NovelToon NovelToon
Serafina'S Obsession

Serafina'S Obsession

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Romansa Perdesaan / Mafia / Romansa / Aliansi Pernikahan / Cintapertama
Popularitas:48
Nilai: 5
Nama Author: Marsshella

"Apa yang kau lakukan di sini?"

"Aku hanya ingin bersamamu malam ini."

🌊🌊🌊

Dia dibuang karena darahnya dianggap noda.

Serafina Romano, putri bangsawan yang kehilangan segalanya setelah rahasia masa lalunya terungkap.

Dikirim ke desa pesisir Mareluna, ia hanya ditemani Elio—pengawal muda yang setia menjaganya.

Hingga hadir Rafael De Luca, pelaut yang keras kepala namun menyimpan kelembutan di balik tatapannya.

Di antara laut, rahasia, dan cinta yang melukai, Serafina belajar bahwa tidak semua luka harus disembunyikan.

Serafina’s Obsession—kisah tentang cinta, rahasia, dan keberanian untuk melawan takdir.

Latar : kota fiksi bernama Mareluna. Desa para nelayan yang indah di Italia.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsshella, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

02. Keluarga De Luca

Pagi hari. Rumah dua lantai di tepi pelabuhan itu dipenuhi celotehan dan tawa. Aroma pancake hangat dan kopi kuat memenuhi udara.

Di meja makan, Mila yang berusia lima tahun dengan gaun tanpa lengan bergambar bunga-bunga, sedang berusaha makan dengan rapi dibantu Giada yang wajahnya menyunggingkan kesal.

“Lambat sekali, Mi. Aku bisa saja sudah pergi ke pasar,” gerutu Giada, kakak Mila.

Rosa, Mamma mereka, dengan wajah lembut yang masih menyisakan sisa-sisa kecantikan masa mudanya, menata lima gelas berisi susu. Satu kursi masih kosong, milik Rafael yang masih berada di pelelangan ikan.

Matteo, sang Papà, menghabiskan sarapannya dengan cepat. Dia mendekati Rosa, mengecup keningnya dengan penuh kasih. “Aku ke padang rumput. Domba-domba perlu sarapan juga. Jaga dirimu, ya.”

Giliran Giada yang dicium, tapi dia mengelak. “Papà, jangan! Aku sudah dewasa!”

Matteo mencibir, matanya berbinar nakal. “Dewasa? Kemarin Papà lihat kau dan Marco di belakang kapal—”

“Papà!” potong Giada, pipinya memerah merona karena dia kepergok ciuman dengan Marco oleh Papà-nya itu.

Matteo tertawa sebelum akhirnya mencium pipi gembul Mila yang membuat si kecil terkikik girang. Dia lalu pergi, bergabung dengan teman-temannya para gembala di luar.

Di pelabuhan, Rafael baru saja menyelesaikan pelelangan hasil tangkapannya pagi itu. Uangnya dia serahkan kepada Marco, kekasih Giada yang juga anak dari Adrian Rinaldi, ‘raja’ nelayan Mareluna yang disegani.

Kebanyakan para nelayan entah tua atau muda hanya memakai celana dan tanktop karena cuaca panas.

Marco, pria berusia tiga puluh tahunan dengan tubuh kekar meski tak seberotot Rafael, menerimanya dengan anggukan. “Giada di mana?”

“Di rumah. Dia sepertinya sedang sarapan dan bersiap menemuimu, kurasa,” jawab Rafael sambil menyeringai.

Percakapan mereka terhenti saat Mila berlari keluar rumah, langsung bergelayut di kaki Rafael. Giada menyusul dari belakang dengan alasan ingin ‘melihat suasana pelabuhan’ padahal jelas ingin menyambut Marco.

Begitu melihat Giada, Marco langsung mendekat dan mengecup dahi kekasihnya itu dalam-dalam. 

Rafael yang melihatnya menggeleng. “Kapan kau akan menikahi kakakku, Marco? Jangan-jangan kau hanya main-main?”

Marco mengambil sebatang rokok mint dari sakunya, menyalakannya, dan menghembuskan asap ke udara. “Aku akan menikahinya ketika tabunganku sudah cukup untuk memberinya rumah, bukan sekadar kamar di atas kapal.”

Rafael menghela napas, memahami beban itu. Perhatiannya beralih ke Mila yang berusaha memberinya permen karamel dari tas kecil di lehernya. 

