Jatuh cinta pada pandangan pertama, membuat Shakala Fathan Elgio Genova, berusaha untuk memperjuangkan cintanya pada Zakira. Gadis manis yang ia temui tanpa sengaja di perusahaannya. Zakira adalah salah satu karyawan di perusahaannya.
Namun, sayangnya saat ia mengutarakan niatnya untuknya melamar gadis itu. Terjadi kesalahpahaman, antara Fathan dan Mamanya. Nyonya Yulia, yang adalah Mamanya Fathan. Malah melamar Nabila, yang tidak lain sepupu dari Zakira. Nyonya Yulia, memang hanya mengenal sosok Nabila, putri Kanayah dan Jhonatan. Mereka adalah rekan bisnis dan keluarga mereka memang sangat dekat.
Nyonya Yulia juga mengenal dengan baik keluarga bakal calon besannya. Akan tetapi, ia tidak pernah tahu, kalau keluarga itu memiliki dua orang anak perempuan. Terjadi perdebatan sengit, antara Fathan dan sang Mama yang telah melakukan kesalahan.
Nabila yang sudah lama menyukai Fathan, menyambut dengan gembira. Sedangkan Zakira, hanya bisa merelakan semuanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Icha mawik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 2.
Beberapa hari berlalu, Fathan mulai aktif di perusahaan yang baru saja ia pimpin. Sementara perusahaan lainnya, ia percayakan pada salah satu asistennya.
Fathan berdiri di depan cermin, ia baru saja selesai mandi. Sambil bersiul, pemuda tampan dan mapan itu merapikan rambutnya yang sebelumnya telah ia poles dengan Pomade. Saat asyik dengan aksinya, tiba-tiba terlintas satu bayangan dibenaknya.
Fathan berhenti sejenak. Kemudian, ia kembali melanjutkan kegiatannya. Namun, kembali bayangan itu muncul lagi. Berulang kali Fathan berusaha untuk menepis bayangan gadis yang sejak beberapa hari ini mengganggu pikirannya.
Setelah selesai dengan semuanya, Fathan pun turun menemui kedua orangtuanya untuk sarapan.
"Selamat pagi!" Fathan menarik kursi dan duduk.
"Pagi," sahut Yulia dan Aditya serempak.
"Gimana, Gio? Apa ada kemajuan dengan penyelidikan yang kamu lakukan?" tanya Aditya pada putranya.
"Orang kepercayaanku, sudah mengantongi beberapa nama yang kami curigai, Pa," jawab Fathan, yang kesehariannya di panggil Gio jika di rumah. Ia kembali mengoles selai srikaya ke roti di piringnya.
Aditya menarik napas dalam dan berat.
"Papa tidak menyangka, masih ada orang yang tega berkhianat. Padahal, Papa sudah begitu percaya pada mereka semua," keluh Aditya.
"Pa, tidak semua orang yang terlihat baik, itu baik," ucap Gio kesal.
Aditya kembali menarik napas dalam. Sudah hampir lima tahun, ia memutuskan untuk mundur dari dunia yang digelutinya. Sejak mengalami serangan jantung yang nyaris merenggut nyawanya. Aditya pun memberikan kepercayaan pada beberapa stafnya, untuk mengelola perusahaan sampai putranya menyelesaikan pendidikannya.
Fathan yang saat itu masih mengenyam pendidikannya, sembari juga mengelola perusahaan baru miliknya. Semula ia menolak untuk memimpin perusahaan milik papanya. Namun, setelah Mamanya meminta dan setengah memohon. Akhirnya, Gio pun menyetujuinya dengan catatan, ia tidak akan memberi kesempatan pada siapa saja yang telah berbuat curang.
Setelah selesai sarapan, Fathan segera pamit berangkat ke kantor. Di dalam mobil, ia kembali membuka laptop nya dan membaca laporan. Saat ia sedang serius menatap layar kecil di hadapannya, tanpa sengaja matanya menangkap sosok yang beberapa hari ini mengganggu pikirannya.
