Reina, seorang siswi yang meninggal karena menjadi korban buly dari teman temannya.
Di ujung nafasnya dia berdoa, memohon kepada Tuhan untuk memberikan dia kesempatan kedua, agar dia bisa membalas dendam pada orang orang yang telah berbuat jahat padanya.
Siapa sangka ternyata keinginan itu terkabul,
dan pembalasan pun di mulai.
Tetapi ternyata, membalas dendam tidak membuatnya merasa puas.
Tidak membuat hatinya merasa damai.
Lalu apa yang sebenarnya diinginkan oleh hatinya?
Ikuti kisahnya dalam
PEMBALASAN DI KEHIDUPAN KEDUA
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Mia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
02
"Reina, bangun nak ini sudah siang!" Bu Marni mengguncang pelan tubuh anaknya, agar segera bangun dari tidurnya. Matahari sudah mengintip di ufuk timur, dan tidak biasanya anaknya itu belum terbangun. Bu Marni khawatir anaknya akan terlalu terburu-buru dalam bersiap ke sekolah nantinya.
"Engghhh..!" Reina melenguh, lalu menggeliat, merentangkan dua tangan guna meregangkan otot tubuhnya yang terasa kaku
"Kamu tidak pergi ke sekolah? Ini hampir siang!" Suara Bu Marni menghentikan gerakan Reina.
Deg...
Itu suara ibunya, ya benar, yang dia dengar itu adalah suara ibunya. Suara wanita yang melahirkannya.
Byarr...
Mata Raina yang semula masih enggan terbuka bagai ditempel dengan lem super rekat itu pun tiba-tiba terbuka dengan lebarnya.
"Hisssttt..." Dipegangnya pelipis yang terasa pusing.
"Kamu pusing ya? Maafkan ibu ya. Pasti kamu kurang tidur karena semalam lembur bantu ibu buat kue ya?" Bu Marni mengungkapkan rasa bersalahnya. Selalu saja seperti itu, putrinya yang seharusnya bisa bebas bersenang-senang dengan teman-teman sebayanya itu, terpaksa harus ikut banting tulang bersamanya.
Reina mencoba mengingat-ingat, sesaat sebelum matanya benar-benar tertutup, dan tak lagi bisa melihat apapun, Reina merasa seperti ada dua sosok orang dengan pakaian serba hitam dan putih datang mendekatinya.
"Apakah mereka? Sosok dengan pakaian serba hitam dan putih itu, yang sudah mengantarkan aku pulang?" Reina bertanya-tanya dalam hati, siapa Mereka, Reina merasa belum pernah bertemu dengan keduanya sebelumnya.
Tunggu!
Reina meraba keningnya, untuk memastikan sesuatu. Tidak ada luka. Hidung juga bersih, tak ada bau anyir darah seperti yang terakhir masuk ke Indra penciumannya. Meskipun sudah dibersihkan, seharusnya bekas luka itu masih ada kan?
Apakah yang kemarin itu hanya mimpi? Ataukah memang dia mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali tanda tanya apakah benar dewa mengabulkan keinginan terakhirnya?
"Ibu?" Raina menoleh ke arah ibunya.
"Iya, ada apa, nak? Ayo bangun sekarang sudah hampir siang, nanti kamu terlambat ke sekolah. Ibu tidak mau kamu dihukum oleh guru!" Ucap Bu Marni agar putrinya itu lekas terbangun dari tempat tidurnya.
"Sekarang tanggal berapa Bu?" Tanya Reina.
"Kamu malah tanya tanggal ke ibu? Ibu mana pernah ingat tanggal nak. Ibu itu ingatnya ibu harus bisa bayar kontrakan, sama apa yang mau kita makan hari ini!" Jawab Bu Marni sambil terkekeh.
"Sudah ayo bangun! Ibu sudah buatkan telur dadar, ibu campur dengan sedikit tepung biar jadi agak besar, biar kamu kenyang." ucap Bu Marni lalu bergegas meninggalkan anaknya. Dia harus segera pergi ke warung tetangga untuk menitip kue-kue yang dibuatnya semalam bersama dengan Reina.
Reina sendiri segera bangkit sepeninggalan ibunya. Diambilnya tas sekolahnya yang ada di samping tempat tidur. Miris sekali bukan? Bahkan meja belajar saja Dia tidak punya. Dilihatnya kalender yang ada di ponsel jadulnya.
Reina terkesiap ketika matanya menatap ke arah kalender. Hari ini adalah tanggal 12 Februari berarti beberapa bulan sebelum dia nekat mengungkapkan perasaannya kepada Kak Sena. Berarti benar, dia mendapat kesempatan untuk hidup kembali agar bisa balas dendam.
