Fenomena pernikahan tidak selalu berjalan sesuai harapan. Pengkhianatan pasangan menjadi salah satu penyebab utama keretakan rumah tangga. Dalam banyak kasus, perempuan sering menjadi pihak yang dirugikan. Namun, di tengah luka dan kekecewaan, tak sedikit perempuan yang mampu bangkit dan membuka hati terhadap masa depan, termasuk menerima pinangan dari seorang pria.
Pertemuan yang tak terduga namun justru membawa kebahagiaan dan penyembuhan emosional.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cumi kecil, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 23 LUNA YANG MASIH BERUSAHA.
Luna duduk di ruang tamu rumah keluarga Sofia. Tangannya memegang segelas teh hangat dari Umi, tapi tidak sedikit pun disentuh. Pandangannya kosong, sesekali melirik ke arah perutnya yang mulai menonjol. Keheningan menguasai ruangan, tapi di dalam hati Luna, badai sedang berkecamuk.
Abi duduk di kursi seberang, memperhatikan Luna dengan wajah tenang namun penuh tanya.
“Kamu yakin ini jalan yang ingin kamu tempuh, Nak?” tanya Abi perlahan. “Datang ke rumah ini... bukan keputusan ringan.”
Abi dan umi adalah orang-orang yang bijak, yang tidak akan menghakimi orang. walaupun rumah tangga sofia dan ilham harus berakhir tidak lantas membuatmu umi dan abi membenci Luna, di sini yang salah adalah ilham. laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti ilham harus mendapatkan balasan.
Luna mengangguk pelan. “Saya sudah pikirkan semuanya, Pak.”
Ia menelan ludah, lalu menatap Abi dan Umi bergantian.
“Saya memang salah. Saya tahu saya sudah menyakiti Sofia. Tapi kehamilan ini… bukan permainan. Saya kehilangan pekerjaan. Saya tidak lagi bisa bekerja sebagai pemandu lagu seperti dulu karena kondisi saya. Saya tinggal berdua dengan anak saya dan tabungan saya habis untuk periksa kandungan.”
Suara Luna mulai gemetar. “Saya bukan datang untuk minta dikasihani. Tapi saya juga bukan orang yang akan diam diperlakukan seenaknya. Ilham harus bertanggung jawab. Saya akan lakukan apa pun… apa pun, agar dia tidak lari dari tanggung jawab.”
Umi menatap Luna, kali ini tidak dengan curiga, tapi dengan tatapan seorang ibu yang paham. bahwa di depan mereka bukan hanya seorang perempuan yang pernah membuat luka, tapi seorang calon ibu yang sedang berjuang untuk anaknya.
“Ilham tidak bisa seenaknya mencampakkanmu setelah membuatmu seperti ini,” ucap Abi akhirnya, suaranya mulai terdengar lebih tegas. “Kalau dia tidak mau mengakui, kita akan bawa ini ke jalur hukum. Tapi kamu harus siap dengan semua prosesnya.”
Luna mengangguk mantap. “Saya sudah siap, Pak. Saya tidak takut. Saya cuma lelah. Saya tidak ingin anak saya lahir dalam keadaan abu-abu. Ia berhak tahu siapa ayahnya. Dan saya berhak mendapatkan kejelasan, bukan ketidakpastian.”
Umi perlahan mendekat, duduk di sebelah Luna. Ia menyentuh tangan Luna dengan lembut.
“Anak dalam kandunganmu adalah nyawa. Kamu sudah berani memperjuangkannya, itu sudah luar biasa. Tapi setelah ini… akan lebih berat. Kamu benar: kamu butuh kejelasan, bukan hanya janji kosong dari Ilham. Kami tidak bisa janji akan berpihak padamu, tapi kami akan pastikan… bahwa kebenaran tak akan disembunyikan.”
Luna menunduk, air mata menetes pelan ke pipi. Tapi bukan air mata kelemahan. melainkan bukti bahwa hatinya tak goyah lagi.
Karena hari ini, ia sudah memilih: memperjuangkan anaknya, dengan atau tanpa Ilham.
Dan jika dunia harus ia hadapi sendirian… maka ia akan melawan, bukan sebagai wanita yang salah, tapi sebagai ibu yang tidak ingin anaknya hidup dalam kebohongan.
" Sekarang kamu pulanglah dulu, datanglah di saat putri kami sudah kembali dari kota. Kami ingin membantu kamu karena atas rasa kemanusiaan, dan jika putri saya tidak ingin membantu, maka maaf. kami tidak bisa membujuk putri kami agar bisa membantu kamu. bagaimana pun, kamu adalah wanita yang sudah menghancurkan rumah tangga putri saya! "
Dengan pasrah Luna pun ijin pamit pulang. saat ini harapan Luna hanya sofia.
