Siapa yang tidak menginginkan harta berlimpah. Segala keinginan dapat diraih dengan mudah. Tak heran banyak orang berfoya-foya dengan harta.
Berbeda dengan keluarga Cherika. Mereka menggunakan hartanya untuk menolong sesama dan keluarga.
Tapi tidak disangka, karena harta lah Cherika kehilangan harta keluarganya. Orang tuanya menghilang sejak mendapatkan kecelakaan. Hanya Cherika yang selamat.
Cherika kemudian tinggal bersama saudara ibunya. Dan tanpa sengaja, Cherika mendengar penyebab tentang kecelakaan orang tuanya.
Kabar apakah itu?
Ikuti jalan ceritanya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2 Rem Blong
Tamara, Cherika, Susi dan suaminya kaget setelah mendengar rumah Arvin dirampok dan dibakar. Cherika berlari sekuat tenaga menerobos kerumunan massa menuju mobilnya. Tamara dan Arvin mengejar Cherika.
"Paaaaaa, rumah kita terbakar!" Teriak Cherika.
Arvin, Tamara dan Cherika sudah masuk ke dalam mobil. Arvin meninggalkan lokasi toko yang terbakar. Cherika dan Tamara tidak henti-hentinya menangis. Dalam sekejap mereka kehilangan rumah dan juga toko yang selama ini menghidupi keluarga mereka.
"Cheri sayang. Ada sesuatu yang Mama ingin ceritakan," Tamara sambil terisak.
"Apa itu Ma?" tanya Cherika.
Tamara kemudian cerita, Cherika mempunyai kakek dan nenek yang selama ini tidak pernah dia temui. Arvin juga memiliki seorang kakak laki-laki.
Orang tua Arvin sangat keras mendidik anak-anaknya. Kakek memberikan modal usaha untuk Arvin dan Zidan. Mereka harus bisa mandiri dan mapan. Jika syarat itu belum terpenuhi, mereka dilarang pulang ke rumah.
Karena usaha kerasnya, Arvin dan Zidan berhasil membangun usaha di luar kota. Mereka kembali ke rumah dan disambut hangat kedua orang tuanya.
Kedua orang tua Arvin mempunyai satu lagi keinginan. Mereka ingin melihat Arvin dan Zidan menikah tapi dengan pilihan mereka. Arvin yang saat itu sudah menjalin cinta dengan Tamara dengan halus menolak perjodohan itu. Sedangkan Zidan menerima gadis pilihan orang tua mereka.
Sejak saat itu, kakek khususnya, kecewa kepada Arvin. Kakek mengusir Arvin dari rumah. Arvin dan Tamara menikah dan sampai Cherika remaja, Tamara belum pernah bertemu dengan mertuanya.
"Sayang, simpan kotak ini," Tamara memasukkan kotak kecil yang sebelumnya diberikan karyawannya ke dalam ransel Cherika.
"Di dalamnya ada alamat kakek dan nenek," kata Tamara.
"Sampaikan kepada Kakek dan Nenek salam Mama dan Papa. Kami ingin sekali berkunjung ke sana tapi Papa takut Kakek dan Nenek tidak mau menerima Mama," ucap Arvin.
"Kita bisa saja sama-sama ke rumah Kakek dan Nenek," sahut Cherika.
Tamara tidak menjawab. Tamara yang duduk di kursi tengah mobil memeluk Cherika. Arvin masih fokus dengan setirnya. Mobil Arvin tiba-tiba saja melaju dengan kencang di jalan yang menurun tajam. Arvin berkali-kali menginjak pedal rem, tapi mobilnya tidak juga melambat.
Berusaha tidak panik, Arvin membanting setir berusaha menghindari tabrakan dengan mobil yang ada di depannya. Arvin juga membunyikan klakson. Arvin mengeluarkan kepalanya dan berteriak kepada pengendara jalan.
"AWAS, MINGGIR. REMNYA BLOOOONG!"
Teriakan Arvin membuat Tamara dan Cherika panik. Mereka saling berpegangan pada hand grip. Jalan menuju rumah Arvin memang terkenal banyak turunan. Mobil Arvin bukannya melambat tapi lebih kencang dari sebelumnya.
Arvin tidak melihat kepulan asap ataupun kobaran api seperti di toko karpetnya. Padahal sebelumnya, tetangganya memberikan kabar rumahnya dibakar dan dirampok. Komplek perumahan Arvin terlihat normal, warga juga terlihat melakukan aktivitas seperti biasa tidak ada kepanikan dan teriakan kebakaran.
Arvin terlalu fokus dengan pikirannya. Arvin tidak menyadari di pertigaan jalan ada mobil truk bermuatan besar dan melaju kencang ke arahnya. Refleks Arvin membanting setir ke kiri.
Mobil Arvin menabrak sebuah mobil box yang juga dengan kecepatan tinggi. Karena benturan yang begitu kencang, mobil Arvin berputar-putar keluar jalur jalan dan kehilangan kendali.
Mobil Arvin menabrak pembatas jalan. Pintu mobil bagian kiri terlepas, Cherika terlempar keluar dari mobil dan berguling-guling di tengah jalan. Beruntung, tubuh Cherika tidak terlindas pengendara jalan lain.
Nasib naas menimpa Tamara dan Arvin. Mobil mereka terjun bebas ke dalam sungai yang berarus deras. Mobil mereka tenggelam.