Zakira, gadis manis berjilbab itu sedang duduk berboncengan dengan seorang pemuda. Terlihat akrab dan sangat dekat. Sesekali tampak, pemuda itu menggoda gadis yang duduk di jok belakang motornya. Tampak juga, wajah Zakira kesal dengan ekspresi manja.
Ada rasa yang sulit untuk Fathan jelaskan. Motor yang membawa Zakira, mulai memasuki area parkiran perusahaan. Begitu pula dengan mobil yang membawa Fathan, tapi mobil miliknya berhenti tepat didepan pintu masuk.
Kembali, Fathan menoleh ke arah Zakira. Tanpa Fathan sadari, ia mengepal tangannya kuat. Hingga menyebabkan, beberapa lembar laporan yang ia pegang ringsek. Bagiamana tidak? Mata Fathan melihat pemuda itu membantu Zakira melepas helm yang dia gunakan dan membatu gadis itu merapikan jilbabnya.
Setelah mencium tangannya, Zakira melambaikan tangan pada pemuda itu dan segera melangkah masuk.
"Selamat pagi, Mas Imam," sapa Zakira.
"Pagi, Ra!" balas Imam, dengan senyum menampakkan lesung pipi diwajahnya.
Senyum di wajah Zakira seketika pudar, saat matanya bertatapan dengan pemilik manik mata sehitam malam yang menatapnya dengan dalam. Gadis itu segera menundukkan kepalanya dan melangkah menuju meja kerjanya.
Fathan pun segera melangkah menuju lift, setelah selesai berbicara dengan salah satu stafnya.
****
Sementara itu di bengkel milik Fachri, Zaki sedang berkutat dengan sebuah motor matic milik seorang gadis. Setelah selesai mengantarkan sang adik ke kantornya, Zaki menuju ke sebuah bengkel milik Fachri, adik ipar Daddy nya.
"Kayaknya motor, lu kudu di servis," ucap Zaki.
Gadis itu terlihat menarik napas dalam.
"Apa gak bisa dibetulin dulu, Zak?" tanya gadis itu pada Zaki.
Namanya Almira, gadis manis yang selama ini menjadi incaran Zaki. Pemuda itu hingga rela, menyamar menjadi pemuda biasa yang sederhana. Almira seorang gadis yatim-piatu, yang tinggal menumpang di rumah Paman dan Bibinya. Almira juga bekerja paruh waktu di warung tepat di samping bengkel Fachri.
Ia juga pintar memasak berbagai macam masakan yang ia jual secara online dan offline. Motor itulah yang selalu menemaninya ke manapun ia pergi.
"Gak bisa, ini udah parah banget," timpal Zaki.
Lagi, Almira menarik napas dan mengembus kasar.
"Kenapa?" tanya Zaki.
"Kira-kira, kalau dibenerin semua, ongkosnya berapa?" sahut Almira.
"Gampang kalau soal itu," jawab Zaki asal.
"Gampang gimana?" tanya Almira heran.
"Kamu tinggalin aja motor kamu di sini, nanti aku yang akan benerin," jawab Zaki.
"Iya, tapi ongkosnya berapa?" tanya Almira lagi.
"Palingan tujuh atau delapan ratus ribuan lah," cetus Zaki.
"Apa?" Mata Almira membulat sempurna mendengar jawaban Zaki.
"Kenapa?" tanya Zaki bingung.
"Dari mana aku harus cari uang sebanyak itu?" Almira bergumam sendiri.
Zaki mendengar gumaman gadis manis yang selama ini menjadi incarannya.
"Udah, lu tenang aja!" ucap Zaki menenangkan Almira.
"Tenang gimana? Kalau motor itu harus diservis, gimana caranya aku jualan dan pergi kerja?" rungut Almira.
"Tenang, aku yang akan mengantar dan menjemput kamu," sahut Zaki.
"Gak!" tolak Almira.
"Kenapa?" tanya Zaki, ia tahu pasti akan ada penolakan dari Almira. Ia sangat tahu dengan sikap gadis itu.
