jadi korban!” cibirnya.

Ia melipat tangannya kuat-kuat di dada, dagunya terangkat tinggi, penuh superioritas.

“Kamu dipuji akhlaknya? Hah!” Ia tertawa kecil penuh celaan. “Yang ada kamu cuma bikin masalah di mana pun kamu tinggal. Untung anak saya sudah cerai sama kamu. Kalau tidak, entah apalagi sialnya keluarga ini!” ejeknya Bu Etty.

Arni dan Ardila mengangguk keras, bahkan serempak seperti sedang membela satu kubu.

Arni mendekat sedikit, menunjuk ke arah Citra dengan telunjuknya.

“Jadi tolong ya, Mbak. Jangan sok menjadi malaikat di depan kami. Karena yang kami lihat cuma satu yaitu intinya Mbak ini nggak lebih dari beban titik!” sarkas Arni sembari mengipaskan rambut panjangnya.

Emosi mereka bertiga begitu kuat sampai udara di ruangan terasa panas bahkan cara mereka memandang Citra seperti ingin menghabisinya, bukan sekadar membalas ucapan.

Citra tidak mundur, tapi juga tidak melawan dengan kemarahan walaupun diserang bertubi-tubi dengan kata-kata yang menohok dan menyakiti hatinya. Ia hanya duduk tegak meskipun tubuhnya sangat lemah setelah operasi, wajahnya tenang, matanya jernih namun tajam seperti kaca yang memantulkan semua keburukan yang diarahkan padanya padahal tak pernah dilakukannya.

Ia menarik napas dalam, lalu berkata dengan suara yang pelan namun justru membuat ruangan terasa mengkerut dan terperangah dengan ucapan-ucapan Citra dari perempuan desa.

“Kalau benar saya ini beban maka Allah sendiri yang akan mengangkat saya dari hidup kalian. Dan kalau benar saya pembawa sial, maka biarlah Allah yang membuktikan apakah saya yang membawa sial, atau justru lisan-lisan yang suka merendahkan orang lain.” tuturnya.

Nada suaranya tidak naik sedikit pun, tetapi menggedor hati bagi siapa saja yang ada di dalam kamar bangsal tersebut.

“Aku tidak minta dihormati. Tapi aku tidak akan izinkan siapa pun meremehkan keberadaanku. Kalian boleh menghina sepuasnya, tapi ingat setiap hinaan kelak kembali kepada pemilik lisannya. Dan saat itu, tidak ada satupun dari kalian yang bisa menyalahkan saya lagi.”

Ia melirik sekilas ke masing-masing wajah mereka bukan dengan marah, tapi dengan kejujuran yang telak.

“Kalian menyebut saya pembawa beban. Tapi lihat baik-baik, siapa yang benar-benar terbebani hari ini?” tanyanya dengan seulas senyumannya.

Kalimat itu membuat ketiganya terdiam sepersekian detik tapi raut wajah mereka menunjukkan ketidaksukaan setelah Citra berkata panjang kali lebar.

Citra melanjutkan, lebih lembut namun nada bicaranya lebih menusuk batin dan jiwa raga.

“Aku ada di rawat di sini bukan untuk cari belas kasihan siapapun termasuk kalian, tapi menunaikan hakku sebagai manusia. Kalau kalian tidak bisa memberi kebaikan, setidaknya jangan mempersulit urusan orang yang sudah jatuh.” imbuhnya.

Ia menegakkan bahunya, tidak lagi gemetar walaupun kondisi perutnya nyut-nyutan dan nyeri.

“Dan satu hal lagi, aku tidak takut pada manusia yang hanya pandai menghakimi. Aku takut hanya pada Allah SWT yang melihat hati. Kalau kalian merasa benar, silakan. Tapi ingat satu hal doa orang yang disakiti tidak pernah tertolak.” ucap Citra dengan mantap.

Tiba-tiba terjadi kesunyian di dalam ruangan yang cukup sempit itu. Tidak ada satupun dari mereka yang berani menyahut perkataan Citra yang tak ada yang salah.

Bukan karena kalah, tetapi karena tersentil dan tidak punya lagi ruang untuk mencemooh tanpa terdengar buruk di telinga sendiri.

Citra sesekali meringis, tangannya refleks menekan pelan perutnya yang baru saja dioperasi.

“Astaghfirullahaladzim,kuatkan hambaMu ini ya Allah,” gumamnya.

Rasa nyeri itu datang seperti gelombang menusuk, meremas, lalu menghantam sampai ke dadanya.

Ia bersandar pada dinding bangsal ekonomi yang dingin, mencoba menahan gemetar di tubuhnya. Napasnya pendek-pendek, namun matanya tetap berusaha tegak memandang tiga orang yang dulu ia sebut keluarga.

