NovelToon NovelToon
KISAH NYATA - KETIKA CINTA MENINGGALKAN LUKA

KISAH NYATA - KETIKA CINTA MENINGGALKAN LUKA

Status: sedang berlangsung
Genre:Pelakor jahat / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Selingkuh / Percintaan Konglomerat / Romansa
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Dri Andri

Gavin Narendra, CEO muda yang memiliki segalanya, menghancurkan pernikahannya sendiri dengan perselingkuhan yang tak terkendali. Larasati Renjana, istrinya yang setia, memilih untuk membalas dendam dengan cara yang sama. Dalam pusaran perselingkuhan balas dendam, air mata, dan penyesalan yang datang terlambat, mereka semua akan belajar bahwa beberapa luka tak akan pernah sembuh.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dri Andri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

# BAB 25: Saka Memarahi Gavin

Gavin duduk di sofa apartemennya yang dingin—sofa yang keras dan tidak nyaman, tidak seperti sofa di rumah yang dulu selalu hangat dengan kehadiran Larasati dan Abi. Sudah seminggu sejak sidang pertama. Seminggu sejak dia lihat Larasati dengan tatapan dingin yang bilang tanpa kata-kata: kamu sudah tidak ada artinya lagi.

Di meja depannya tergeletak koran—halaman bisnis dengan headline yang membuat perutnya mual setiap kali dia baca:

**"SAHAM NARENDRA GROUP ANJLOK 15 PERSEN—INVESTOR TARIK DANA AKIBAT SKANDAL CEO"**

**"KLIEN BESAR PUTUS KONTRAK—GAVIN NARENDRA DIANGGAP TIDAK LAYAK MEMIMPIN PERUSAHAAN KELUARGA"**

Bukan hanya perceraian. Bukan hanya perselingkuhan. Tapi kehancuran total dari bisnis yang ayahnya bangun selama tiga puluh tahun dengan keringat dan darah.

Ponselnya berbunyi—nomor yang membuat jantungnya berhenti. Ayahnya. Saka Adipratama Narendra.

Dengan tangan gemetar, Gavin angkat. "Halo, Pak—"

"Buka pintu." Suara ayahnya dingin, final. "Aku di depan apartemenmu sekarang."

Line mati sebelum Gavin bisa jawab.

Gavin berdiri dengan kaki yang terasa seperti jeli, berjalan ke pintu dengan napas yang tidak teratur. Dia belum siap untuk ini—belum siap menghadapi ayahnya setelah semua yang terjadi, setelah semua aib yang dia bawa ke keluarga.

Dia buka pintu.

Saka Adipratama berdiri di sana—pria enam puluh lima tahun dengan postur yang masih tegak meski rambut sudah beruban sepenuhnya, dengan mata yang tajam dan wajah yang keras. Dia pakai jas hitam formal meski ini hari Minggu pagi, karena Saka tidak pernah terlihat tidak profesional, bahkan di saat-saat paling pribadi.

Tapi yang membuat Gavin tersentak adalah ekspresi di wajah ayahnya—bukan hanya kekecewaan yang biasa dia lihat akhir-akhir ini, tapi kemarahan yang membara. Kemarahan yang Gavin jarang lihat dalam hidupnya, kemarahan yang biasanya dicadangkan untuk kompetitor bisnis atau orang yang mengkhianati kepercayaan keluarga.

Dan sekarang, kemarahan itu ditujukan padanya.

"Masuk, Pak," kata Gavin dengan suara yang hampir tidak terdengar, mundur untuk memberi jalan.

Saka masuk tanpa sepatah kata, matanya memindai apartemen dengan cepat—melihat kardus yang belum dibongkar sepenuhnya, sofa dengan selimut kusut karena Gavin sering tidur di sana, meja dengan tumpukan kertas dokumen pengadilan dan koran dengan headline yang memalukan, dan pecahan guci yang masih tersebar di sudut ruangan karena Gavin tidak punya energi untuk bersihkan.

"Tutup pintunya," perintah Saka, suaranya rendah tapi membawa otoritas yang tidak bisa dibantah.

Gavin tutup pintu dengan tangan gemetar, berbalik menghadap ayahnya yang sekarang berdiri di tengah ruang tamu dengan postur yang menakutkan.

"Pak, aku—"

PLAK!

Tamparan datang tanpa peringatan—keras, tepat di pipi Gavin dengan kekuatan yang membuat kepalanya terlempar ke samping. Rasa sakit meledak di wajahnya, mulutnya terasa seperti terbakar. Gavin terhuyung, tangan naik ke pipi yang menyengat, dan saat dia tarik tangannya—ada darah. Bibir bagian dalam terpotong karena benturan dengan gigi.