Rafael berjongkok, membiarkan adiknya yang manis menyuapinya. Mila lalu memajukan bibirnya, minta dicium. Rafael tertawa dan menuruti kemauannya, membuat Mila memeluk lehernya erat.

“Kaka Rafa bau ikan, Kaka Giada saja bilang enek,” goda Rafael.

“Mila suka! Kaka Rafa hangat. Tidak seperti Kaka Giada yang galak dan parfumnya nyengat!” bantah Mila polos.

Marco tertawa terbahak-bahak, membuat Giada makin kesal dan merajuk. Marco segera mengejarnya, dan dalam sekejap, di depan para nelayan yang bersorak-sorai, dia menangkup wajah Giada dan mencium bibirnya dalam-dalam. Adegan itu menjadi tontonan gratis yang memecah kesibukan pagi.

Rafael dengan cepat menutup telinga Mila dan memalingkan wajah adiknya. “Jangan lihat yang tidak-tidak, Mi.”

Tapi Mila malah mengiler, sisa permen karamelnya menetes. Rafael berusaha menjauh, tapi Mila mengejarnya, berniat mengusapkan iler itu ke celananya.

Tawa riang Rafael dan Mila menggema di sepanjang jalan menuju rumah mereka. Setelah dikejar-kejar si kecil yang tak mau kalah, Rafael akhirnya ‘menyerah’ dan membiarkan Mila menangkapnya.

“Dapat kau!” seru Mila sambil melompat memeluk kaki kakaknya.

Rafael masuk ke dalam rumah, di mana aroma kopi dan pancake masih menggantung manis. Rosa sedang membereskan meja, wajahnya berkerut senyum melihat anak-anaknya.

“Buongiorno, Mamma,” sapa Rafael, mendekat dan mengecup pipi sang Mamma yang lembut. Dia lalu menghela napas palsu yang dramatis saat merasakan sesuatu yang lembab dan lengket di celana cargo-nya. “Mila! Mulutmu yang berliur itu!”

*Selamat pagi

Mila tertawa terbahak-bahak, suaranya seperti gemerincing bel kecil. Dia dengan sengaja mengusapkan lagi mulut mungilnya yang masih penuh sisa permen karamel ke kain celana Rafael. “Biar Kaka Rafa ikut manis!”

Rasa gemas Rafael membuatnya membalikkan posisi Mila dengan mudah, menggantungnya terbalik dengan aman di kedua tangannya sebelum kemudian berputar-putar di ruang tengah. Teriakan riang Mila dan tawa dalam Rafael memenuhi ruangan, menciptakan musik sederhana yang hanya dimiliki keluarga yang penuh kasih.

“Basta, ragazzi!” tegur Rosa dengan lembut, tangan di pinggang. “Rafael, makananmu sudah siap. Kau pasti lapar setelah melaut sejak dini hari.”

*Cukup, kalian berdua

Rafael menurunkan Mila yang masih cekikikan ke lantai dan mendekati meja. Dia melihat hanya satu piring yang sudah terisi. “Mamma belum makan?”

“Mamma baru mau makan. Menunggumu,” jawab Rosa.

Wajah Rafael sedikit berkerut. Dia dengan lembut mendudukkan Mila yang masih semangat di kursinya sendiri, lalu menarik kursi untuk sang Mamma. “Tidak perlu menungguku, Mamma. Duduklah, mari kita makan bersama.”

Sambil duduk, Rafael melirik ke sekeliling. “Papà sudah pergi?”

“Iya, ke padang rumput bersama Carlo. Mengurus domba-domba kita,” jawab Rosa sambil akhirnya mengambil sesuap pancake.

Rafael menghela napas, kekhawatiran terpancar di matanya yang hijau. “Kaki Papà masih sering bengkak. Seharusnya dia istirahat di rumah saja. Aku yang seharusnya mengurus domba-domba itu hari ini.”

Dia mulai menyantap makanannya dengan cepat, terburu-buru. Pancake dan telur dadarnya habis dalam beberapa suap besar.

“Piano, piano, Rafa,” kata Rosa, meletakkan tangan di atas tangannya untuk memperlambatnya. “Kau sudah bekerja keras sejak jam tiga pagi. Tubuhmu juga butuh istirahat.”

*Pelan-pelan 

Tapi Rafael hanya menggeleng, meneguk jus oranyenya. “Aku baik-baik saja, Mamma. Aku akan menyusul Papà sekarang. Biar kubantu dia.”

“Mila ikut! Mila ikut Kaka Rafa!” seru Mila tiba-tiba, mengacungkan sendoknya penuh semangat, sisa sirup maple menetes di dagunya. Dia memang suka makan.

