Lolly Zhang, seorang dokter muda, menikah dengan Chris Zhao karena desakan keluarga demi urusan bisnis. Di balik sikap dingin, Chris sebenarnya berusaha melindungi istrinya. Namun gosip perselingkuhan, jarak, dan keheningan membuat Lolly merasa diabaikan.
Tak pernah diterima keluarga suaminya dan terus disakiti keluarganya sendiri, Lolly akhirnya nekat mengakhiri pernikahan tanpa hati itu.
Akankah cinta mereka bersemi?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon linda huang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2
Tiga Tahun Kemudian — Rumah Sakit
Lampu ruang operasi perlahan meredup. Seorang dokter wanita keluar dengan langkah lesu, Cahaya lampu koridor memantul di seragam biru lembutnya, membuat wajah Lolly tampak semakin pucat. Ia menurunkan masker dan menghela napas panjang.
“Dokter Zhang,” panggil rekannya, sambil menepuk bahunya dengan lembut. “Dalam sebulan ini Anda sudah menangani begitu banyak operasi. Anda bahkan belum pulang ke rumah selama dua minggu. Hari ini, setidaknya, pergilah beristirahat.”
Lolly tersenyum tipis, meski wajahnya tampak letih. “Terima kasih, tapi aku akan tidur di asrama saja. Masih ada beberapa laporan pasien yang harus aku selesaikan. Kau juga, istirahatlah. Kita berdua sudah bekerja terlalu keras.”
Rekannya hanya mengangguk dan berjalan menjauh, meninggalkan Lolly sendirian di koridor yang sepi.
“Pulang?” gumamnya lirih. “Ke mana aku harus pulang? Rumah yang disebut rumah itu bahkan tak terasa seperti tempatku kembali. Keluargaku sendiri tidak menyambutku… mertuaku, kakak iparku, semuanya tidak menganggapku."
“Tiga tahun… dua bulan lagi tepat hari pernikahan kami yang ketiga,” gumam Lolly pelan, suaranya tenggelam di antara langkah kakinya yang menggema di koridor rumah sakit. “Apakah dia sudah pulang?”
Ia berjalan pelan melewati dinding putih dan cahaya lampu yang dingin. Bayangan tubuhnya memanjang di lantai yang licin.
“Setelah malam itu, kami jarang bertemu. Bahkan kalau pun bertemu, tak ada topik pembicaraan—hanya diam, seolah kami dua orang asing di bawah atap yang sama.” Selain… hubungan ranjang, dia tidak pernah perhatian atau dekat denganku. Setiap kali dia ke luar negeri, dia tidak pernah mengirim pesan untukku!"
Lolly menghela napas panjang, menatap ke arah meja resepsionis tempat beberapa suster sedang mencatat sesuatu. Lampu di atas meja itu menyala terang, menciptakan kontras dengan hati Lolly yang terasa gelap.
“Apa yang sebenarnya kau sibukkan selama ini, Chris Zhao…?” bisiknya, separuh marah, separuh pasrah.
Langkahnya pelan menuju meja resepsionis. Di sana, suara televisi menggema, menyiarkan berita siang yang sedang ramai diperbincangkan.
“CEO Zhao Group, Chris Zhao, terlihat menghadiri pameran bisnis di Taipei bersama aktris terkenal, Nana.”
Suara pembawa berita terdengar jelas.
Lolly berhenti. Matanya terpaku pada layar televisi di dinding. Di sana, sosok pria tampan berjas hitam berdiri di samping seorang wanita cantik yang tersenyum manis di depan kamera.
“Wah, dia sangat tampan,” ujar salah satu suster yang sedang mencatat laporan di meja. “Belakangan ini mereka sering tampil bersama. Katanya , mereka pacaran.”
“Ya, itu CEO Chris Zhao dan artis Nana,” sambung suster lain dengan nada antusias. “Mereka selalu bersama di luar negeri. Waktu di Taiwan pun mereka terlihat jalan berdua. Agency Nana mengatakan itu urusan bisnis, tapi kelihatannya lebih dari itu.”
Suster pertama terkekeh. “Mereka sangat serasi. Kalau mereka menikah, anaknya pasti cantik dan tampan seperti mereka.”
