Luna Aurora Abraham rela meninggalkan nama belakang dan keluarganya demi menikah dengan lelaki yang dicintainya yaitu Bima Pratama. Seorang pria dari kalangan biasa yang dianggap Luna sebagai dewa penyelamat saat dirinya hampir saja diperkosa preman.
Dianggap gila oleh suami dan Ibu mertuanya setelah mengalami keguguran. Dengan tega, Bima memasukkannya ke Rumah Sakit jiwa setelah menguasai seluruh harta kekayaan yang dimilikinya.
Tidak cukup sampai di situ, Bima juga membayar orang-orang di RSJ untuk memberikan obat pelumpuh syaraf. Luna harus hidup dengan para orang gila yang tidak jarang sengaja ingin membunuhnya.
Hingga suatu hari, Bima datang berkunjung dengan menggandeng wanita hamil yang ternyata adalah kekasih barunya.
"Aku akan menikah dengan Maya karena dia sedang mengandung anakku."
Bagaimana kelanjutan kisah Luna setelah Tuhan memberinya kesempatan kedua kembali pada waktu satu hari sebelum acara pernikahan.
Update setiap hari hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Impian Yang Mati
Menikah dengan pria yang dicintai adalah impian dari seorang gadis. Tidak terkecuali gadis cantik dengan mata sebening kristal dan berkulit seputih susu Luna Aurora Abraham.
Tapi rencana pernikahannya ditentang keras oleh papanya Bramantyo Abraham, seorang pengusaha sukses yang telah membawa bisnisnya menggurita hingga ke Eropa. Begitu juga kakaknya Ervan Abraham.
Kedua pria tangguh ini tidak ingin putri dari keluarga terpandang seperti Luna harus mendapatkan suami dari kalangan bawah, yang setelah mereka selidiki identitas dan kepribadiannya bukan seorang pria yang baik.
Tapi cinta itu buta, meskipun darah pebisnis mengalir deras di pembuluh nadi yang membuat gadis berusia 22 tahun itu sukses.
Ya, Luna memiliki perusahaan miliknya sendiri yang dia bangun sejak masih duduk di bangku kuliah. Kecerdasan yang menurun dari keluarganya. Luna hanya tinggal bersama Papa dan Kakaknya, karena mamanya telah meninggal dunia saat melahirkan dirinya.
Kecerdasan Luna, tidak berlaku saat dirinya jatuh cinta pada seorang pria sederhana bernama Bima Pratama.
"Jika kamu memaksa menikah dengan laki-laki tidak punya masa depan seperti kekasihmu itu, maka pergilah dari rumah ini. Dan jangan pernah pergunakan nama belakangmu. Karena Papa akan mencoretmu dari daftar kartu keluarga." Ucap Papa Bram menatap sengit putri bungsunya.
"Baiklah jika itu yang Papa inginkan." Ucap Luna dengan tegas.
"Kamu akan menyesal Luna tidak mendengarkan omongan kami keluarga kandungmu sendiri. Demi orang yang baru kamu kenal." Ucap Ervan sengit.
"Aku tidak akan menyesal, karena aku mencintai mas Bima dengan tulus. Begitu juga sebaliknya, mas Bima tidak seburuk yang kalian katakan padaku. Bahkan dia tidak tahu identitas asliku." Ucap Luna.
"Tapi dia tahu, jika kamu pemilik perusahaan Skin Care. Memiliki hunian mewah yang membuat dia mengejarmu, Luna. Buka lebar-lebar mata dan telingamu. Jangan hanya peduli tentang cinta. Cinta yang buta, yang akan membuatmu sengsara." Ervan masih berusaha mengingatkan Luna.
"CUKUP, cukup kakak mengatakan hal buruk tentang kekasihku." Sentak Luna.
"Biarkan saja Ervan, kita cukup jadi penonton jika suatu hari apa yang kita omong menjadi kenyataan. Biar adikmu membuktikannya sendiri."
"Tapi... Luna adalah kesayangan Papa."
"Tidak lagi, selangkah saja Luna keluar dari rumah ini. Tidak hanya dalam kartu keluarga, tapi dia juga akan Papa hapus dari hati." Ucap Papa kecewa.