Rafael mengusap kepala adiknya dengan lembut, senyum kecil kembali menghiasi wajahnya. Kekhawatiran dan ketergesaan itu tidak menghapus kehangatan yang dirasakannya di pagi yang ramai ini. Inilah hidupnya—laut, domba, dan tanggung jawab yang berat, tapi dibungkus oleh cinta yang tak terbantahkan dari keluarga di sekelilingnya.

...🌊🌊🌊...

Sementara itu, di padang rumput hijau yang membentang di puncak tebing, sebuah insiden terjadi.

Serafina, yang berjalan-jalan dengan Elio untuk mengenal lingkungan, tanpa sengaja menabrak seekor domba yang sedang asyik merumput. Terjatuhlah dia dengan tidak anggun ke atas rumput, roknya kotor oleh tanah.

BRUGH

“Sera!” Demi penyamaran, Elio tidak menyebut nona mudanya sebagai Signorina karena dia memerankan seorang kakak laki-laki Serafina.

Elio bergerak cepat, tapi seorang pria yang lebih tinggi dan kekar mendahuluinya.

Rafael De Luca. Dengan tangkas, dia membantu Serafina berdiri, tangannya yang kasar namun lembut membersihkan debu dan rumput yang menempel di pakaian Serafina.

“Maaf tentang domba itu,” kata Matteo yang mendekat, matanya berbinar ramah. “Mereka suka genit pada perempuan cantik.”

Serafina, meski kesal dan merasa kikuk, memaksakan senyum. “Tidak apa-apa.”

Carlo, teman Matteo, menyela. “Kalian cucu-cucu saudara Nonna Livia yang dari Roma, ya?”

Elio, yang berdiri kaku, segera menjawab, “iya. Saya Elio, dan ini adik saya, Sera.”

Serafina masih terdiam, lebih memperhatikan rasa malu dan pakaiannya yang kotor. Matanya berpindah ke Rafael yang kini sedang berlarian dengan Mila di antara kawanan domba, mengangkat si kecil dan memutar-mutarnya. 

Lalu, terdengar di telinga Serafina teriakan Mila. “Kaka Rafa suka melihat Kaka cantik itu ya, matanya seperti ikan buntal!”

Rafael, yang mendengarnya, dengan muka merah, segera menyumpal mulut Mila dengan permen karamel lain.

Elio, yang menangkap semua ini, segera menarik lengan Serafina. “Ayo pulang, Sera. Kamu harus ganti baju.”

Sepanjang perjalanan pulang, Elio diam. Ketegangan terasa di pundaknya.

“Ada apa?” tanya Serafina akhirnya.

“Jangan dekat-dekat dengan pria itu,” gumam Elio, suaranya rendah dan tegas.

“Siapa? Pria yang menolongku tadi? Dia baik. Dia membantuku.”

“Dia hanya pria desa yang bau ikan dan pakai tanktop,” sergah Elio, nadanya tak sopan. “Aku pengawalmu. Apa yang kukatakan adalah untuk kebaikanmu.”

“Kau terlalu berlebihan, Elio. Dia terlihat ... baik." Matanya melirik ke belakang, melihat Rafael yang kini sedang mengusap-usap lutut Mila yang mungkin tergores, persis seperti yang dilakukannya padanya tadi. Sebuah pemandangan yang membuat hatinya bergetar aneh.

“Lihat? Dia suka mengangkat perempuan yang jatuh,” tambah Serafina, sedikit menggoda.

Elio menoleh, dan wajahnya menjadi semakin muram saat melihat adegan Rafael dan Mila. Dia menarik napas dalam. “Bukan itu masalahnya, Signorina. Masalahnya adalah, kau adalah seseorang yang seharusnya tidak jatuh, dan dia adalah seseorang yang seharusnya tidak ada di sana untuk mengangkatmu.”

Kata-katanya menggantung di udara, penuh dengan peringatan dan sesuatu yang lain—sesuatu yang hampir seperti rasa posesif, yang membuat Serafina terdiam sepanjang sisa perjalanan pulang.

...🌊🌊🌊...

“Apa kau memata-matainya?”

“Tadi sore dia datang ke pelabuhan. Aku melihat noda merah di celananya. Itu saja.”

...🌊🌊🌊...

Rafael De Luca : 25 th

Giada De Luca : 30 th

Mila De Luca : 5 th

Marco Rinaldi : 31 th

Elio Marcenzo : 25 th

Serafina Romano : 19 th

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!