Lasmini adalah seorang gadis desa yang polos dan lugu, Ketenangannya terusik oleh kedatangan Hartawan, seorang pria kota yang bekerja di proyek pertambangan. Dengan janji manis dan rayuan maut, Hartawan berhasil memikat hati Lasmini dan menikahinya. Kebahagiaan semu itu hancur saat Lasmini mengandung tiga bulan. Hartawan, yang sudah merasa bosan dan memiliki istri di kota, pergi meninggalkan Lasmini.
Bara, sahabat Hartawan yang diam-diam menginginkan Lasmini. Alih-alih melindungi, Hartawan malah dengan keji "menghadiahkan" Lasmini kepada Bara, pengkhianatan ini menjadi awal dari malapetaka yang jauh lebih kejam bagi Lasmini.
Bara dan kelima temannya menculik Lasmini dan membawanya ke perkebunan karet. Di sana, Lasmini diperkosa secara bergiliran oleh keenam pria itu hingga tak berdaya. Dalam upaya menghilangkan jejak, mereka mengubur Lasmini hidup-hidup di dalam tanah.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya terhadap Lasmini?
Mungkinkah Lasmini selamat dan bangkit dari kuburannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eli Priwanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Lasmini si kembang Desa
Pagi itu, mentari di Desa Pandan Sari bersinar malu-malu, menembus celah-celah daun jati. Udara masih sejuk, membawa aroma tanah basah dan bunga liar. Lasmini, si gadis kembang desa yang namanya selalu menjadi bisikan pujian para pemuda, melangkah anggun di pematang menuju kebun milik Juragan Karso. Rambutnya yang hitam legam tergerai sebahu, sesekali tertiup angin lembut. Wajahnya yang polos tanpa polesan, benar-benar secerah dewi bulan, dan lekuk tubuhnya yang indah bak gitar Spanyol tak pelak membuat siapapun yang memandang pasti terkesima. Ia membawa bekal untuk kedua orang tuanya yang sejak subuh sudah bekerja keras di ladang.
Tepat di bawah pohon trembesi besar, sebuah mobil jeep hitam milik perusahaan pertambangan berhenti. Dari sana, turunlah Hartawan, Kepala Bagian Produksi yang baru bertugas di Kampung Pandan. Hartawan adalah pria kota yang matang, berwibawa, namun memancarkan pesona yang mampu meluluhkan hati para gadis. Ia sedang meninjau lokasi baru, namun langkahnya tiba-tiba terhenti.
Mata Hartawan terkunci. Ia melihat Lasmini. Gadis itu... sungguh berbeda. Kecantikannya alami, memancarkan kepolosan yang tak terjamah. Saat pandangan mereka bertemu sekejap, Hartawan merasa ada getaran kuat yang belum pernah ia rasakan. Cinta pada pandangan pertama yang mendebarkan.
Lasmini, yang memang terbiasa dihindari dan menghindar dari pandangan para pemuda, segera menunduk dan mempercepat langkahnya, jantungnya berdebar karena merasa diperhatikan oleh pria asing, apalagi pria tampan dengan aura berbeda seperti Hartawan.
Hartawan, didorong oleh insting dan rasa penasarannya yang membara, segera melangkah mendekati Lasmini.
"Selamat pagi, Nona. Maafkan saya. Sepertinya saya tersesat. Bolehkah saya bertanya, di mana letak rumah kepala desa?" Ucap Hartawan sambil tersenyum ramah dan memaksakan diri agar terlihat santai
Lasmini terdiam, menatap ujung kakinya. Suara Hartawan begitu lembut, tapi terasa berwibawa.
Lasmini bersuara pelan, nyaris berbisik.
"Selamat... pagi, Tuan. Rumah... Kepala Desa ada di ujung jalan sana, setelah pohon beringin besar."
Kemudian Hartawan mengambil langkah yang lebih dekat, membuat Lasmini semakin gugup di hadapannya.
"Terima kasih banyak, Nona. Sungguh, Desa Pandan Sari ini indah sekali. Tapi... yang paling indah, tentu saja pemandangan di depan saya saat ini."
Lasmini mengangkat pandangannya sekejap, matanya membulat terkejut dengan pujian Hartawan yang terus terang. Wajahnya merona merah.
"Sa... saya permisi dulu, Tuan. Orang tua saya sudah menunggu." Kemudian Lasmini bergegas pergi.
