NovelToon NovelToon
Senja Di Tapal Batas (Cinta Prajurit)

Senja Di Tapal Batas (Cinta Prajurit)

Status: sedang berlangsung
Genre:Dark Romance / Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Cintapertama / Mengubah Takdir
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: khalisa_18

Kalea dan Byantara tumbuh bersama di sebuah asrama militer Aceh, bak kakak dan adik yang tidak terpisahkan. Namun di balik kedekatan itu, tersimpan rahasia yang mengubah segalanya. Mereka bukan saudara kandung.

Saat cinta mulai tumbuh, kenyataan pahit memisahkan mereka. Kalea berjuang menjadi perwira muda yang tangguh, sementara Byantara harus menahan luka dan tugas berat di ujung timur negeri.

Ketika Kalea terpilih jadi anggota pasukan Garuda dan di kirim ke Lebanon, perjuangan dan harapan bersatu dalam langkahnya. Tapi takdir berkata lain.

Sebuah kisah tentang cinta, pengorbanan, keberanian, dalam loreng militer.
Apakah cinta mereka akan bertahan di tengah medan perang dan perpisahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khalisa_18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Gadis baja dari asrama

Langit Aceh pagi itu muram, bergelayut awan kelabu yang seakan hendak menumpahkan hujan. Namun tidak ada yang suram di mata Kalea.

Gadis itu berdiri tegap di depan cermin kecil yang menempel seadanya di dinding kamar asrama. Rambut hitamnya dikuncir ekor kuda sederhana, membuat wajahnya yang masih belia tampak semakin tegas. Seragam loreng yang ia kenakan terlihat agak longgar, sudah mulai lusuh karena dimakan waktu, tapi di tubuh mungilnya seragam itu terasa seperti pakaian perang seorang jenderal.

Tangannya sibuk merapikan lipatan di bahu. Ia menatap refleksi dirinya lekat-lekat, seolah sedang berhadapan dengan prajurit yang bersiap menuju medan tempur. Matanya berkilat, penuh keyakinan.

"Bukan karena aku perempuan, maka aku harus lembut," bisiknya pada bayangan di cermin. "Tapi justru karena aku perempuan, aku harus lebih kuat. Kalau aku jatuh, aku harus bisa bangkit sendiri, tanpa perlu ditarik siapa pun."

Sepasang sepatu bot cokelat tua yang terletak di bawah ranjangnya sudah disikat berkali-kali, tapi tetap menyisakan noda lumpur di sela-selanya. Kalea menatapnya, lalu tersenyum tipis. Ia tidak berniat membersihkannya lagi. Bagi Kalea, noda itu bukan kotoran, melainkan medali tak kasatmata. Bukti bahwa ia pernah terjatuh, dan berhasil bangkit tanpa uluran tangan siapa pun.

Kalea memang berbeda. Ia adalah anomali di antara gadis-gadis seusianya. Ketika teman-teman di sekolah atau asramanya sibuk membicarakan model jilbab terbaru, tren K-pop, atau gelang warna-warni yang sedang populer, Kalea justru lebih fasih membahas jenis-jenis senapan, formasi barisan di bawah terik matahari, atau strategi bertahan saat long march. Ia tidak peduli lip gloss, tapi hafal detail setiap tombol di senter taktis peninggalan ayahnya. Ia tidak koleksi boneka, tapi tahu betul bagaimana melipat seragam agar rapi tanpa kerut.

Namun, ada satu hal yang tidak bisa ia sembunyikan: degup jantungnya yang selalu berdebar ketika Byantara pulang.

Byantara. Kakaknya, atau lebih tepatnya, lelaki yang selama ini ia panggil abang. Seorang perwira muda yang baru lulus dari Akademi Militer.

Setiap kali ia pulang dengan seragam rapi, wajah letih, dan senyum yang entah kenapa mampu merontokkan semua benteng pertahanan di hati Kalea, gadis itu merasakan sesuatu yang tidak pernah ia rasakan pada siapa pun. Ada magnet tak kasat mata yang selalu menariknya lebih dekat.

Setiap kali suara langkah sepatu bot Byantara terdengar keras menghantam lantai rumah asrama, jantung Kalea ikut berdentum, seakan berpacu dengan detak waktu.

"Aku ingin jadi seperti abang..." batin Kalea, "...tapi kenapa aku juga ingin duduk di sisimu, bukan hanya berdiri di belakangmu?"

Ia tidak tahu sejak kapan perasaan itu tumbuh. Mungkin sejak pertama kali Byantara menyeka darah di lututnya ketika ia jatuh dari sepeda. Atau sejak malam ketika listrik padam, dan ia tertidur di bahu Byantara sambil mendengar detak jantungnya yang tenang. Kehangatan itu bukan sekadar kasih sayang kakak pada adiknya, ada sesuatu yang berbeda.

Hangat, tapi asing. Akrab, tapi juga menimbulkan jarak.

Suatu sore, mereka duduk berdua di belakang dapur, memandangi langit yang berubah perlahan menjadi jingga. Udara sore beraroma tanah basah, dan suara anak-anak tetangga bermain berkejaran menjadi latar.

"Bang..." suara Kalea lirih, hampir tenggelam oleh gesekan dedaunan.