"Pak—" Gavin mencoba bicara tapi suaranya pecah.

PLAK!

Tamparan kedua, lebih keras dari yang pertama, di pipi yang sama. Kali ini Gavin jatuh—lutut menyentuh lantai dengan bunyi yang keras, kepala berputar, telinga berdenging. Darah dari bibirnya menetes ke lantai apartemen yang dingin.

"Berdiri," perintah Saka, suaranya bergetar dengan amarah yang hampir tidak terkontrol. "BERDIRI SEKARANG!"

Gavin mencoba berdiri dengan kaki yang gemetar, memegang pipi yang bengkak, merasakan darah di mulutnya yang terasa logam dan pahit. Dia belum pernah—dalam tiga puluh delapan tahun hidupnya—melihat ayahnya seemarah ini.

"Kamu tahu apa yang terjadi hari ini?" tanya Saka, melangkah lebih dekat sampai wajah mereka hanya berjarak satu jengkal. Gavin bisa lihat pembuluh darah di pelipis ayahnya berdenyut, bisa lihat mata yang berapi-api. "Kamu tahu apa yang aku terima pagi ini?"

Gavin menggeleng lemah, tidak berani bicara.

"Telepon dari Pak Wijaya—investor terbesar kita! Dia bilang dia mau tarik SEMUA investasinya dari Narendra Group! SEMUA! Kamu tahu berapa itu? TIGA RATUS MILIAR RUPIAH! TIGA RATUS MILIAR yang akan hilang karena skandal BEJAT yang kamu buat!"

Setiap kata seperti pukulan. Gavin merasa dunianya semakin kecil, semakin sesak.

"Dan itu bukan yang terakhir!" lanjut Saka, suaranya makin keras. "Pak Hendra dari konsorsium perbankan—dia batalkan loan approval yang sudah kita tunggu enam bulan! Pak Santoso dari perusahaan properti—dia cabut kontrak pembangunan mall senilai LIMA RATUS MILIAR! Semua karena mereka tidak mau associate nama mereka dengan nama kita! Dengan nama yang kamu NODAI dengan perselingkuhan MEMALUKAN itu!"

"Pak, maafkan aku—" Gavin mencoba tapi Saka angkat tangan—gerakan yang membuat Gavin reflex mundur, mengharapkan tamparan lain.

Tapi tamparan tidak datang. Yang datang lebih buruk—kata-kata yang menghancurkan.

"Kamu BODOH!" teriak Saka, wajahnya merah padam. "Kamu TOLOL! Kamu BAJINGAN yang tidak tahu berterima kasih! Aku memberikan kamu SEGALANYA! Posisi CEO di umur tiga puluh lima tahun—sesuatu yang orang lain harus kerja empat puluh tahun untuk dapatkan! Gaji miliaran per tahun! Rumah mewah! Mobil mewah! Kehidupan yang kebanyakan orang cuma bisa mimpi!"

Saka menunjuk Gavin dengan jari yang gemetar karena amarah. "Dan yang paling berharga—aku kasih kamu Larasati! Perempuan LUAR BIASA yang memilih kamu padahal kamu tidak layak untuknya! Perempuan yang tinggalkan karirnya yang cemerlang untuk support kamu! Yang jaga rumahmu, rawat anakmu, berdiri di sampingmu saat kamu bangun perusahaan! Perempuan yang SEMPURNA sebagai istri, sebagai ibu, sebagai menantu!"

Suara Saka pecah di kalimat terakhir—tidak karena sedih, tapi karena amarah yang terlalu besar untuk dikontrol.

"Dan kamu? KAMU BUANG SEMUANYA UNTUK APA? UNTUK SELINGKUHAN MURAHAN? UNTUK PEREMPUAN YANG SEKARANG SUDAH TINGGALKAN KAMU JUGA?"

Kata-kata tentang Kiran yang meninggalkannya menusuk lebih dalam dari tamparan fisik. Karena itu benar—Kiran pergi, memilih pria lain yang lebih kaya dan tidak punya skandal. Dan Gavin kehilangan segalanya untuk perempuan yang tidak bertahan bahkan sampai akhir.

"Kamu tidak hanya menghancurkan pernikahanmu sendiri!" lanjut Saka, melangkah mengelilingi Gavin seperti predator yang mengelilingi mangsa. "Kamu menghancurkan nama keluarga! Kamu menghancurkan bisnis yang aku bangun dengan papa kamu—kakek kamu—dengan DARAH dan KERINGAT selama TIGA PULUH TAHUN!"

