Menurut Kalian apa itu Cinta? apakah kasih sayang antara manusia? atau suatu perasaan yang sangat besar sehingga tidak bisa di ucapkan dengan kata-kata?.
Tapi menurut "Dia" Cinta itu suatu perasaan yang berjalan searah dengan Logika, karena tidak semua cinta harus di tunjukan dengan kata-kata, tetapi dengan Menatap teduh Matanya, Memegang tangannya dan bertindak sesuai dengan makna cinta sesungguh nya yang berjalan ke arah yang benar dan Realistis, karena menurutnya Jika kamu mencinta kekasih mu maka "jagalah dia seperti harta berharga, lindungi dia bukan merusaknya".
maka di Novel akan menceritakan bagaimana "Dia" akan membuktikan apa itu cinta versi dirinya, yang di kemas dalam diam penuh plot twist.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SNFLWR17, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal
Terlihat seorang perempuan yang sedang menatap area lapangan dengan keadaan linglung. Entahlah ini sangat tiba-tiba. Dia tidak dapat menghindar dengan cepat, sehingga bola voli mengenai dirinya.
Ya, dia adalah Allena, perempuan berambut pendek, yang saat ini sedang menonton pertandingan voli di lapangan sekolahnya.
Tepat Allena akan mengirim satu pesan teks untuk kekasihnya, dia malah menerima hantaman keras tepat di wajahnya- ingat, wajah depan, bukan di atas kepala! dan itu sangat sakit dan perih.
Benar saja, darah mulai keluar dari hidung, ditambah wajah memerah bekas bola mendarat tadi.
"Len, Lo enggak apa-apa?" tanya sahabat Allena, yang panik melihat wajah sahabatnya.
"Len! Please jawab, jangan diam gini dong, Gue panik nih" Dengan satu tamparan kecil yang tidak kuat di pipi Allena, sehingga kesadaran Allena pun kembali.
"It's okay, Dewi. gue enggak apa-apa, tapi ini sedikit pusing. semoga gue masih cantik dengan bekas bola di wajah gue."
Allena dengan terburu-buru mengambil HP-nya di kantong blazer sekolah dan membuka kamera untuk melihat keadaan wajahnya sekarang.
"Aduh, buset, merah banget! Dewi, tisu dong nih darah keluar terus, untung gue enggak sampai pingsan".
Ucapnya sambil melihat ke ponsel nya yang di pegang. tidak lama kemudian selembar tisu tiba-tiba sudah di depannya, Alena langsung mengambil tisu tersebut, tanpa melihat siapa orang yang memberikan tisu tersebut.
"Oke, Terima kasih." katanya seraya membersihkan darah yang keluar dari hidungnya dengan hati-hati.
Sementara itu, si pemberi tisu hanya berdiri diam memperhatikan Alena yang sedang sibuk sendiri.
“Len, kita ke UKS saja, yuk,”
Suara Dewi memecahkan suasana yang sedikit canggung. Bagaimana tidak canggung? Di depan mereka ada sesosok pria tampan, yang tidak boleh dilewatkan sebagai salah satu karya Pencipta.
“Eh, Kak Kenzo. Terima kasih ya, tisunya,” bukan Alena, tetapi Dewi yang bersuara.
Tiba-tiba,
“Hey, *Whats up*! Kalian kangen aku tidak? Pasti kangen, dong! Ya kali cowok tampan seperti gue tidak dikangenin, apalagi dikangenin oleh dua bidadari cantik ini!”
Ucap sesosok pria yang baru saja datang dengan gaya tengilnya. Ia langsung merangkul akrab si pemberi tisu, tetapi rangkulannya langsung dilepas oleh si pemberi tisu.
“Hey Kenzo, pria tampan di sekolah, tapi tidak setampan gue. Kalian mengapa pada berkumpul?”
“Lagi bagi-bagi sembako, Ka? Eh, Ayang Lena, kenapa mukamu? Merah seperti nilai di buku rapor gue.”
Dan ya, pemilik selembar tisu tadi bernama Kenzo atau Lee Kenzo. Memang dia keturunan Korea-Korea sedikit. Sedangkan si pria pemilik suara bagaikan kicauan burung di pagi hari adalah Jevan Mahendra, pria yang dikenal mood booster. Ada saja tingkah orang ini. Dia juga dikenal sebagai si Tengilnya Jurusan IPA, Playboy cap kuda.
“Sini biar Abang Jevan antar ke UKS, Neng,”
Jevan langsung menarik pelan tangan Alena, meninggalkan lapangan voli tersebut.
“Woy, sialan, malah ditinggal lagi!”
Tanpa pikir panjang, Dewi mengejar Alena dan Jevan yang menuju ke UKS.
Sedangkan Kenzo hanya menghela napasnya pelan dan mengambil ponsel, lalu melihat satu pesan teks di sana. Tidak lama, sebuah senyum kecil terukir di sudut bibirnya.
Kenzo langsung pergi dari situ, dengan ponsel masih di genggamannya.
“Aduh, capeknya! Kalian berdua jalan atau terbang? Kok cepat banget?” Ucap Dewi yang sedikit terengah-engah. Kedua tangannya bertumpu di lututnya sambil menormalkan napasnya.
“Oh, Tuhan! Maaf Abang tampan ini ya, Neng Dewi. Abang Tampan ini lupa dengan keberadaan bidadari satunya lagi,”
Jawab Jevan sambil menggaruk kecil tengkuk yang tidak gatal itu.
“Dih, amit-amit gue dengarnya!” Dewi yang bergidik ngeri melihat tingkah Jevan.
Malah dibalas cengengesan saja oleh Jevan.
Sedangkan Alena Hanya menatap bingung ke arah mereka berdua, dan akhirnya Jevan kembali melihat ke arah Alena dengan senyum kecil.
"Tuh Wajah, masih sakit?" tanya Jevan sambil memperhatikan lebih jelas seberapa parah bekas bola tadi.