Pulpen di tangan Lolly terhenti di udara, lalu menggenggam erat hingga ujungnya sedikit retak. Wajahnya menegang, tapi bibirnya masih mencoba tersenyum hambar.
“Chris Zhao…” gumamnya perlahan. “Jadi selama ini kau bersamanya. Nana—mantan kekasih yang selalu kau tunggu.”
Suaranya nyaris tenggelam oleh riuh percakapan para suster. Ia menunduk, mencoba menelan rasa sesak di dadanya, lalu berbalik meninggalkan meja resepsionis.
Langkahnya mengarah ke ruang kerja kecil di ujung koridor, tempat ia biasa beristirahat. Di sana hanya ada meja, beberapa berkas, dan sebuah ranjang lipat sederhana.
Lolly duduk di ruang kerjanya yang sepi, menatap layar ponsel cukup lama sebelum akhirnya menekan nomor yang sudah ia simpan lama — Pengacara Yang, sahabat dekat Chris Zhao.
Nada sambung terdengar beberapa kali sebelum suara lembut tapi resmi menjawab,
“Hallo, Nyonya Zhao. Ada yang bisa saya bantu?”
Lolly menarik napas dalam, mencoba menahan getaran di suaranya. “Pengacara Yang… aku ingin mengajukan perceraian. Tanpa pembagian harta. Tolong siapkan semua dokumennya secepatnya.”
Di seberang sana terdengar keheningan sesaat sebelum Pengacara Yang bertanya hati-hati,
“Apakah Anda sudah yakin dengan keputusan ini, Nyonya Zhao? Tuan Zhao saat ini masih berada di luar negeri.”
“Iya,” jawab Lolly mantap meski suaranya terdengar lelah. “Kirimkan semua berkas ke alamatnya. Minta agar dia menandatangani secepatnya. Setelah tiga bulan, kami bisa resmi bercerai. Aku tidak ingin menunggu sampai dua bulan lagi hanya untuk formalitas.”
“Baiklah,” ucap Pengacara Yang akhirnya. “Saya akan segera mengurus dokumennya dan memastikan semuanya berjalan sesuai keinginan Anda.”
“Terima kasih,” kata Lolly singkat, lalu menutup panggilan.
“Dokter Zhang, pasien 321 ingin bertemu,” seru seorang suster sambil membuka pintu ruang dokter dengan tergesa.
“Iya, aku segera ke sana,” jawab Lolly pelan. Wajahnya tampak lesu, sisa kurang tidur masih terlihat dari lingkar hitam di bawah matanya.
Beberapa menit kemudian, Lolly berdiri di depan pintu kamar pasien 321. Ia mengetuk perlahan sebelum membuka pintu.
Namun belum sempat melangkah masuk, sebuah gelas melayang cepat ke arahnya dan menghantam tepat di bagian dahinya.
Bruk!
“Aahh!” jerit Lolly kaget. Gelas itu jatuh dan pecah berkeping-keping di lantai. Darah langsung mengalir dari dahinya, menetes ke pipi dan seragam putihnya.
Ia memegangi luka di dahinya dengan gemetar, matanya menatap tajam ke arah tempat tidur pasien.
“Apa lagi yang kau lakukan?!” seru Lolly dengan suara bergetar menahan marah dan sakit.
Di atas ranjang, seorang wanita paruh baya menatapnya dingin. Di sisi ranjang berdiri dua pria, satu berusia lanjut, satu lagi jauh lebih muda.
“Jangan gunakan nada seperti itu terhadap ibumu!” bentak pria tua itu—ayah Lolly—dengan sorot mata penuh amarah.
Lolly tersenyum getir sambil menahan perih di dahinya.
“Pa, Mama baru saja melemparku dengan gelas! Kalau memang benci padaku, kenapa tidak sekalian lempar pisau saja? Biar aku mati di depan kalian sekarang juga!”
Suasana kamar seketika hening. Suster yang berdiri di depan pintu hanya bisa membeku, tak tahu harus berbuat apa. Salah satunya memberi tisu kepada Lolly yang berlumuran darah.
saya sudah vote
😄😄