Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terkejut.
"Dev, tolong atur rak sabun dong, sudah banyak yang kosong tuh!"
Devina menoleh ke arah Dimas, sambil mengacungkan jempolnya lalu bergegas menuju gudang untuk mengambil stok sabun yang kosong. Kemudian dengan telaten Devina menatanya di rak, serapi mungkin.
"Ada yang lain lagi nggak, kak?" tanya Devina sambil menatap rak display di mini market tempatnya bekerja.
"Sudah kok, thanks ya. Kamu bisa balik ke kasir," jawab Dimas masih sambil memegang pulpennya. Rupanya dia sedang menghitung stok barang.
Dimas adalah mahasiswa semester akhir di kampusnya sekaligus pemilik mini market tempat Devina bekerja.
Mereka berkenalan saat Devina masih menjadi mahasiswa baru, lalu setelah itu mereka sering berpapasan di mini market ini. Devina tentu saja penasaran, awalnya dia mengira Dimas adalah lelaki mesum yang mengikutinya, namun ternyata baru dia tau jika Dimas adalah pemilik mini market ini.
Akhirnya tanpa menyia-nyiakan kesempatan emas itu, Devina menawarkan diri untuk membantu Dimas mengelola toko. Dimas pun setuju, dan Devina bekerja di mini market Dimas hingga sekarang.
Devina sangat kagum pada Dimas, yang anak orang kaya tapi mau mandiri. Dia bahkan sudah memiliki mini marketnya sendiri di usia muda.
Dimas sebenarnya sangat ramah, dan tampan, tapi Devina sangat takut dengan pacarnya. Sampai sekarang pun dia tak habis pikir, bagaimana mungkin orang sebaik Dimas memiliki pacar kayak barongsai!
"Lagi ngapain?"
Devina terkejut dan hampir saja menjatuhkan ponsel murahnya.
"Huft! untung nggak jatuh!" ucap Devina lega sambil mengusap ponselnya hati-hati. Layar ponselnya ini sudah retak, jadi jika sampai terjatuh maka Devina harus hidup tanpa ponsel entah sampai kapan karena dia belum mampu membeli ponsel baru.
"Ih! ponselmu udah ketinggalan jaman, Dev! memangnya kamu nggak pengen beli baru?" tanya Dimas sambil memandangi ponsel Devina yang tampak sekarat.
Devina nyengir, "ini masih bisa di pakai, kok."
Dimas menggelengkan kepalanya, heran. Bukankah dia sudah memberikan upah yang lumayan untuk Devina, kenapa dia gak bisa membeli ponsel baru, sih?
"Kamu bisa membeli dengan kredit, Dev. Nanti tiap bulan aku potong dari gajimu," ucap Dimas lagi.
"Ah, nggak perlu, Kak. Beneran!" Devina gugup.
"Nih lihat, ponsel ini bagus, cicilan perbulan nya cuma 300ribu." Dimas menunjukkan brosur ponsel yang sering di titipkan di mini marketnya.
Devina tersenyum sambil memandangi gambar ponsel yang sangat bagus. Tak bisa dipungkiri, Devina memang menginginkan ponsel baru, dengan teknologi terbaru. Tapi bagaimana mungkin, gaji dari mini market dan laundry benar-benar hanya cukup untuk membayar kos dan makan nya setiap hari.
"Sedang apa kalian!" Devina melonjak kaget dengan suara wanita yang menggelegar bagai petir yang menyambar di siang bolong.
"Eh, kak Sita," Devina berusaha tersenyum pada seorang wanita berwajah galak yang berdiri di ambang pintu mini market.
"Ngapain kalian duduk mepet-mepet, gitu!" ucapnya jutek sambil berjalan mendekati Devina dan Dimas.
"Ini loh, aku lagi ngomong ke dia supaya ganti HP. HP nya udah jadul banget, retak pula," jawab Dimas dengan santai sambil menunjukkan brosur ponsel pada Sita.
Sita melirik sinis ke arah Devina. Sejak awal Devina bekerja di sini, Sita memang sudah menunjukkan sikap ke-tidak suka-an nya. Dia menganggap Devina berpura-pura bekerja di sini hanya untuk mendekati Dimas - pacarnya.
"Sayang, kita jalan yuk, aku pengen makan bakso..." rayu Sita dengan manja sambil melingkarkan tangannya di lengan Dimas.
"Oh, ayo," Dimas menoleh ke arah Devina.
"Kamu mau juga? ntar ku bungkusin?" tanya Dimas.
Devina ingin sekali menjawab mau, siapa sih yang nggak mau di belikan bakso gratis, apalagi Devina belum makan sama sekali dari pagi. Namun melihat ekspresi membunuh dari mata Sita, Devina memilih menolak agar selamat.
"Nggak, nggak usah. Udah kalian pergi aja, nikmati waktu berduaan," Devina tersenyum sambil mempersilahkan Dimas dan Sita untuk segera angkat kaki dari minimal market. Engap juga ngelihat muka jutek Sita.
"Ya udah, aku pergi dulu, paling satu jam-an. Kalau toko ramai, telpon ya! nanti aku langsung datang."