Saka berhenti di depan Gavin lagi, dan sekarang ada sesuatu di matanya yang lebih menakutkan dari amarah—kekecewaan yang mendalam, yang membuat Gavin ingin mati saat itu juga.

"Media di mana-mana," kata Saka, suaranya turun jadi lebih rendah tapi tidak kalah menakutkan. "Koran. Televisi. Media sosial. Semua orang berbicara tentang 'CEO tidak bermoral yang selingkuh dengan karyawan sendiri.' Tentang 'perusahaan keluarga yang tidak punya integritas.' Tentang 'Narendra Group yang tidak layak dipercaya.'"

Saka ambil koran dari meja, lempar ke wajah Gavin. Kertas menghantam dengan bunyi yang lemah tapi simbolisme-nya keras. "Baca! Baca apa yang mereka tulis tentang kita! Tentang keluarga kita!"

Gavin menatap koran yang jatuh di kakinya, melihat headline yang sudah dia baca berkali-kali tapi sekarang terasa seperti pukulan baru:

**"KRISIS KEPERCAYAAN DI NARENDRA GROUP—APAKAH PERUSAHAAN KELUARGA MASIH RELEVAN DI ERA MODERN?"**

**"SKANDAL GAVIN NARENDRA: CERMIN DARI BUDAYA PERUSAHAAN YANG KORUP?"**

"Mereka tidak hanya menyerang kamu," bisik Saka, dan sekarang suaranya bergetar—bukan karena amarah, tapi karena sesuatu yang lebih rapuh. "Mereka menyerang seluruh keluarga. Mama kamu—ibumu—tidak bisa keluar rumah karena tetangga berbisik. Julian—adikmu—kehilangan klien karena nama belakangnya Narendra. Dan aku—AKU—yang bangun perusahaan ini dari nol, yang jaga reputasi selama puluhan tahun, sekarang jadi bahan tertawaan di kalangan bisnis!"

Air mata mulai menggenang di mata Saka—dan itu yang paling menghancurkan. Gavin tidak pernah—TIDAK PERNAH—melihat ayahnya menangis. Bahkan saat kakek meninggal. Bahkan saat perusahaan hampir bangkrut di krisis finansial tahun sembilan puluh delapan.

Tapi sekarang, karena perbuatan Gavin, ayah yang selalu kuat itu menangis.

"Kamu menghancurkan keluargamu sendiri!" isak Saka, tangannya mengepal di samping tubuh. "Kamu menghancurkan SEGALANYA yang kita bangun! Dan untuk apa? UNTUK APA, GAVIN?"

"Pak, aku menyesal," bisik Gavin, air matanya sendiri jatuh—bercampur dengan darah dari bibir yang sobek. "Aku menyesal... aku tidak tahu... aku tidak pikir—"

"KAMU TIDAK PIKIR!" teriak Saka lagi. "ITU MASALAHNYA! Kamu tidak pernah mikir! Kamu pikir kamu bisa lakukan apapun tanpa konsekuensi karena kamu CEO! Karena kamu anak dari Saka Narendra! Karena kamu ISTIMEWA!"

Saka ambil napas yang bergetar, mengusap air mata dengan punggung tangan—gerakan yang terlihat asing di pria yang selalu composed ini.

"Tapi kamu tidak istimewa, Gavin," kata Saka dengan suara yang lebih tenang tapi entah kenapa lebih menyakitkan. "Kamu hanya pria biasa yang kebetulan lahir dengan privilege. Dan saat privilege itu membuat kamu berpikir kamu di atas hukum moral, di atas tanggung jawab—saat itulah kamu jadi monster yang tidak aku kenal lagi."

"Pak—"

"Aku sudah selesai," potong Saka, berbalik untuk pergi. "Aku datang ke sini untuk bilang satu hal: kamu di-remove sepenuhnya dari posisi CEO. Bukan suspended lagi. DIPECAT. Board voting semalam dan putusan final. Julian akan ambil alih sampai kita temukan replacement yang layak."

Kata "dipecat" menggantung di udara seperti hukuman mati.

