Amira wanita cantik itu, menatap suaminya dengan perasaan yang sulit di artikan. bagaimana tidak, dua tahun yang lalu, dia melepaskan kepergian Andika untuk bekerja ke kota, dengan harapan perekonomian rumah tangga mereka akan lebih mapan, keluar dari kemiskinan. tapi harapan itu hanyalah angan-angan kosong. suami yang begitu di cintanya, suami yang setiap malam selalu di ucapkan dalam sujudnya, telah mengkhianatinya, menusuknya tanpa berdarah. bagaimana Amira menghadapi pengkhianatan suaminya dengan seorang wanita yang tak lain adalah anak dari bos dimana tempat Andika bekerja? ikuti yuk lika-liku kehidupan Amira beserta buah hatinya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Baim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
2
Demi kelangsungan hidup keluarganya, Amira melepaskan kepergian suaminya ke kota untuk bekerja. Segala pikiran buruk yang ada di kepalanya, di tepisnya. Dia yakin suaminya akan selalu setia dan tidak mungkin mengkhianati dirinya.
.....
Amira membersihkan tangannya setelah mendengar suara HP-nya berbunyi. Dia meninggalkan pekerjaannya, lalu mengangkat HP jadulnya, setelah melihat nama penelpon yang tertera di layar. Hatinya seketika berbunga-bunga. Senyum bahagia terlihat dari bibirnya.
"Assalamualaikum mas.." salamnya, masih dengan senyum bahagianya.
"Waalaikumsalam dek..baru sehari jauh dari kalian, Mas udah rindu." Balas Andika dari seberang sana. Tidak di pungkiri dia memang sangat merindukan keluarga kecilnya. Karena ini untuk pertama kalinya dia meninggalkan keluarganya itu.
Amira seketika tertawa pelan. Hatinya menghangat.
"Kita juga rindu sama Mas, padahal baru kemarin Mas perginya, gimana kalau berhari-hari, berbulan-bulan hingga bertahun-tahun." Amira kembali tertawa. Tidak bisa membayangkan itu semua. Andika juga ikut tertawa.
"Mas udah nyampe?" Tanya Amira, lanjut.
"Udah sayang..mas di jemput Yanto, sekarang udah ada di kos-kosan Yanto. Insya Allah besok mas udah ke perusahaan."
"Mas udah makan?" Amira kembali bertanya. Dia cuma khawatir kalau suaminya lupa makan, masalahnya ini sudah terlalu siang sudah lewat jam makan siang.
"Udah, udah Sholat dhuhur juga."
"Alhamdulillah..jangan sampai lupa makan dan Sholat ya Mas."
"Iya dek..Ibu sama Alif kemana? Kok kedengaran sepi aja, mas nggak dengar suara ribut Alif."Tanya Andika yang tidak mendengar suara teriakan putranya di rumah.
"Alif lagi main di rumah Mbak Siti..kalau Ibu nggak tau kemana, soalnya perginya nggak bilang-bilang."Jawab Amira sedih.
"Maaf Ibu ya dek..kalau sampai saat ini Ibu masih kasar sama kamu. Kita sama-sama berdo'a satu saat Ibu bisa berubah menerima kamu, menyayangi kamu seperti anaknya sendiri."
"Aamiin..Insya Allah..Mira juga berharap seperti itu Mas"
"Ya sudah dek..Mas istirahat dulu, nanti malam Mas telpon lagi, titip Ibu ya, maaf merepotkan kamu. Mas minta kamu mau bersabar menghadapi Ibu, Mas minta maaf terlalu banyak menuntut dari kamu, padahal Mas belum bisa membahagiakan kamu. Mas tau kamu istri yang sangat baik. Percayalah semua akan indah pada waktunya."
Dan kedua pasangan suami istri itu, mengakhirinya obrolan mereka.
......................
Seminggu sudah Amira di tinggal suaminya. Di kota Andika suaminya sudah masuk kerja. Hari-hari yang di lalui Amira dan putranya, tidak ada perubahan yang berarti. Dari semenjak ada maupun setelah kepergian sang suami. Seperti hari-hari sebelumnya perempuan yang menikah di usianya masih delapan belas tahun itu, tetap bekerja membantu perekonomian keluarganya. Apa lagi semenjak suaminya ke kota, dan belum bisa mengirim mereka uang. Amira harus bersabar sebulan lagi. Untuk tetap bertahan hidup, perempuan dua puluh tahun itu, tetap harus bekerja.
"Bu..titip Alif ya, aku mau ke ladang, Bu lek Tati lagi panen jagung. Aku di minta bantu-bantu." Ijin Amira pada Ibu mertuanya yang sedang duduk bersantai di teras.
"huhhh..kamu itu nggak bisa lihat Ibu senang dikit..jangan suka menyusahkan orang tua, kamu bawah saja anakmu, Ibu capek." Balas Bu Susi ketus. Di luar sana banyak nenek yang sayang sama cucu mereka, berbeda dengan Bu Susi. Dia tidak peduli dengan cucunya.