"Aku tidak mau merepotkan siapapun," ucap Almira.
"Aku gak merasa direpotkan, kok! Kamu, kan calon istri aku," goda Zaki dengan senyum jahilnya.
"Terus aja, lu gombalin anak orang, Zak!" Celetuk salah satu rekan Zaki.
Pemuda itupun tertawa, diikuti beberapa rekan kerjanya. Zaki hanya cengengesan, sembari melirik ke arah Almira yang tampak mengerucutkan bibirnya.
"Ada apa ini?" tanya seseorang yang sejak tadi memperhatikan mereka.
"Eh, Abi!" Zaki segera beranjak dan meraih tangan Fachri.
Almira menganggukkan kepalanya sebagai tanda sapaan. Fachri membalas dengan senyuman.
"Ini, motornya Almira, rusak Bi!" jawab Zaki.
"Udah dibetulin?" tanya Fachri lagi.
"Ini juga lagi dibenerin," jawab Zaki.
"Lalu, kenapa mukanya masih kesal gitu?" tanya Fachri lagi.
"Biasa, Pak! Digangguin sama Zaki," sahut salah seorang dari mereka.
Fachri yang tahu dan hapal dengan tabiat keponakannya itu, melirik ke arah Zaki. Pemuda itu hanya tersenyum sembari menggaruk tengkuknya.
"Mungkin, Zaki suka sama Almira, Pak. Tapi, sayangnya Almira nya suka sama saya," sahut yang lain.
Membuat seisi bengkel tertawa terpingkal-pingkal, termasuk Almira yang sejak tadi cemberut. Fachri hanya menggeleng melihat tingkah para pemuda yang bekerja di tempatnya.
****
"Jadi, itu gadis yang sering kamu ceritakan sama Ummi, Zak?" tanya Fachri saat keduanya berada di dalam office.
"Iya, Bi! Tapi, Abi bisa liat sendiri, kan? Dia itu cuek dan susah untuk di dekati," sahut Zaki.
"Bukan susah didekati. Mungkin, dia punya alasan sendiri untuk menjauh dan menghindar," jelas Fachri.
"Salah satu teman pernah bilang ke Zaki, kalau dia itu suka merasa minder dengan temannya yang lain," ucap Zaki lagi.
"Minder? Minder kenapa?" tanya Fachri.
"Dia itu, yatim-piatu, Bi. Saat ini ia tinggal bersama paman dan bibinya. Untuk membiayai pendidikannya, ia bekerja paruh waktu di toko depan. Lalu, dia berjualan makanan via online dan offline," beber Zaki.
"Mandiri dong!" puji Fachri.
"Banget, Bi. Makanya, Zaki suka sama dia. Tapi, dia nya gak pernah ambil peduli dengan semua yang Zaki lakuin," keluh Zaki.
Fachri tersenyum, ia berjalan mendekat ke arah keponakan kesayangan sang istri itu.
"Kamu harus sabar, kalau begitu. Sifatnya mirip kayak Ummi kamu dulu," kenang Fachri.
"Memangnya, Ummi gimana dulunya?" tanya Zaki.
"Ummi kamu itu, waktu pertama kali Abi ketemu cuek banget," kenang Fachri.
"Berarti, Ummi sombong dong," tebak Zaki.
"Salah!" tegas Fachri.
Zaki menatap bingung.
"Bukan sombong, tapi lebih tepatnya menjaga jarak dengan lawan jenis," terang Fachri.
"Maksudnya?" tanya Zaki.
"Mulai dari Ummi, Daddy hingga Mama Kanayah. Mereka semua dididik oleh, Opa dan mendiang Oma kamu untuk menjaga jarak dengan yang bukan muhrimnya," jelas Fachri.
"Ah, itu juga yang selalu Mommy sama Daddy bilang ke Zaki, Bi," sela Zaki.
"Nah, kamu paham, kan?" sambung Fachri.
Zaki mengangguk cepat. Ia tersenyum dan bertekad akan lebih memberikan ruang untuk Almira.