"Lalu siapa mereka?" Reina kembali bertanya-tanya. "Siapapun mereka, aku tak kan menyia-nyiakan kehidupan baru ini," gumam Reina
"Ya Tuhan, terima kasih atas kesempatan yang kau berikan, aku tidak akan menyia-nyiakannya!" Tekad Reina dalam hati.
"Baiklah Reina. Ayo kita mulai secara perlahan!" Gumam Reina dengan tatapan dinginnya.
Reina segera bergegas mandi di kamar mandi yang letaknya ada di bagian belakang dari rumah itu. Kamar mandi yang sebenarnya sama sekali tak layak disebut sebagai kamar mandi titik hanya empat lembar asbes yang disangga dengan empat batang bambu untuk menutupi pandangan orang yang kemungkinan akan lewat.
"Sebelum itu aku harus mengubah penampilanku terlebih dahulu. Aku tidak boleh terlihat culun seperti sebelumnya. Reina ayo berubah!" Gumam Reina. Dia berpikir apa yang bisa dia lakukan pada dirinya.
Reina kemudian melepas kembali rambutnya yang sebelumnya selalu dikepang dua, kemudian di sisir rapi. Karena terbiasa dikepang maka jadilah rambut Reina berubah menjadi bergelombang dan itu tampak seperti keriting ikal jatuh yang sangat alami. Reina mengambil gunting yang ada di kotak P3K lalu membuat sedikit poni.
Tidak selesai sampai di situ, Reina kembali melepas rok seragamnya, lalu diambilnya kembali gunting yang tadi dia gunakan untuk membuat poni. Sekarang rok itu yang akan menjadi target. Rok yang semula panjang sampai di batas mata kaki digunting hingga hanya sebatas lutut. Masih ada sisa waktu sebelum berangkat ke sekolah. Reina menjahit rapi bagian bawah yang baru saja digunting, lalu dipakainya kembali tanpa memasukkan baju.
Reina mematut dirinya di depan cermin, hampir sempurna. Hanya tinggal bajunya yang sedikit kebesaran. Tak apa dia akan mengecilkannya nanti sepulang dari sekolah. Yang penting sekarang dia harus berangkat dulu, karena waktu sudah hampir terlambat. Dan biarkan mereka yang selalu semena-mena terhadap dirinya melihat perubahan kecil yang ada pada dirinya saat ini.
"Barata Sena, Starla Adiguna! Aku kembali untuk kalian!" Desisan mirip suara ular keluar dari bibir Reina, jangan lupakan seringai iblis yang terukir di sana.
Reina menyambar tas sekolahnya, tas lusuh yang entah sudah berapa tahun menemaninya, Kemudian mencangklongkan di pundak. Dia harus bergegas ke tempat di mana dia selalu menunggu angkot.
Di dalam angkot Reina tak hanya duduk diam menunggu sampai di depan gerbang sekolah seperti biasanya. Dibuka tasnya dan diambilnya sebuah buku. Barata Sena, ada satu nama terukir di sampul depan. Nama yang bagus juga adalah nama lain salah satu tokoh pewayangan idola Raina. Bima.
Tapi sayang, kelakuannya tak sebagus nama pemiliknya. Sungguh sia-sia orang tuanya memberikan nama itu. Dibukanya buku itu, itu adalah titipan soal dari Sena yang harus dikerjakan oleh Reina. Seringai licik monster sungging di sudut bibirnya. Ada waktu sekitar dua puluh menit sebelum sampai di gerbang sekolahnya dan dia akan memanfaatkan waktu itu.
Kalau dulu mungkin akan dengan senang hati Reina melakukannya, tapi tidak dengan sekarang. Ingatannya akan penolakan dan penghinaan yang dilontarkan oleh Sena takkan pernah bisa dibayar dengan apapun.
Dan yang paling menyakitkan adalah dampak dari penghinaan Sena, karena sejak hari itulah hari-hari buruknya dimulai sejak saat itulah dia hidup bagai dalam neraka.
"Neng, sudah sampai neng!" Seru Pak sopir yang melihat Reina yang masih mengotak-atik buku.
"Ah, iya, Pak." Ucap Reina lalu mengulurkan lembaran uang berwarna coklat kemudian turun.
Reina mengambil nafas dalam sebelum kemudian melangkah masuk ke dalam gerbang.
"It's show time! Ayo Reina, kamu harus bisa!" Reina menyemangati dirinya. Memejamkan mata sejenak, kemudian segera melangkah dengan penuh percaya diri.
baru komen setelah di bab ini✌️✌️. maaf ya kak Author
ini setting murid SMA kan? kalau di sebelah kuliah, apakah kaka author berkolaborasi dalam membuat cerita?
bagaimana ya kira² klo tahu reina ternyata justru anak kandungnya 🤔🫣