"Jangan pernah kembali ke rumah ini, pergilah segera!" Ucap Ervan.
Pernikahan pun terjadi beberapa minggu setelah Luna pergi dari keluarganya. Mengaku seorang yatim piatu Luna menikah tanpa didampingi seorang pun.
Luna yang bahagia lantaran memiliki keluarga baru, mempersilahkan Ibu mertua dan adik iparnya untuk tinggal bersama di rumahnya yang mewah.
"Luna, kenapa kamu belum masak pagi ini?" Teriak Ibu mertuanya yang bernama Ratna Saraswati, seorang wanita paruh baya yang menjadi sombong setelah Luna menikahi putranya.
"Maafkan aku Bu, aku sedang tidak enak badan. Tiba-tiba perutku sakit." Ucap Luna sambil memegang perutnya yang besar. Ya, Luna sedang mengandung 8 bulan.
"Halah... Kamu ini bisanya alasan saja, justru dengan kehamilan yang sudah besar seperti itu harusnya kamu banyak bergerak supaya mempermudah proses kelahiran. Jangan manja begitu, ayo sekarang masak ibu tunggu."
"Tapi Bu..." Ucapan Luna dipotong oleh Bima yang baru turun dari kamarnya dengan setelan kemeja rapi. Padahal sekarang hari Minggu.
"Mas Bima mau kemana minggu pagi begini, kan kantor kita libur mas?" Tanya Luna mendekati sang suami yang terlihat berbeda semenjak usia kehamilannya semakin besar.
"Aku ada urusan di luar kota untuk beberapa hari. Jadi jangan ganggu aku dengan teroran telepon atau pesan singkat sepanjang waktu. Urus saja tubuhmu itu.
"Memangnya ada apa dengan tubuhku mas, apa karena sekarang aku menjadi gemuk membuat kamu sudah beberapa bulan tidak mau menyentuhku lagi?" Ucap Luna menahan tangisan.
"Ya harusnya kamu sadar diri Luna, siapa juga yang berselera dengan wanita yang tidak bisa menjaga bentuk tubuhnya." Ucap Bima tanpa perasaan melukai hati Luna.
"Tapi aku sedang hamil anakmu mas, anak kita." Protes Luna.
"Sudahlah Luna, aku pergi dulu. Jangan menghalangiku." Tanpa mau mendengar rengekan istrinya, Bima pergi dengan mengendarai mobil mewah milik Luna.
"Daripada kamu menangis lebih baik kamu masak. Siang ini Ibu akan pergi arisan, jangan lupa transfer uangnya." Ucap Ibu Ratna.
"Bukankah seminggu yang lalu aku sudah memberi Ibu uang 50 juta, apa sudah habis Bu?"
"Uang segitu dapat apa Luna, kemarin adik kamu minta dibelikan baju baru untuk pesta dengan teman-temannya. Katanya kamu sudah lama tidak memberinya uang jajan."
"Aku sudah memberi Elina Ambarsari uang jajan sebulan sekali, Bu."
"Tapi uang yang kamu berikan tidak cukup Luna. Kamu ini semakin hari semakin pelit saja. Kalau bukan kita keluargamu yang menggunakan uangmu, mau kamu berikan kepada siapa?" Sengit Ibu Ratna.
"Tapi itu tabunganku untuk lahiran Bu, dan sejak mas Bima menggantikanku menjadi CEO di perusahaanku, dia tidak lagi memberiku nafkah."
"Kamu sudah mulai perhitungan dengan Bima? Jangan lagi mengatakan jika perusahaan itu milikmu. Karena harta istri sama juga harta suami dan keluarganya. Ingat kamu hanya anak yatim yang tidak punya tempat berlindung. Jika bukan pada kami siapa lagi?" Ucapan Ibu Ratna sungguh melukai perasaan Luna.
"Kenapa Ibu berkata seperti itu."
