"Daripada ukhti dijadikan istri kedua, lebih baik ukhti menjadi istriku saja. Aku akan memberimu kebebasan."
"Tapi aku cacat. Aku tidak bisa mendengar tanpa alat bantu."
"Tenang saja, aku juga akan membuamu mendengar seluruh isi dunia ini lagi, tanpa bantuan alat itu."
Syifa tak menyangka dia bertemu dengan Sadewa saat berusaha kabur dari pernikahannya dengan Ustaz Rayyan, yang menjadikannya istri kedua. Hatinya tergerak menerima lamaran Sadewa yang tiba-tiba itu. Tanpa tahu bagaimana hidup Sadewa dan siapa dia. Apakah dia akan bahagia setelah menikah dengan Sadewa atau justru sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puput, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 2
Tahun demi tahun berlalu.
Setiap luka yang Sadewa terima, setiap paksaan yang dia hadapi, setiap pertarungan yang dia jalani, mengikis apa pun yang tersisa dari dirinya yang dulu. Dia sangat membenci ayahnya. Tapi kebencian saja tidak cukup untuk melawannya. Kebencian hanya membuatnya akan semakin lemah.
Akhirnya dia belajar bertarung, belajar berdarah tanpa mengeluh, belajar menatap kematian tanpa rasa takut.
Dia dipaksa membunuh untuk pertama kali di usianya yang ke-19. Seorang pria yang berkhianat pada organisasi ayahnya. Sadewa menolak, tapi Martin hanya tertawa dan meletakkan pistol di tangannya.
"Jika kamu tak membunuhnya, maka kamu yang akan mati," suara ayahnya terdengar dingin.
Jari Sadewa gemetar saat menarik pelatuknya. Dentuman pistol bergema. Darah mengotori tangannya, tapi Martin hanya menepuk pundaknya dengan bangga.
"Bagus," katanya. "Kamu semakin mirip denganku."
Seharusnya Sadewa muak. Seharusnya dia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Tapi semakin lama, semakin banyak dia melakukan hal-hal kejam, semakin dia menyadari bahwa tidak ada jalan keluar bagi dirinya.
Sampai akhirnya, dia berhenti mencoba lari.
Dia mulai mengambil alih bisnis ayahnya. Mulai berdiri di puncak dunia hitam dengan tangan berlumuran darah. Orang-orang menyebut namanya dengan rasa takut. Dia bukan lagi bocah yang dulu ingin lari dari kegelapan. Kini, dia adalah bagian dari kegelapan itu sendiri.
Di usianya yang ke-26, dia berdiri di tempat yang dulu dia benci, ruangan luas dengan lampu kristal menggantung di atasnya. Tapi kini, Martin tak lagi berdiri di depannya.
Darah menggenang di lantai marmer, menyebar seperti luka yang tak bisa disembuhkan. Martin terbaring di tengahnya, napasnya tersengal-sengal, tubuhnya penuh luka tembak.
Sadewa berdiri di sisi tubuh ayahnya, tangannya mengepal keras. Dia ingin marah. Dia ingin membalas. Tapi yang dia rasakan saat ini adalah kekosongan.
Selama ini, dia hidup dalam bayang-bayang pria itu. Berjuang melawan takdir yang dipaksakan kepadanya. Membenci Martin lebih dari siapa pun di dunia ini. Namun sekarang, melihat pria itu terkapar tak berdaya, ada sesuatu yang menyesakkan dadanya karena nyatanya hanyalah ayahnya keluarga yang dia punya.
Martin membuka matanya yang mulai redup. Tatapan itu tidak penuh dengan kebengisan seperti biasanya. Untuk pertama kalinya, tatapan itu sangat hangat. “Sadewa…” Suaranya lemah, hampir tak terdengar.
Sadewa berlutut di sampingnya. “Jangan bicara. Aku akan membawamu ke rumah sakit.”
Martin tersenyum samar. “Sudah terlambat. Ayah tahu ini akan terjadi. Ayah punya banyak musuh, apalagi sejak masa kejayaan kamu.”
Sadewa menggertakkan giginya. Dia bisa membunuh semua orang yang telah melakukan ini. Dia bisa membalas dendam dengan darah yang lebih banyak lagi. Tapi tangan Martin yang berlumuran darah menggenggam tangannya erat.
“Jangan balas mereka,” kata Martin, seolah membaca pikirannya. “Kamu selalu ingin bebas dari Ayah dan selalu ingin keluar dari dunia ini. Sekarang … jika kamu ingin pergi, pergilah dari kegelapan ini. Ayah sudah memberikan semua harta untukmu.”
Sadewa terpaku. Kata-kata itu terasa seperti sesuatu yang seharusnya dia dengar sejak lama.
“Maafkan Ayah ...." Lalu, Martin menghembuskan napas terakhirnya.
Sadewa tetap di tempatnya, merasakan genggaman tangan itu melemah, lalu terlepas. Dia menatap tubuh ayahnya yang kini benar-benar tak bernyawa. Sebuah perasaan asing menyelimuti dadanya.
Sadewa menatap kedua tangannya yang selama delapan tahun itu telah melakukan kejahatan.
"Aku sudah terlanjur masuk dalam kegelapan ini, apa aku bisa keluar?"
harus di ajak ngopi² cantik dulu si Lina nih😳😳😳
musuh nya blm selesai semua..
tambah runyam...🧐
mungkin kah korban itu sebuah jebakan🤔🤔🤔