Arni dan Ardila berdiri mematung, sementara mantan ibu mertuanya melipat tangannya dengan wajah tak terbaca.

Tetapi tidak ada ketenangan sedikitpun dalam tubuh mereka. Justru sebaliknya

rahang Arni mengeras, urat lehernya menegang.

Tangannya yang sejak tadi menjepit tas kecilnya kini menggenggam begitu kuat sampai buku-buku jarinya memutih.

Matanya menyipit, menusuk Citra dengan tatapan panas penuh amarah yang berusaha ia sembunyikan.

“Berani sekali dia bicara begitu, siapa dia sekarang berani menasihati kami?” umpat Arni dalam hatinya, dadanya naik turun menahan emosi.

Di sebelahnya, Ardila tampak lebih tak sabar. Kakinya mengetuk-ngetuk lantai, ritmis namun menunjukkan saat ini betapa gusar hatinya. Bibirnya tertarik miring, menahan komentar kasar agar tidak keluar di depan umum.

“Ih, sok suci sekali! dasar perempuan pembawa sial!” hardiknya dalam hati, meski wajahnya berusaha tetap datar.

Mantan ibu mertuanya melipat tangan di dada, namun mata tuanya melirik kedua putrinya seolah menahan mereka untuk tidak memperkeruh keadaan, meski wajahnya sendiri tampak dingin dan penuh penilaian.

Reaksi keduanya semakin memanas setiap kali kalimat Citra terngiang. Kata-kata yang menohok tadi seperti memantul-mantul di kepala mereka, membuat keduanya terasa seperti ditelanjangi kesalahannya di depan tamu rumah sakit.

Arni meremas ujung hijabnya, gerakan yang jelas menunjukkan betapa ia tersinggung.

“Kenapa dia masih bisa bicara setegas itu? Harusnya dia malu dengan hidupnya sendiri.”

Sementara Ardila mendengus pelan, dadanya terasa sesak oleh kemarahan yang menumpuk.

“Kalau bukan karena Mama, sudah ku balas mulutnya itu. Sok kuat padahal menyusahkan semua orang.”

Namun tak ada satu pun dari mereka yang berani membuka mulut. Bukan karena hormat, tetapi karena tahu, jika mereka berbicara sekarang, apa yang keluar hanya akan memperlihatkan keburukan diri mereka sendiri. Dan itu lebih memalukan daripada diam.

1
Aqella Lindi
tetap d tguya thor semangat💪
Aqella Lindi
jgn lama2 ya thor nti lupa ceritany
Dew666
🍒🍒🍒🍒🍒
Evi Lusiana
dasar laki² gila lo yg nyakitin,nyerai in tp msih jg mo ngganggu hidupny dasr gak waras
Evi Lusiana
sungguh kluarga ardian yg toxic itu pst dpt balasan tlh menyakiti mendholimi mnsia ber akhlak baik sprti citra
Evi Lusiana
menggelikan satu kluarga toxic tunggu sj karma kalian
Dew666
💥💥💥💥💥
Dew666
💃💃💃💃💃
Sastri Dalila
😅😅😅 semangat Citra
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak kak 🙏🏻🥰
total 1 replies
Dew666
🔥🔥🔥🔥🔥
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
Adrian tabur tuai pasti ada .ingat apa yg kamu tuai itu yg akan kamu dpt, dasar mantan suami iblis
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
Bagus Citra.. usah di balas dgn kejahatan pd org yg tlh berbuat jahat kpd kamu.
Sastri Dalila
👍👍👍
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
semoga bener Citra itu anak pak Ridho yg hilang. aduhhh Citra terima saja pekerjaan yg ditawarkan semoga kehidupan kamu berubah dgn lbh baik lagi.
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
rose pasti akan menerima nasib yg sama seperti Citra, jgn terlalu sombong kerna karma itu ada. apa yg dituai itu yg kamu dpt begitu juga dgn ibu serta sdra Andrian yg sudah menyakiti hati dan mental Cutra
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
siapa yg dtg ya
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: ditebak kira-kira siapa???
total 1 replies
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
ayuh Citra ga usah peduli dgn kata2 pedas dari keluarga mantan sok percaya diri bgt mereka.
Zie Zie
cerita yg menarik mencetuskan emosi yg berbagai
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: Alhamdulillah makasih banyak kakak sudah mampir ditunggu updatenya yah 😘🙏🏻🥰
total 1 replies
§𝆺𝅥⃝©༆𝓐𝓯𝔂𝓪♡𝓣𝓪𝓷༆ѕ⍣⃝✰☕︎⃝❥
kk mampir di sini thor
itu suami kayak bagaimana ya ga ada perasaan dan hati nurani kpd istrinya yg baru saja keguguran.
Soraya
lanjut thor
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™: makasih banyak sudah mampir kakak 🙏🏻😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!