Byantara menoleh. "Hm?"

"Kalau Lea masuk Akmil..." Kalea berhenti sebentar, menggigit bibir. "...boleh nggak Lea pakai sepatu kayak punya abang?"

Byantara tertawa kecil. Tawa itu, tawa yang selalu membuat dada Kalea bergetar. "Boleh dong. Malah kamu nanti tiap hari pakai sepatu kayak gini. Tapi, Dek..." ia menepuk pelan lutut Kalea, "sepatu tentara itu berat. Nggak semua orang kuat memakainya."

"Lea bakal belajar," jawab Kalea cepat, matanya membulat dengan semangat. "Lea nggak mau jadi gadis yang ditinggal di belakang."

"Kenapa?" tanya Byantara, seakan ingin menguji.

Kalea membusungkan dada, seolah sedang berbaris di lapangan. "Karena aku pengen jalan di samping abang dan Papa. Sebagai perwira yang keren dan tangguh."

Byantara tersenyum. Ia lalu mengangkat tangannya memberi hormat, setengah bercanda. "Siap, Komandan."

Kalea ikut terkekeh. "Lea mau suatu hari nanti, Lea pergi satgas pakai baret biru terus..." kalimatnya menggantung, membuat wajah Byantara berubah penasaran.

"Terus?"

"Terus pulang dengan penuh penghormatan."

Byantara mengangguk pelan. "Itu sudah pasti. Semua prajurit yang pulang satgas disambut dengan penghormatan."

Kalea terdiam sebentar. Lalu dengan wajah serius ia menambahkan, "Bukan penghormatan biasa. Tapi pulang dengan bendera merah putih menutupi seluruh tubuhku. Sebagai pakaian terakhirku."

Sejenak dunia hening. Angin berhenti berhembus, dan suara anak-anak tetangga pun seolah lenyap. Byantara menatapnya, matanya bergetar.

"Lea..." suaranya parau.

Kalea terkekeh, mencoba mencairkan suasana. "Bercanda, Pak! Serius amat itu muka." Ia terpingkal-pingkal, sementara Byantara masih terdiam, menatap adik kecilnya yang kini sudah bukan lagi sekadar gadis kecil penakut.

Kalea tumbuh. Ia tumbuh menjadi gadis cantik nan tangguh. Bukan lagi anak yang menangis saat diganggu. Bukan lagi bocah yang takut gelap.

Dan itu membuat hati Byantara bergetar. Menakutkan sekaligus... memikat.

Malam itu, ketika lampu-lampu rumah asrama mulai padam dan suara jangkrik memenuhi udara, Kalea duduk di meja kecilnya. Ia membuka sebuah jurnal tua dengan sampul cokelat. Dengan pena murahan, ia mulai menulis.

Ada yang berubah dari diriku. Kenapa setiap kali dekat dengan Bang Byan, rasanya aku bukan adik. Rasanya asing, tapi sekaligus hangat. Apalagi tadi Swasmita bilang, kenapa aku nggak mirip dengan siapa pun di rumah ini. Katanya wajahku beda, kebiasaanku beda. Seolah aku datang dari keluarga lain. Sebenarnya, siapa aku?

Kalea menutup jurnal itu cepat-cepat, seakan takut tulisannya bisa terdengar oleh tembok. Buku itu adalah rahasianya, benteng terakhir yang tidak boleh diketahui siapa pun.

Bahkan ketika ia sadar, tatapan Byantara belakangan ini terasa berbeda, seolah lelaki itu juga merasakan sesuatu yang aneh, Kalea tetap menjaga jarak. Ia tahu, tidak semua hal harus dipertanyakan. Tidak semua perasaan harus diungkapkan.

Di dunia mereka, di lingkungan yang penuh disiplin, rasa seperti itu bisa dianggap salah. Dan kesalahan kecil bisa berubah jadi luka yang dalamnya tak terukur.

Namun tetap saja, setiap kali malam datang dan baret hijau Byantara tergantung di ruang tamu, Kalea akan berdiri diam-diam. Ia menatap baret itu, menyentuhnya sebentar dengan jemari gemetar, lalu tersenyum tipis.

"Aku akan pakai baret biruku sendiri nanti," bisiknya pada dirinya sendiri.

"...dan kamu akan lihat, Bang. Aku bukan cuma gadis kecil yang kamu tinggalkan di rumah."

Sejak hari itu, langkah Kalea berubah. Ia tidak lagi berjalan pelan. Ia berlari lebih jauh, lebih cepat. Bukan untuk menjauh dari Byantara, tapi untuk membuktikan bahwa kelak ia pantas berdiri sejajar. Bahkan mungkin, berdiri di depan. Tanpa perlu meminta izin. Tanpa harus menunggu pengakuan dari siapa pun.

Karena Kalea bukan sekadar bunga yang menunggu disiram cinta. Ia adalah gadis baja, yang membakar mimpinya sendiri agar tidak membeku oleh rasa.

Dan di suatu tempat dalam dirinya, ia tahu, perjalanan baru saja dimulai.

1
atik
lanjut thor... semangat 💪
Khalisa_18: Makasih KK, di tunggu update selanjutnya ya
total 1 replies
atik
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!