NovelToon NovelToon
Legenda Hua Mulan

Legenda Hua Mulan

Status: tamat
Genre:Mengubah sejarah / Romansa / Fantasi Wanita / Tamat
Popularitas:2.7k
Nilai: 5
Nama Author: inda

Cerita ini tidak melibatkan sejarah manapun karena ini hanya cerita fiktif belaka.

Di sebuah kerajaan Tiongkok kuno yang megah namun diliputi tirani, hidup seorang gadis berusia enam belas tahun bernama Hua Mulan, putri dari Jenderal Besar Hua Ren, pangeran ketiga yang memilih pedang daripada mahkota. Mulan tumbuh dengan darah campuran bangsawan dan suku nomaden, membuatnya cerdas, kuat, sekaligus liar.

Saat sang kaisar pamannya sendiri menindas rakyat dan berusaha menghancurkan pengaruh ayahnya, Mulan tak lagi bisa diam. Ia memutuskan melawan kekuasaan kejam itu dengan membentuk pasukan rahasia peninggalan ayahnya. Bersama para sahabat barunya — Zhuge sang ahli strategi, Zhao sang pendekar pedang, Luan sang tabib, dan Ling sang pencuri licik — Mulan menyalakan api pemberontakan.

Namun takdir membawanya bertemu Kaisar Han Xin dari negeri tetangga, yang awalnya adalah musuhnya. Bersama, mereka melawan tirani dan menemukan cinta di tengah peperangan.
Dari seorang gadis terbuang menja

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 1 — Gadis Barbar di Istana

Angin musim semi berhembus lembut melewati taman istana Dinasti Hua. Pohon-pohon plum bermekaran, kelopak-kelopaknya beterbangan seperti salju merah muda. Para dayang sibuk menata bunga, sementara suara lembut alat musik guqin terdengar dari paviliun tengah. Semua tampak anggun dan teratur setidaknya, hingga suara “Aduh!” yang keras memecah keheningan.

“Putri! Tolong berhenti memanjat pohon itu! Itu... itu... bukan perilaku seorang wanita terhormat!” seru salah satu dayang tua, nyaris menjerit.

Dari atas cabang tertinggi pohon plum, seorang gadis muda berusia enam belas tahun tergelak. Wajahnya putih kemerahan seperti buah persik, rambut hitam panjangnya diikat asal-asalan dengan pita merah. Ia mengenakan pakaian latihan berwarna hitam dan merah, bukan jubah sutra seperti kebanyakan putri bangsawan.

“Aku hanya mau lihat siapa yang berani menulis puisi cinta di dinding paviliun!” jawabnya dengan tawa nakal. “Kau tahu, Bibi Lin, kalau aku tidak naik, aku takkan pernah tahu siapa si bodoh yang menulis bahwa ‘Hua Mulan seindah rembulan di langit!’.”

Dayang tua itu menutup wajahnya dengan tangan. “Tuan muda istana timur yang menulisnya, Putri. Dan kalau ia tahu kau mengejeknya, ia bisa bunuh diri karena malu.”

“Hah? Kalau begitu, lebih baik ia belajar menulis puisi yang lebih baik!” Mulan turun dari pohon dengan satu lompatan ringan, mendarat di tanah tanpa suara. “Rembulan? Aku lebih suka disebut guntur, bukan rembulan.”

Ia menepuk-nepuk bajunya, lalu berjalan melewati taman, menghindari tatapan terkejut para dayang. Di setiap langkahnya, ada semacam energi liar, semangat yang sulit dijinakkan.

Semua orang tahu bahwa Hua Mulan bukanlah gadis istana biasa. Ia adalah putri dari Jenderal Hua Jian, pangeran ketiga kerajaan yang lebih memilih medan perang daripada singgasana. Darah kebangsawanan mengalir dalam dirinya, tapi juga darah suku utara yang liar dari ibunya. Campuran itu melahirkan sosok yang menawan, tapi juga berbahaya.

----

Di aula besar kediaman keluarga Hua, sang jenderal tengah berdiri menatap peta kerajaan yang terbentang di atas meja. Matanya tajam, garis wajahnya keras, namun sorotnya penuh kebijaksanaan. Ketika Mulan masuk, ia langsung tahu dari langkah kaki putrinya yang ringan dan tidak sabar.

“Kau memanjat lagi?” suara Jenderal Hua dalam namun tenang.

“Tidak memanjat, Ayah,” jawab Mulan cepat. “Lebih tepatnya... naik sedikit.”

Sang jenderal menghela napas panjang. “Satu hari nanti, kau akan jatuh dan mematahkan tulang. Dan aku akan dipanggil ke istana untuk menjelaskan kenapa putri seorang bangsawan berperilaku seperti prajurit kamp.”

Mulan menyeringai. “Lebih baik jadi prajurit kamp daripada boneka istana, Ayah.”