Cherika berlari, berteriak minta tolong kepada orang-orang yang ada di jalanan. Cherika menunjuk ke bawah. Orang-orang melihat sebuah mobil masuk ke dalam sungai.
Beberapa orang turun ke sungai mencoba menolong. Tidak lama, sebuah mobil pemadam kebakaran dan mobil polisi tiba di lokasi kecelakaan. Cherika memberikan keterangan kepada petugas polisi. Cherika meminta pertolongan agar mereka mencari kedua orang tuanya.
Cherika baru merasakan seluruh tubuhnya sakit. Kaki, lengan dan pelipis sebelah kirinya mengeluarkan darah. Kepala Cherika terasa berat, pandangan matanya gelap, Cherika jatuh tidak sadarkan diri.
Cherika dimasukkan petugas polisi ke dalam mobil patroli dan dibawa ke rumah sakit terdekat. Cherika langsung mendapatkan perawatan dari Dokter.
...----------------...
Dua hari kemudian, Cherika perlahan membuka mata. Cherika mencium bau obat-obatan di dalam ruangannya. Cherika mengangkat tangan kanannya yang sudah dipasangi infus. Perawat yang kebetulan ada di sana menanyakan keadaan Cherika.
"Maaf Sus, saya kenapa ya?" tanya Cherika.
"Mba kemarin mengalami kecelakaan dan tidak sadarkan diri. Luka-lukanya sudah diobati. Saya akan panggil keluarga Mba dulu ya," Suster itu keluar dari ruangan Cherika.
Cherika teringat orang tuanya. Dia bangun dan duduk di atas tempat tidur. Dia melihat Budi dan Iwan masuk ke dalam ruangannya.
"Om Budi, Om Iwan, Mama, Papa di mana Om?" tanyanya.
"Neng Cheri yang sabar ya," jawab Budi.
"Ada apa Om?" nampak kecemasan di wajah Cherika.
"Sudah dua hari Neng Chika tidak sadarkan diri dan dirawat. Selama itu pula bos Arvin dan bos Tamara belum ditemukan. Mereka menghilang. Mungkin terbawa arus sungai. Tapi pihak kepolisian terus berusaha mencari mereka," jawab Iwan.
"Mama, Papa!" Cherika tidak kuasa menahan air mata.
"Cheri," Susi dan Laudya masuk ke dalam ruangan.
Susi memeluk Cherika dengan berlinang air mata. Susi meminta maaf karena khilaf mengambil beberapa karpet dari toko Tamara dan menjualnya. Susi sudah membayar gaji karyawan dari uang penjualan karpet.
Cherika memandangi Budi dan Iwan. Mereka mengangguk bahwa yang dikatakan Susi adalah benar. Susi dan Laudya terlihat penuh penyesalan dan tulus.
Susi sungguh menyesali perbuatannya. Susi juga sedih karena Tamara dan Arvin belum juga ditemukan.
"Cheri, kemarin Tante dan Om ke rumah kamu."
"Apa rumah Cheri terbakar?"
"Tidak sayang, rumah kamu masih ada. Tapi barang-barangnya ada yang hilang. Tante dan Om takut kalo kamu tinggal sendiri. Kamu tinggal bersama kami aja ya," ujar Susi.
"Iya Cher, tinggal sama kami. Kalo perampok itu balik lagi gimana?" Laudya dengan wajah yang keliatan cemas.
"Aku gak mau ngerepotin Tante," Cheri dengan wajah yang tertunduk.
"Gak repot kok. Cuman harap maklum, keadaan Tante ya begini. Yang sabar ya Cheri, masih ada Tante," Susi kembali memeluk Cherika.
Budi dan Iwan berterima kasih kepada Susi karena sudah mau merawat Cherika. Mereka juga mengatakan, hari ini Cherika bisa keluar dari rumah sakit. Dan biaya rumah sakit sudah dibayar dengan menggunakan BPJS.
Sebelum pergi ke rumah Susi, Cherika izin untuk pulang ke rumahnya diantar Budi dan Iwan. Cherika masuk ke dalam rumah. Budi dan Iwan mencek rumah Cherika. Mereka juga memperbaiki pintu depan dan belakang yang dibobol maling.
Cherika masuk ke dalam kamarnya dan kamar orang tuanya. Ternyata benar, ada beberapa barang berharga yang hilang. Cherika menginjak sesuatu di lantai. Benda tajam yang membuat kaki Cherika berdarah.
Cherika mengambil anting yang ada di lantai. Anting tusuk bermata berlian yang ada sebelah. Cherika sangat yakin, yang merampok di rumahnya adalah seorang perempuan. Cherika menyimpan anting yang ada sebelah itu. Cherika akan mencari siapa pemilik anting itu.
"Neng Cheri, Neng!" Panggil Budi.
"Iya Om," Cherika menuju pintu depan.
"Sudah siap Neng? Biar kami antar ke rumah Bu Susi," tanya Budi.
"Sudah Om," jawab Cherika.
"Neng, kalo ada perlu sesuatu hubungi saja kami. Ingat, jangan sepenuhnya cerita sama Bu Susi. Kalo ada rahasia disimpan saja," kata Iwan.
Walaupun Cherika tidak mengerti apa maksud dari perkataan Iwan, Cherika menganggukkan kepalanya. Cherika kembali memandangi rumahnya. Sungguh sedih meninggalkan rumah dan pastinya Cherika akan semakin sedih mengingat kedua orang tuanya. Untuk sementara, Cherika akan tinggal bersama tante dan sepupunya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...