Hidup Syakila hancur ketika orangtua angkatnya memaksa dia untuk mengakui anak haram yang dilahirkan oleh kakak angkatnya sebagai anaknya. Syakila juga dipaksa mengakui bahwa dia hamil di luar nikah dengan seorang pria liar karena mabuk. Detik itu juga, Syakila menjadi sasaran bully-an semua penduduk kota. Pendidikan dan pekerjaan bahkan harus hilang karena dianggap mencoreng nama baik instansi pendidikan maupun restoran tempatnya bekerja. Saat semua orang memandang jijik pada Syakila, tiba-tiba, Dewa datang sebagai penyelamat. Dia bersikeras menikahi Syakila hanya demi membalas dendam pada Nania, kakak angkat Syakila yang merupakan mantan pacarnya. Sejak menikah, Syakila tak pernah diperlakukan dengan baik. Hingga suatu hari, Syakila akhirnya menyadari jika pernikahan mereka hanya pernikahan palsu. Syakila hanya alat bagi Dewa untuk membuat Nania kembali. Ketika cinta Dewa dan Nania bersatu lagi, Syakila memutuskan untuk pergi dengan cara yang tak pernah Dewa sangka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Itha Sulfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku pelakunya
"Ini kalungmu!"
Dito melemparkan sebuah kotak perhiasan ke pangkuan Syakila. Gadis itu menerimanya dengan tidak sabaran. Dibukanya kotak perhiasan tersebut kemudian mengeluarkan sebuah kalung dengan liontin safir berwarna biru.
Syakila memeriksa kalung itu dengan teliti. Takutnya, Dito sudah menukar kalungnya dan mempermainkan dirinya.
"Ck, itu kalung yang asli," kata Dito yang jelas tahu apa maksud Syakila membolak-balik liontin kalung tersebut.
Syakila tampak bernapas lega setelah memastikan bahwa kalung itu benar-benar asli. Dia segera mengenakan kembali kalung itu sambil tersenyum kecil.
"Akhirnya, kalung ku kembali," lirihnya dengan perasaan haru.
"Sekarang, waktunya kamu yang menepati janji," ucap Dito sambil menatap mata Syakila.
Gadis itu diam sejenak. Ia berusaha menguatkan mental dan mempertebal keberaniannya.
Kehancuran sudah didepan mata. Meski sadar, namun Syakila tak punya jalan untuk menghindar.
"Baik. Aku akan melakukan semuanya sesuai perintah kalian," sahut Syakila.
Tiba-tiba, Nania maju ke hadapannya. Sang kakak angkat menggenggam tangannya dengan erat.
"Syakila, terimakasih banyak. Kamu memang adikku yang paling pengertian," ucap Nania dengan senyum mengejek di wajahnya.
Syakila yang melihat ekspresi mengejek Nania langsung menarik tangannya dengan kasar. Dia memalingkan muka, menolak bersitatap dengan Nania yang penuh tipu muslihat.
"Syakila, jangan tidak sopan begitu," tegur Nessa yang tidak suka anak kandungnya diabaikan.
"Ibu, tidak apa-apa. Wajar, jika Syakila masih marah. Aku... Aku sudah menghancurkan masa depannya," balas Nania dengan penuh penekanan di akhir kalimat.
"Sejak awal, Syakila memang tidak punya masa depan. Jadi, jangan salahkan dirimu. Ya?"
Tangan Syakila mengepal dengan erat. Tanpa sadar, air matanya menetes tanpa diminta. Hanya karena dia tidak memiliki orangtua, dirinya sudah divonis tak mempunyai masa depan.
Padahal, bukan Syakila yang memilih dilahirkan ke dunia ini. Bukan Syakila yang menginginkan dibuang ke panti asuhan. Bukan Syakila pula yang meminta untuk diadopsi oleh Dito dan Nessa.
Tapi, kenapa justru malah dirinya yang seolah-olah paling bersalah di dunia ini? Kenapa justru malah dirinya yang seolah-olah tidak pandai berterimakasih?
"Wartawan semakin ramai di luar sana. Cepat bersiap! Kamu harus menghadapi mereka semua dan membersihkan nama baik Nania."
Dito yang baru saja mengintip dari tirai jendela lekas memberi perintah.
"Nania, nanti akan ada orang yang menjemput dan membawa kamu keluar dari sini. Ayah dan Ibu akan keluar lebih dulu bersama Syakila dan bayimu."
"Baik, Ayah," angguk Nania mengerti.
"Dimana bayinya? Cepat berikan pada Syakila!"
Tak lama kemudian, seorang perawat datang membawa bayi laki-laki milik Nania. Bayi tersebut ia berikan pada Syakila dengan tatapan prihatin. Perawat itu tahu, bahwa gadis muda berusia 21 tahun itu sedang dijadikan kambing hitam oleh keluarganya sendiri.
"Naik ke kursi roda! Aktingmu harus meyakinkan. Awas saja, kalau kamu sampai salah bicara. Aku pasti akan menghukummu dengan berat," peringat Dito.
Syakila tak menjawab. Dia duduk di kursi roda sambil menggendong bayi milik Nania. Tatapannya terlihat kosong.