"Dan satu lagi," kata Saka di depan pintu, tidak berbalik untuk menatap Gavin. "Larasati—mantan istrimu yang hampir jadi—dia perempuan terbaik yang pernah masuk ke keluarga kita. Lebih baik dari kamu. Lebih kuat dari kamu. Dan kalau kamu punya sedikit saja kehormatan tersisa, kamu akan lepaskan dia dengan tenang. Biarkan dia bahagia dengan pria yang layak. Karena kamu—" suaranya pecah lagi, "—kamu sudah tidak layak untuk bernapas di udara yang sama dengannya."

Pintu terbuka. Saka melangkah keluar.

"Aku kecewa padamu," bisik Saka, kata-kata terakhir sebelum pintu tertutup. "Lebih kecewa dari yang bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Dan yang paling menyakitkan—aku tidak yakin aku masih bisa bangga menyebut kamu anakku."

Pintu tertutup dengan bunyi yang keras—final, seperti penutupan chapter terakhir dari hubungan ayah-anak yang dulu hangat.

Dan Gavin jatuh berlutut di tengah apartemen yang dingin, darah masih menetes dari bibirnya, pipi bengkak dan menyengat, tubuh bergetar dengan isakan yang tidak bisa dikontrol.

Dia kehilangan segalanya sekarang. Istri. Anak. Pekerjaan. Respect dari keluarga. Dan yang paling menghancurkan—cinta dan kebanggaan ayahnya.

Gavin merangkak ke kamar mandi dengan penglihatan yang blur karena air mata, berdiri di depan cermin dengan susah payah.

Dan dia melihat pantulan yang membuat perutnya bergejolak.

Pria di cermin bukan dia—atau setidaknya bukan versi dari dirinya yang dia kenal. Wajah pucat dengan mata bengkak dan merah dari menangis. Pipi kanan yang membengkak dan memar dari tamparan. Bibir sobek dengan darah yang mengering di sudut mulut. Rambut berantakan. Postur yang membungkuk seperti orang yang sudah tidak punya tulang punggung lagi.

Dan mata—mata yang dulunya penuh dengan kepercayaan diri dan ambisi—sekarang hanya menunjukkan kekosongan. Kehancuran total.

"Aku membenci dirimu," bisik Gavin pada pantulan, suaranya serak. "Aku membenci dirimu sangat sangat sangat benci."

Dia pukul cermin dengan kepalan tangan—sekali, dengan kekuatan yang membuat cermin retak seperti jaring laba-laba. Buku-buku jarinya berdarah sekarang, menambah darah yang sudah ada di wajahnya.

Tapi rasa sakit fisik tidak ada apa-apanya. Tidak dibanding dengan rasa sakit di dadanya, di jiwanya, di setiap bagian dari existence-nya yang sekarang hanya penyesalan dan kehancuran.

Gavin jatuh duduk di lantai kamar mandi yang dingin, punggung bersandar di dinding, menatap cermin yang retak dengan pantulan dirinya yang terpecah jadi puluhan versi—semua terlihat sama hancurnya.

Dan di keheningan apartemen yang sekarang terasa seperti penjara, dengan darah di tangannya dan air mata di wajahnya, Gavin Althaf Narendra akhirnya mengerti sepenuhnya:

Dia membuat pilihan. Dan sekarang dia hidup—atau lebih tepatnya, survive—dengan konsekuensi dari setiap pilihan buruk yang dia buat.

Tidak ada jalan kembali.

Tidak ada redemption.

Hanya penyesalan yang akan menghantuinya setiap hari untuk sisa hidupnya.

---

**Bersambung ke Bab 26**

1
Aretha Shanum
dari awal ga suka karakter laki2 plin plan
Dri Andri: ya begitulah semua laki laki
kecuali author🤭😁
total 1 replies
Adinda
ceritanya bagus semangat thor
Dri Andri: makasih jaman lupa ranting nya ya😊
total 1 replies
rian Away
awokawok lawak lp bocil
rian Away
YAUDAH BUANG AJA TUH ANAK HARAM KE SI GARVIN
rian Away
mending mati aja sih vin🤭
Dri Andri: waduh kejam amat😁😁😁 biarin aja biar menderita urus aja pelakor nya😁😁😁
total 1 replies
Asphia fia
mampir
Dri Andri: Terima kasih kakak selamat datang di novelku ya
jangn lupa ranting dan kasih dukungan lewat vote nya ya kak😊
total 1 replies
rian Away
wakaranai na, Nani o itteru no desu ka?
Dri Andri: maksudnya
total 1 replies
rian Away
MASIH INGET JUGA LU GOBLOK
Dri Andri: oke siap 😊😊 makasih udah hadir simak terus kisah nya jangan lupa mapir ke cerita lainnya
total 3 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!