Amira cama menghembuskan napas. Dia tahu akan mendapat jawaban seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, tidak mungkin dia membawa anak usia dua tahun itu ke ladang jagung milik Bu lek Tati.
"Maaf aku Bu..tolong jaga Alif sebentar, nggak mungkin aku bawah Alif ke ladang jagung. Aku itu mau kerja Bu, bukan jalan-jalan." Amira berusaha membujuk Ibu mertuanya.
Tapi tiba-tiba saja Bu Susi berdiri dari duduknya, menatap nyalang pada Amira.
"hallaah...Ibu nggak perduli, kamu pikir Ibu ini pengasuh anakmu." Bentaknya keras. Kemudian dia berjalan masuk kedalam rumah begitu saja.
"Astaghfirullah..bukan maksud aku seperti itu Bu." Amira mengelus dadanya. Rasa sakit atas bentakan Ibu mertuanya menusuk hingga ulu hatinya. Air matanya dai tahan agar tidak tumpah. Dia sudah terbiasa dengan perlakuan kasar Ibu mertuanya. Lagi-lagi Amira mendesah panjang.
"Ya Allah..mau sampai kapan..rasanya terlalu sakit."
......................
"Loh..Mir, kok Alif di bawah?"Tanya Bu Kokom melihat Amira datang ke ladang jagung sambil menggendong anaknya dengan jarik. Di tangan sebelahnya menenteng kresek hitam. Amira tidak langsung menjawabnya pertanyaan Bu Kokom. Dia terus berjalan.
Beberapa Ibu-ibu yang sudah datang menengok ke arah Amira. Mereka tercengang karena Amira tiba-tiba saja menangis, setelah tiba di antara mereka.
"Mira..ada apa nak." Tanya Bu lek Tati, pemilik ladang jagung yang akan di panen.
Amira tetap diam. Dia terus menangis sambil memeluk anaknya. Alif yang melihat Ibunya menangis, akhirnya ikut juga menangis.
"Biar Alif sama Ibu Mir." Bu Kokom mengambil Alif dari dalam gendongan Amira. Dia sangat geram dengan mertuanya Amira. Untuk menjaga cucunya sendiri wanita itu tidak mau. Padahal Amira bekerja untuk memberi makan dia juga.
"Ini pasti ulah Ibu mertua kamu yang tidak tau diri itu." Timpal Bu Siti dengan kesal, mereka semua tahu perlakuan Bu Susi pada Amira selama ini.
"Benar-benar mertua Dajjal..kurang baik apa Amira selama menikah dengan Andika, mau cari menantu seperti apa lagi Bu Susi itu..udah hidup susah belagu lagi. Kalau aku jadi kamu Mir, sudah ku tendang itu mertua jauh-jauh sampai luar angkasa."
"Mau cari mantu yang kaya mungkin. Amira kan mantu miskin yatim piatu lagi."Ucap yang lain dengan kesal.
"Sudah-sudah..biar Allah saja yang akan membalas..kita yang waras nggak usah menghakimi." Bu lek Tati merelai gibahan Ibu-ibu.
"Mang Udin." Panggil Bu lek Tati pada salah satu karyawan nya.
"Iya Bu ada apa?"
"Mang..tolong antar anaknya Mira ke rumah ya..biar main sama cucu-cucu saya, kasihan kalau anak sekecil ini ditempat kayak gini, bisa-bisa badannya gatal semua."
"Nggak usah Bu lek..biar Alif sama saya saja, nanti malah Alif bikin repot Mbak Saras di rumah." Amira menahan niat Bu lek Tati untuk membawa anaknya kerumahnya.
"Nggak apa-apa Mir..apa kamu mau anakmu badannya bentol-bentol kena daun jagung? Sudah nggak usah khawatir, anakmu aman di rumah saya. Bu Kokom kasih Alif pada mang Udin..sampai di rumah bilang sama Mbak Saras kalau saya yang nyuruh bawah Alif ke rumah..dan tolong bilang Mbak Saras ngurus Alif sebentar, Mira lagi bantu-bantu di ladang."
"Nggih Bu."
Mang Udin menghampiri Bu Kokom. Lalu mengambil Alif dari gendongan.
"Duhhh anak lanang, ayo kita pergi main sama Mas Rendi dan Mbak Rini..jangan nangis ya..Ibu lagi kerja nyari uang baut jajan Alif."
Amira cuma bisa memandang anaknya, yang enteng saja di bawah mang Udin, kerumah Bu lek Tati dengan terharu. Air matanya kembali menetes. Dia sangat bersyukur ternyata, masih ada orang yang baik dan peduli padanya.
Bersambung....
Jd gmes bcanya bkin emosi
Thor jgn bkin amira jd org bego. Toh itu cm mertua bkn ibu kndungnya