Ucapan itu membuat pria itu berhenti sejenak, lalu menatap putrinya dengan lembut. “Kau seperti ibumu dulu,” katanya lirih. “Liar, bebas, tapi berhati lembut.”

“Ayah...” suara Mulan melembut. Ia jarang mendengar ayahnya berbicara tentang ibunya yang telah meninggal saat ia masih kecil. “Ceritakan lagi tentang Ibu.”

Jenderal Hua menatap jauh ke luar jendela, ke arah bendera merah yang berkibar di barak prajurit. “Ia berasal dari utara, dari suku Xianbei. Perempuan yang tak pernah takut pada siapapun, bahkan pada kaisar. Ia menunggang kuda lebih cepat dari angin. Tapi ia juga satu-satunya orang yang bisa membuat ayahmu ini menundukkan kepala.”

Mulan tertawa kecil. “Berarti aku mewarisi ketegasan Ibu dan keras kepalamu, Ayah?”

“Dan juga kebodohan keduanya.” Jenderal Hua tersenyum samar, tapi sorot matanya berubah tajam lagi. “Mulan, kau sudah besar. Dunia di luar istana tidak seindah taman bunga. Di luar sana, tirani sedang merajalela.”

“Paman?” tanya Mulan pelan.

Sang jenderal diam. Lalu, dengan suara rendah ia berkata, “Ya. Kaisar sekarang kakak ayahmu ini telah berubah. Ia bukan lagi lelaki yang dulu. Ia memerintah dengan ketakutan, bukan keadilan.”

Mulan menatap ayahnya lama. “Dan Ayah hanya akan diam?”

“Jika aku bertindak sembarangan, ribuan nyawa akan melayang. Aku harus menunggu waktu yang tepat.”

Mulan mengepalkan tangan. “Kalau begitu, aku akan menjadi waktu yang tepat itu.”

Ucapan itu membuat sang jenderal menatap putrinya lama sekali. Di matanya, terlihat campuran antara bangga dan takut.

---

Malam hari, langit istana dipenuhi bintang. Tapi di halaman belakang kediaman Hua, Mulan tidak sedang menikmati keindahan malam. Ia sedang berlatih panah.

Busur kayu itu besar, hampir sebesar tubuhnya sendiri, tapi Mulan menarik talinya dengan kekuatan penuh. Swish! Anak panah melesat dan menancap tepat di pusat sasaran.

“Tepat lagi,” gumam seseorang dari balik semak.

Mulan memutar tubuhnya, dan melihat seorang pemuda berambut pendek berdiri di sana, dengan wajah sedikit tersenyum.

“Zhuge?” katanya. “Kau mengintip?”

Zhuge Wei, putra penasihat kerajaan, adalah teman masa kecil Mulan. Berbeda dengan Mulan yang liar, Zhuge selalu terlihat tenang dan penuh perhitungan. Ia ahli strategi muda yang sering membuat Mulan kesal karena logikanya terlalu dingin.

“Aku tidak mengintip,” jawab Zhuge santai. “Aku hanya lewat, lalu melihat seseorang yang seharusnya tidur tapi malah mencoba membunuh sasaran kayu.”

Mulan mengangkat alis. “Kau selalu bicara seperti orang tua. Kau tidak ingin mencoba?”

“Memanah?” Zhuge menghela napas. “Aku lebih suka memanah dengan kata-kata daripada panah sungguhan.”

“Dan itu sebabnya orang seperti kau selalu butuh orang seperti aku,” sahut Mulan, menembakkan panah lagi. “Kau berpikir, aku bertindak.”

Zhuge menatapnya serius. “Dan jika tindakanmu membakar istana?”

Mulan menoleh padanya dengan senyum nakal. “Maka aku akan memastikan apinya cantik untuk dilihat.”

Pemuda itu hanya menggeleng. “Kau akan membawa malapetaka suatu hari nanti, Hua Mulan.”

“Kalau itu untuk menghentikan kaisar tiran,” kata Mulan tegas, “aku tidak keberatan jadi malapetaka.”

----

Keesokan harinya, kabar buruk datang. Seorang utusan berlutut di depan Jenderal Hua, membawa gulungan perintah dari istana.

“Perintah kaisar,” katanya keras. “Semua keluarga bangsawan harus mengirimkan pajak tambahan dan seratus prajurit untuk membangun benteng istana baru di selatan.”

Mulan yang berdiri di samping ayahnya membeku. “Seratus prajurit? Tapi pasukan Ayah baru saja kehilangan banyak orang di perbatasan!”

Utusan itu menatapnya tajam. “Putri tidak berhak berbicara dalam urusan negara.”

Namun sebelum sang jenderal bisa menenangkan putrinya, Mulan sudah melangkah maju. “Kalau begitu katakan pada kaisar bahwa ia bisa membangun bentengnya dengan darah rakyatnya sendiri!”