Begitu sampai di lobi rumah sakit, Syakila, Dito dan Nessa langsung dikepung oleh wartawan. Kilat lampu kamera membuat mata Syakila sakit. Pertanyaan dari berbagai arah menyerbunya, bagai sebuah peluru yang ditembakkan secara membabi-buta.
"Nona Syakila, apa benar jika Anda adalah dalang dibalik tuduhan palsu terhadap Nona Nania selama ini? Apa benar, Anda sengaja memfitnah Nona Nania demi menghancurkan karirnya?"
Degh. Degh. Degh.
Jantung Syakila berdegup cepat. Dia mendongak dengan tatapan bertanya-tanya. Apa maksudnya? Kenapa dia tiba-tiba diserang dengan pertanyaan seperti ini?
"Kami dengar, sejak kecil Anda selalu menindas Nona Nania. Anda selalu iri terhadap pencapaian Nona Nania yang begitu cemerlang. Apa karena alasan itu, makanya Anda sengaja menyebarkan rumor bahwa Nona Nania hamil anak haram? Padahal, yang hamil anak haram itu justru Anda, kan?"
"Aku..."
"Syakila masih belum dewasa," potong Nessa dengan cepat. "Jadi, kami menganggap jika fitnah yang dia lakukan di internet hanya bentuk ketidakdewasaannya saja."
"Itu benar," sambung Dito. "Mungkin, selama ini kami masih kurang dalam memperlakukan Syakila. Itu sebabnya, dia masih menyimpan rasa iri terhadap kakaknya sendiri."
Syakila menatap kedua orangtua angkatnya dengan tatapan nanar. Tak ia sangka, mereka tega menghancurkan dirinya sampai seremuk ini.
Tak cukup sekadar mengakui anak haram Nania sebagai anaknya. Dia juga dituduh sebagai dalang dari fitnah untuk Nania.
"Lihat, orangtua angkatmu sangat menyayangimu. Tapi, kamu malah tidak tahu diri! Kalau itu aku, aku pasti sudah melemparmu kembali ke panti asuhan," seru seorang wartawan dengan perasaan kesal terhadap Syakila.
"Jadi, siapa yang sebenarnya melahirkan anak haram? Apa itu benar-benar Anda, Nona Syakila?"
Syakila menatap satu persatu orang di sekelilingnya. Tak ada satu pun yang menaruh iba. Semuanya, menatap dirinya dengan penuh penghakiman.
Karena tak kunjung menjawab, Nessa pun mencubitnya secara diam-diam.
"Ayo, jawab! Jangan diam saja!" bisik Nessa dengan suara tertahan.
Alis Syakila sedikit mengernyit. Dia menahan sakit pada pinggang yang dicubit diam-diam oleh sang Ibu angkat.
"Cepat jawab, atau kalung itu akan aku rebut kembali!" desak Dito disertai ancaman.
Syakila menarik napas panjang. Dengan mata berkaca-kaca, dia pun mengangguk lemas.
"Ya, itu aku. Aku yang sebenarnya hamil dan melahirkan anak haram."
Suara Syakila bergetar. Dia sadar, seiring kalimat yang keluar dari mulutnya, masa depannya perlahan mulai runtuh.
"Siapa Ayahnya?" tanya seorang wartawan.
Syakila menggeleng lalu tertunduk. "Aku tidak tahu."
Tes.
Air matanya terjatuh. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menguatkan diri sendiri.
"Jadi, Anda berhubungan dengan sembarang pria saat mabuk, begitu?"
"Iya," angguk Syakila. "Aku melakukannya. Apa kalian sudah puas sekarang?" teriaknya penuh emosi.
Melihat Syakila yang mulai hilang kendali, Dito pun berinisiatif untuk menyudahi semua ini. Setidaknya, Syakila sudah mengakui semuanya. Jadi, Nania tak akan diteror lagi di masa depan.
"Kondisi Syakila masih belum stabil pasca melahirkan. Mentalnya juga sedikit terganggu akhir-akhir ini. Jadi, tolong kalian beri jalan. Kami harus membawanya pulang ke rumah."
Ia mendorong kursi roda Syakila, bertindak seperti Ayah yang benar-benar perhatian. Para wartawan pun reflek memberi jalan. Setidaknya, mereka sudah mendapat berita.
"Pak, lebih baik anak angkat tidak tahu diri seperti itu dibuang saja. Dia hampir menghancurkan masa depan putri kandung Anda. Jangan dipelihara terus. Bahaya," teriak seorang Ibu-ibu yang sedari tadi memperhatikan wawancara mereka.
"Syakila sudah seperti anak kandung saya sendiri. Dia dan Nania kedudukannya sama dihati kami. Jadi, mana mungkin kami tega membuangnya. Iya kan, Sayang?" Dito menyentuh pelan bahu sang istri.
"Itu benar. Syakila tetap anak kami. Lagipula, Nania juga sudah memaafkan adiknya. Jadi, masalah ini sudah kami anggap selesai," sahut Nessa.
Keduanya benar-benar pandai memainkan sandiwara. Tapi, hanya Syakila satu-satunya orang yang bisa melihat semua kepalsuan itu.
lah
semoga syakila bahagia dan bisa membalas dendam terhadap keluarga dito yang sangat jahat
menanti kehidupan baru syakila yg bahagia...