KOTA.
Siang itu langit kota tampak cerah. Suasana hangat dan ramai khas akhir pekan menyambut Sofia, Bang Dafi, dan Dela. ( calon istri Bang Dafi ) yang tengah menikmati makan siang bersama di sebuah kafe kecil sebelum mereka lanjut ke tujuan utama hari itu. Dufan.
Sofia tersenyum kecil ketika melihat kebahagiaan terpancar dari wajah Bang Dafi dan Dela. Ada sedikit damai yang ia rasakan, meski hatinya belum benar-benar pulih dari badai yang baru saja ia lalui. Ia memilih ikut dalam perjalanan ini untuk mengalihkan pikirannya. untuk sementara melupakan Ilham, pengkhianatan, dan luka yang masih terasa.
“Abis ini kita langsung ke Dufan, ya?” tanya Dela ceria sambil merapikan jilbabnya.
“Iya dong,” jawab Bang Dafi sambil tertawa. “Sofia juga harus ikutan naik wahana. Jangan cuma duduk-duduk aja kayak biasanya.” lirik bang dafi kepada sofia.
Sofia tersenyum tipis. “Aku ikut kok… asal nggak dipaksa naik yang muter-muter.” Jawab sofia.
" Gak akan yang muter ko, paling naik Roller coaster Hahaha.. "
" Gak mau! kalo gitu, abang sama kakak ipar saja yang pergi kesana. aku nunggu saja " Rajuk sofia.
" Aduh adik ipar. tenang saja, semua permainan aman ko. malah bisa bikin kita dag dig dug ser hehehe.. " saut dela.
" Is.. abang sama kakak ipar sama aja. seneng sekali melihat aku menderita "
Setelah diskusi mereka pun beranjak dari tempat makan menuju Dufan. Jalanan cukup ramai, tapi suasana dalam mobil tetap hangat. Sofia duduk di belakang, sesekali menatap keluar jendela, membiarkan pikirannya mengambang. Namun jauh di dalam hatinya, ia merasa akan ada sesuatu yang tak biasa terjadi hari ini.
Sementara itu, di sudut lain kota, Ammar baru saja sampai di Jakarta sehabis pulang dari luar kota. Ammar merasa bersalah dalam dirinya. Ia tahu betapa pentingnya momen itu bagi Dafi, dan ia juga tahu... Sofia mungkin sedang butuh seseorang di sisinya, meskipun tak pernah ia ucapkan secara langsung.
Begitu mendapat kabar dari Dafi bahwa mereka sedang menuju Dufan, Ammar tanpa banyak pikir langsung menyusul. Ia tak mengabari siapa pun, hanya berharap kehadirannya nanti tidak terasa canggung. Entah kenapa, hatinya mengarah ke sana… ke Sofia.
Sore itu, Dufan ramai oleh keluarga dan pasangan muda. Tawa dan teriakan terdengar dari segala penjuru. Sofia, Bang Dafi, dan Dela baru saja turun dari bianglala ketika sosok tinggi dengan hoodie abu-abu berjalan cepat ke arah mereka.
“Dafi!” seru suara yang tak asing.
Bang Dafi menoleh, begitu juga Sofia dan Dela.
“AMMAR?” seru Dafi, terkejut namun senang. “Wah, lo beneran dateng!”
Ammar tersenyum lebar dan memeluk sahabatnya. “Maaf gue nggak dateng ke lamaran kemarin. Nggak bisa kabarin. Tapi sekarang gue sempatin ketemu kalian.”
Dela menyapa ramah. “Wah, kak Ammar! Udah lama ya nggak ketemu.”
Namun yang paling terdiam adalah Sofia.
Mereka bertatapan. Sekilas. Tapi cukup lama untuk saling mengerti bahwa ada sesuatu yang tertahan di antara mereka. Sofia tidak menyangka Ammar akan menyusul. Ia bahkan tak tahu harus merasa canggung atau lega.
Ammar menatapnya, masih dengan senyum lembut. “Hai, Sof.”
Sofia mengangguk kecil. “Hai.. juga bang” Sambil menangkub kan kedua tantangan di dada.
“Gue ikut kalian ya hari ini? Siapa tahu bisa bantu jagain si calon pengantin yang suka pamer kemesraan,” goda Ammar sambil menepuk pundak Dafi.
Suasana mencair. Tawa kembali terdengar. Tapi hanya Sofia yang tahu, hatinya baru saja bergetar untuk pertama kali… setelah sekian lama hancur.
Ia tidak tahu maksud kehadiran Ammar. Tapi yang pasti, semesta sedang bermain peran. mempertemukan kembali dua jiwa di tengah keramaian… saat luka masih hangat dan harapan baru mulai menampakkan wujudnya.
lanjutkan Thor 🙏🙏🙏