"Siap, bos!" jawab Devina sambil tersenyum ceria.
Sita melirik sinis sambil mencebikkan bibirnya, lalu dia pun berjalan sambil memeluk manja pacarnya.
Devina bergidik ngeri. Bisa-bisanya orang seperti Dimas, pacaran dengan cewek kayak gitu. Padahal Dimas itu ganteng, kaya, pinter, sempurna! dapetin cewek yang lebih baik dari Sita pasti gampang banget! kenapa harus Sita!
Devina menghela napas sambil kembali duduk di kursinya yang ada di meja kasir. Dia memainkan ponsel kunonya, karena merasa bosan.
"Oh iya! aku mau cari Devano," Devina mengetik nama Devano di google search dan muncullah sosok lelaki muda super tampan menghiasi layar ponselnya.
"Ck, ck, ck, bahkan di ponsel retak pun dia terlihat tampan sekali! padahal baru 15 tahun, tapi badannya sudah tinggi menjulang begini. Makan apa sih, ni orang kok bisa ganteng?"
Devina memandangi wajah Artis itu dengan seksama, hidungnya mancung, bibirnya pun seksi, dan yang paling luar biasa adalah tatapan matanya.
"Kalau aku di tatap begini, pasti meleyot jantungku," gumam Devi sambil tersenyum senyum persis orang gila.
Devina membaca profil artis muda itu dan berdecak kagum, "ck! ck! ck! masih muda tapi sudah jadi model dan actor. Hobi nya basket!" Devina kembali menatap foto si artis saat bermain basket.
"Ya ampun! kok ada mahluk sempurna seperti ini, Tuhan! ini nggak adil!" geram Devina sambil men -screenshoot- foto artis itu dan langsung menjadikannya wallpaper di ponsel jadulnya
Devina tersenyum sambil memandangi foto itu, "Hai, penyemangat hidupku, walaupun nggak bisa memilikimu, paling tidak aku bisa menyimpan fotomu di ponselku," gumam Devina sambil nyengir persis kuda.
***
Devina terdiam, membeku di depan sebuah rumah mewah berlantai dua. Di sekitarnya di pasangi pagar supper tinggi hingga Devina tak bisa melihat keadaan di dalam, tapi yang pasti, rumah ini benar-benar milik orang kaya!
Devina menelan salivanya, sambil bergumam. "Ya Tuhan, bisakah aku memiliki rumah sebagus ini?"
"Oh iya, aku harus bertemu Pak Aldrich dan istrinya," Devina berusaha bangun dari lamunan dan bergegas mendekati pintu pagar rumah mewah itu lalu menekan tombol bel, dua kali.
"Siapa?" terdengar suara dari interkom.
"Sa-saya Devina. Pak Sudiro bilang, Pak Aldrich sedang mencari guru les untuk anaknya?" jawab Devina berusaha tak terlalu gugup.
"Oh, dari kampusnya Pak Sudiro, silahkan masuk."
Ceklek! pintu pagar tiba-tiba terbuka, dan dengan perlahan Devina berjalan masuk. Devina berusaha tenang dan tak menunjukkan kekagumannya, dia terus berjalan menuju pintu utama yang jaraknya tak terlalu jauh dari gerbang tadi.
Tiba-tiba pintu terbuka dan muncullah seorang wanita cantik dan sangat anggun. Dia tersenyum pada Devina.
Devina segera berjalan cepat untuk menemui wanita itu, "Sa-saya Devina, mahasiswi Pak Sudiro," ucapanya sambil mengulurkan tangan untuk bersalaman.
"Saya Lucia, ayo masuk."
"Ba-baik, Nyonya."
Baru saja melangkahkan kakinya di ruang tamu, Devina di sambut suara baritone yang cukup khas.
"Kamu yang namanya Devina?"
Devi membola saat bertatapan dengan lelaki paruh baya yang menyapanya. Lelaki tampan dan sudah sangat matang, berdiri tegap menyapanya dengan sangat ramah.
'Ada di mana aku? apa ini surga? kenapa isi rumah ini semuanya spek malaikat?' batin Devina.
"Saya Aldrich, silahkan duduk."
"Ba-baik Tuan," jawab Devina gugup sambil berjalan pelan dan duduk di sofa.
"Jangan panggil Tuan! memangnya kamu pelayanan! panggil Om saja."
Devina nyengir sambil mengangguk.
"Mah, Devano mana?" Aldrich meraih pinggang istrinya sambil tersenyum. Tatapannya benar-benar penuh cinta, membuat jantung Devina berdebar-debar.
Yang di tatap siapa? yang deg-degan siapa!
"Devan! sayang! sini turun," panggil Nyonya Lucia.
Tak lama terdengar suara derap kaki menuruni tangga, dan muncullah sosok Devan, anak Pak Aldrich dan Nyonya Lucia, dan sontak membuat Devina terbelalak dan menganga lebar.
"Ini guru lesnya?" tanya Devan, si artis yang tadi siang sudah menghiasi layar ponsel Devina.
#bersambung....