Hartawan memandang kepergian Lasmini dengan senyum penuh arti.
"Gadis itu... Aku akan mencari tahu siapa dirimu."
Sejak hari itu, Hartawan benar-benar tergila-gila pada Lasmini. Ia melakukan berbagai upaya. Mulai dari sengaja sering melewati ladang Juragan Karso, berpura-pura menanyakan arah pada orang tua Lasmini, hingga mengirimkan bantuan sembako atau kebutuhan kerja ke ladang, semua dengan harapan bisa bertemu dan berbicara dengan Lasmini.
Lasmini, yang masih sangat belia dan polos, awalnya merasakan ketakutan setiap kali Hartawan mendekat. Baginya, Hartawan terlalu tampan, terlalu mapan, dan terlalu 'berbahaya' untuk didekati. Ia selalu menghindar, menolak bertemu, dan menunduk jika berpapasan. Hartawan sadar Lasmini bukan wanita yang mudah dibujuk rayu, namun penolakan itu justru semakin membakar semangatnya. Ia gigih, sabar, dan selalu bersikap sopan, tidak pernah memaksa.
Suatu sore, Hartawan melihat Lasmini sedang duduk sendiri di tepi sungai, mencuci beberapa helai kain. Ini adalah kesempatan emas untuknya.
Lalu Hartawan mendekat dengan perlahan, ia duduk agak jauh di sebuah batu besar, menunggu Lasmini selesai.
Hartawan berbicara dengan nada suara yang tulus. "Aku tahu, kau selalu menghindariku, Lasmini. Dan aku mengerti. Aku pria asing dari kota, mungkin terlihat aneh di matamu. Tapi, aku ingin kau tahu, aku datang dengan niat baik."
Lasmini menghentikan gerakan mencucinya, tapi matanya tetap fokus pada air sungai.
"Saya... hanya takut, Tuan. Saya tidak terbiasa didekati. Apalagi oleh... Tuan."
"Kau tidak perlu takut. Namaku Hartawan. Aku Kepala Bagian Produksi di pertambangan. Aku bukan orang jahat. Aku... benar-benar tertarik padamu, Lasmini. Kau adalah wanita paling cantik yang pernah aku lihat. Bukan hanya parasmu, tapi juga kepolosan dan ketenanganmu."
Lasmini kini menoleh, menatap Hartawan untuk pertama kalinya dengan pandangan yang lebih lama. Di matanya, ia melihat kejujuran dan ketulusan. Usia Hartawan memang matang, namun pesonanya memikat, membuatnya berbeda dari pemuda desa yang sering menggodanya.
Kini hatinya mulai bergetar aneh, seperti ada kupu-kupu terbang di perutnya.
"Kenapa... saya, Tuan? Banyak gadis lain di sini yang lebih berani dan cantik..."
"Bagi mereka, aku mungkin hanya pria kota biasa. Tapi di mataku, kau adalah satu-satunya. Dewi bulan-ku. Aku tidak mencari gadis pemberani, aku mencari gadis tulus. Aku tidak akan memaksamu. Tapi, tolong beri aku kesempatan untuk membuktikan ketulusanku."
Lasmini terdiam, meresapi setiap kata. Getaran aneh itu semakin kuat. Ini adalah kali pertama ia merasakan rasa seperti ini pada seorang pria. Di bawah tatapan lembut Hartawan, tembok pertahanannya mulai runtuh. Ia menyadari, Hartawan mungkin adalah cinta pertamanya.
Sambil menunduk, bibirnya mengulas senyum tipis yang sangat manis. "Beri saya waktu, Tuan Hartawan."
Hartawan tersenyum lega. Ia tahu, kegigihannya telah membuahkan hasil. Hati kembang desa itu, kini mulai terbuka untuknya.
Sejak saat itu, Hartawan terus berjuang mendapatkan hati Lasmini dengan penuh kesabaran dan penghormatan, membuktikan bahwa ketertarikannya bukan sekadar nafsu sesaat. Lasmini pun perlahan mulai membalas perasaan Hartawan, membiarkan cinta pertama yang polos itu tumbuh mekar di hatinya. Hartawan berhasil mendapatkan Lasmini, bukan dengan harta atau paksaan, melainkan dengan ketulusan dan kegigihan yang tak pernah menyerah.
Bersambung...
aku GK berani bc tp. cuma intip sinopsis.. keliatan serem banget