Semua orang di aula terdiam. Utusan itu pucat, menunduk ketakutan.

“Mulan!” Jenderal Hua menahan putrinya dengan tatapan keras. “Cukup!”

Mulan menggigit bibirnya, menunduk, tapi matanya masih menyala penuh amarah. Ia tidak menyesal.

Malam itu, Jenderal Hua datang ke kamar Mulan. Wajahnya lelah, tapi suaranya lembut. “Kau tidak boleh bicara begitu lagi di depan utusan istana. Nyawamu bisa melayang.”

“Ayah...” Mulan menatapnya. “Kenapa kita harus tunduk pada orang yang menindas rakyatnya sendiri?”

“Karena kita belum siap melawannya.” jawab jendral Hua Jian

“Kalau begitu, kapan kita siap?” tanya Hua Mulan

Pertanyaan itu menggantung di udara.

Jenderal Hua menatap putrinya lama sekali, lalu perlahan berjalan ke rak senjatanya. Ia membuka peti kayu tua dan mengeluarkan sebuah cincin perak bertanda naga terbelah.

“Ini bukan hanya perhiasan,” katanya pelan. “Ini adalah lambang dari pasukan bayangan. Pasukan rahasia yang hanya diketahui oleh orang borang kita yang terikat njanji. Mereka tersebar di seluruh kerajaan, menunggu pemimpin yang pantas.”

Mulan ternganga. “Pasukan bayangan?”

“Ya. Dan suatu hari nanti, mereka akan mengikuti orang yang bisa memimpin dengan hati, bukan ketakutan.”

Jenderal Hua menatap Mulan dalam-dalam. “Dan aku harap, ketika hari itu datang... itu bukan karena kau terlalu cepat melangkah.”

Mulan menggenggam cincin itu dengan erat. Ia belum tahu betapa pentingnya benda itu kelak, betapa cincin itu akan menjadi kunci bagi pemberontakan terbesar dalam sejarah kerajaan.

----

Malam semakin larut. Di luar, angin berhembus membawa bau debu dan darah yang samar. Di menara istana jauh di seberang kota, seorang pria berjubah hitam berdiri menatap arah rumah keluarga Hua.

“Anak itu sudah mulai menunjukkan taringnya,” katanya pelan.

Di belakangnya, seorang pengawal berlutut. “Apakah Paduka ingin kami menyingkirkannya?”

Kaisar menatap langit. “Belum. Biarkan dia tumbuh sedikit lagi. Aku ingin melihat sejauh mana darah Hua Jian bisa mengkhianati keluarganya sendiri.”

Ia tersenyum dingin. “Kalau ia benar-benar seperti ibunya... maka dia akan menjadi ancaman yang indah untuk dihancurkan.”

Di kamarnya, Mulan menatap bulan. Ia memegang cincin perak itu di tangan, sinarnya berkilau lembut.

Dalam hati, ia berbisik,

“Jika dunia ini tidak punya tempat untuk wanita seperti aku, maka aku akan menciptakan dunia baru sendiri.”

Kelopak plum jatuh satu per satu di jendela, seperti pertanda. Dan malam itu, bintang di utara bersinar sedikit lebih terang seolah menyambut kelahiran seorang legenda.

Bersambung

1
Ilfa Yarni
huhuhuhu aku nangis lo bacanya cinta mereka abadi sampe seribu tahun
Ilfa Yarni
wah ternyata han Xin hidup lg mereka skrudah bersama lg trus han Xian jg ada ya
Wulan Sari
ceritanya sangat menarik trimakasih Thor semangat 💪👍 salam sukses selalu ya ❤️🙂🙏
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
yah han Xin ga hidup lg kyk mulan
Ilfa Yarni
apakah mereka akan ketemu lg kok aku deg degan ya
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
trus apakah han Xin msh ada jadian dong mulan sendiri hidup didunia
inda Permatasari: tentu saja masih karena Han Xin juga bukan manusia biasa tapi tidak seperti Hua Mulan yang spesial
total 1 replies
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
aaaa sedih mulan pergi apakah mulan bisa kembali
Ilfa Yarni
ceritanya seru walupun aku kurang memgerti
Cindy
lanjut
Cindy
lanjut kak
Ilfa Yarni
aku ga ngerti tentang naga yg aku ngerti cinta mereka ditengah peperangan hehe
Wahyuningsih 🇮🇩🇵🇸
si mulan ini manusia apa naga sih thor? sy kurang paham dg istilah keturunan naga🤔🤔
Ilfa Yarni
berarti han naga jg ya
Ilfa Yarni
apakah mereka mati bersama asuh penasaran banget
Ilfa Yarni
ceritanya menegangkan
Ilfa Yarni
ternyata pamannya msh hidup kurang ajar skali tp aku salut sama mulan dia hebat dan berani
Ilfa Yarni
seru thor lamjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!