Kairos Lim, aktor papan atas yang terpaksa menghadapi badai terbesar dalam hidupnya ketika kabar kehamilan mantan kekasihnya bocor ke media sosial. Reputasinya runtuh dalam semalam. Kontrak iklan dibatalkan, dan publik menjatuhkan tanpa ampun. Terjebak antara membela diri atau menerima tanggung jawab yang belum tentu miliknya. Ia harus memilih menyelamatkan karirnya atau memperbaiki hidup seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bunuh Diri
Kairos, pria itu duduk dengan tenang di kursi yang telah dipesan manajernya. Ia terus memandangi ponselnya untuk, menunggu kabar seseorang.
Detik-menit berlalu, baik kedatangan Hanna atau pun kabar tentangnya tidak Kairos dapati. Lantas Kairos menghubungi sang kekasih dan langsung dijawab, artinya perempuan itu sudah lama menunggu inisiatif Kairos.
"Kenapa belum datang?"
"Untuk apa aku datang, toh sudah ada nona Sena yang menemani, Oppa," ucap Hanna dengan nada ketusnya. "Daripada merayakan satu tahun kita, lebih baik oppa bertanggung jawab atas kehamilan nona Sena."
"Sayang? Yang kamu dengar itu tidak benar."
"Apanya yang tidak benar? Aku mendengar semuanya Oppa. Nona Sena hamil, dan kandidat paling cocok adalah Oppa. Kalian pernah pacaran, tinggal bersama dalam waktu yang lama."
"Itu ...."
"Tidak mungkin bukan hanya tinggal bersama?"
"Shin Hanna."
"Sudahlah Oppa, mungkin saja Oppa pacaran denganku karena kasihan, bukan sebuah cinta."
Kairos menghela napas panjang menyadari sambungan telepon terputus. Ia tidak menyangka bahwa Hanna melihat dirinya dengan Han Sena di roftop.
Apakah nona Shin bersamamu?
Pesan itu Kairos tujukan pada manajer Shin Hanna.
Benar.
Tolong foto diam-diam, saya sangat merindukannya
Saya tidak berani melakukannya, mood nona Shin sedang jelek.
Maka dari itu aku menghubungimu, sekali saja. Ponselnya tidak aktif.
Kenapa membiarkannya menyetir? Itu sangat berbahaya manajer. Suasana hatinya tidak baik. Kalian akan ke mana?
Suwon, nona Shin ada pemotretan besok
Tolong jaga dia untuk saya
Kairos meremas rambutnya, rasa pening menjalari kepalanya. Kejutan yang telah ia persiapkan sekaligus melamar Hanna malah hancur karena pengakuan mantan kekasihnya.
"Pak Kai, bagaimana dengan kejutannya? Berapa lama lagi kami akan menunggu."
"Batalkan saja," ujar Kairos dan meninggalkan gedung Luxury Lounge.
Kening pria itu mengerut melihat kerumunan tidak jauh dari parkiran. Namun, dia tetap melajukan mobilnya tanpa bertanya, dia bukan tipe orang yang ingin tahu bagaimana dunia bekerja.
Kairos tiba di apartemennya jam 10 malam, alih-alih istirahat, ia menikmati waktunya menonton film di ruang tamu. Pria itu hanya mengenakan kimono mandi di temani sebotol soju penghilang penat.
"Aku sudah bilang tidak ingin diganggu," ujar Kairos ketika menyadari keberadaan seseorang di apartemennya, tentu dia melihat pantulan manajernya pada layar tv.
"Nona Han Sena meninggal."
"Aku sudah tahu."
"Dan kamu masih bisa bersantai?"
"Aku tahu kalian baru saja bertemu, pasti ada sesuatu di antara kalian sebelum Nona Sena memilih untuk bunuh diri." Manajer Park terus mondar mandir sambil mengigit kukunya.
Masalah akan semakin besar jika ada yang mengetahui bahwa Kairos dan Han Sena sempat bertemu. Semua pengemar tahu bahwa mereka punya hubungan sebelumnya.
"Dia hamil."
"Apa?" Kelopak mata manajer park melebar. "Hamil? Bukan anakmu kan Kai?"
"Tentu saja bukan, aku yakin itu."
"Syukurlah, semoga tidak ada yang ...."
Manajer Park tidak melanjutkan kalimatnya dan lebih memilih menjawab panggilan dari sahabat Kairos yang entah kenapa nyasar ke ponselnya.
"Manajer Park, Kai ada bersamamu?"
"Ya."
"Han Sena meninggal."
"Kami sudah tahu."
"Tapi beberapa media menyeret nama Kai di dalamnya. Di mana Kai? Kenapa ponselnya tidak aktif? Hanna pun begitu."
"Di apartemen."
"Aku ke sana sekarang."
Manajer Park lantas mengecek tab nya dan benar saja media sosial Kairos yang dipegang olehnya telah banjir notifikasi, entah komentar, permintaan pesan bahkan tag dari seseorang.
"Ada yang melihat dan mendengar pembicaraan kalian." Manajer Park menyerahkan tab, berisi rekaman suara yang dikirimkan oleh seseorang di media sosial Kairos.
"Harusnya aku hati-hati," guman Kairos masih fokus pada film kartun di layar Tv.
"Suasana di luar sangat kacau. Aku akan mengurusnya, tolong bantuannya Kairos Lim!"
"Hm."
Ekor mata Kairos terus mengikuti pergerakan manajernya. Ia langsung menegak soju dari botolnya langsung ketika mendengar pintu apartemen tertutup.
Bohong jika Kairos bisa tenang di situasi seperti ini, terlebih Hanna salah paham padanya dan tidak bisa dihubungi.
"Aku mengira kamu bersenang-senang dengan Hanna, tapi melihat berita sepertinya tidak berjalan lancar," ujar Park Minho, sahabat Kairos dan Hanna yang baru saja tiba setelah manajer park pergi.
Minho duduk dengan kaki menyilang di samping Kairos. Tangannya terbentang di sandaran sofa sehingga terlihat seperti penguasa.
"Dari rekaman suara sepertinya Sena meminta pertanggung jawabanmu." Melirik Kairos. Pose penguasa tadi berubah menjadi kucing penurut ketika melihat tatapan mematikan Kairos.
"Oke lupakan tentang Han Sena, mari membicarakan Nona Shin kita."
"Nona Shinku."
"Oh baiklah tuan bucin, nona Shinnya- Kairos Lim." Minho tergelak, di tengah-tengah gentingnya masalah, Kairos sempat cemburu pada dirinya. Sangat lucu.
"Dia mendengarnya dan salah paham padaku. Dia tidak bisa dihubungi padahal masalah ini sangat serius. Bagaimana jika Hanna percaya semua berita dan meninggalkanku?"
"Tidak akan, Hanna tadi menghubungiku. Dia menangis di telepon. Dia mengucapkan sumpah serapah untukmu karena marah. Namun, di akhir dia menyuruhku menjagamu selagi dia sibuk di Suwon."
"Menjagaku?" Kening Kairos mengerut.
"Mungkin dia mendapatkan firasat buruk." Minho mengedikkan bahunya. "Lihat."
Minho memperlihatkan pesan yang baru masuk ke ponselnya.
Oppa Minho, apa yang aku takutkan terjadi. Oppa Kai terseret scandal. Aku kesal pada oppa Kai yang sembrono, apa dia tidak berpikir imbasnya seperti apa sampai bertemu di tempat terbuka seperti itu?
Apa dia pikir dirinya hanya upik abu? Seluruh dunia memperhatikan oppa dan menunggu celah untuk menjatuhkannya, dan sekaranglah saatnya.