Ibu Ratna berlalu pergi begitu saja mengabaikan tangisan pilu sang menantu. Dengan hati yang terluka, Luna mulai melakukan tugasnya sebagai seorang istri sejak setahun yang lalu. Pekerjaan yang sebelumnya tidak pernah dia lakukan. Memasak, mencuci dan membersihkan seluruh penjuru rumah. Karena kurang hati-hati, minyak goreng yang dipegang luna tumpah.
"Ckkk... Kenapa bisa tumpah sih, ini tanganku kenapa mendadak tremor." Gumamnya kemudian Luna ingin membersihkannya dengan lap kering yang ada di laci lemari. Tapi malang tidak bisa ditolak, kaki Luna justru menginjak tumpahan minyak yang tak terlihat di pinggir lemari.
Bruk...
Brak...
Luna tergelincir menabrak kaki meja dengan posisi miring.
"Ahh... Sakittt..." Teriak pilu Luna. Darah segar mengalir dari sela pahanya hingga membuat genangan merah di lantai marmer berwarna putih.
"Ada apa sih, di suruh masak malah teriak tidak jelas." Sentak Ibu Ratna berkacak pinggang.
"Apa yang kamu lakukan hah... Kamu sengaja ingin membunuh cucuku?" Maki Ibu Ratna melihat darah.
"Bu, tolong panggilkan ambulan, atau pesankan taksi bawa aku ke Rumah Sakit." Pinta Luna terisak sambil menahan rasa sakit yang semakin menjalar ke seluruh tubuhnya.
"Dasar menantu tidak berguna, menyusahkan." Meskipun masih memaki, tapi Ibu Ratna dengan sigap memesan taksi online. Karena dia tidak mau Luna mati di rumah ini.
Ternyata bayi yang dikandung Luna tidak bisa diselamatkan lagi. Bayi gembul berjenis kelamin laki-laki itu sudah tidak tidak memiliki detak jantung setibanya di Rumah Sakit. Luna menangis histeris merasa nasibnya sungguh tidak berpihak padanya. Di saat seperti itu justru tidak ada kehadiran sang suami yang seharusnya memeluk dan menghiburnya.
"Bu... Bayiku meninggal, tolong telepon mas Bima suruh segera pulang." Pinta Luna mengiba pada mertuanya.
"Untuk apa aku harus menuruti perkataan wanita sepertimu. Menjaga kandungan saja tidak bisa, dasar ceroboh."
"Bu, ini musibah. Aku juga tidak mau anakku tiada. Kenapa Ibu terus saja menyalahkan aku. Seharusnya Ibu bersimpati." Teriak Luna.
Plak...
"Berani sekali kamu meninggikan suaramu padaku." Sentak Ibu Ratna.
Dan sejak saat itu, Luna menjadi pribadi yang tertutup dan lebih pendiam. Luna hanya mengurung diri di kamar tanpa mau melakukan apa pun selain menangis.
Apalagi sikap suami dan Ibu mertuanya semakin keterlaluan. Mereka kerap menghinanya sebagai perempuan pembawa sial.
"Dasar istri gila, setiap hari hanya bisa menangis sambil memeluk baju bayi. Kamu pikir dengan begitu, anakku bisa hidup lagi?" Ucap Bima semakin menyudutkan Luna.
Tapi Luna tidak bereaksi apa pun, hingga suatu hari Bima membawanya pergi dari rumah. Luna kira, dirinya akan dibawa berlibur untuk menghilangkan pikiran yang stres.
Tidak tahunya, Bima membawanya ke Rumah Sakit Jiwa yang terletak jauh dari kota tempat tinggalnya. Bima mengatakan pada Dokter, jika Luna depresi karena kehilangan bayinya.
Sehari, dua hari, seminggu, bahkan sudah hampir sebulan Luna ditinggal begitu saja di tempat yang tidak seharusnya dia datangi. Luna memang stres tapi tidak gila.
Setelah lama tidak menjenguk Luna, tiba-tiba Bima datang berkunjung dengan membawa banyak berkas-berkas penting. Ternyata itu semua adalah berkas pengalihan seluruh aset kekayaan Luna untuk Bima dengan dalih Luna sedang sakit yang tidak mungkin mengurusi perusahaan dan aset lainnya. Dengan dibantu dokter dan pengacara, Bima memaksa Luna menandatanginya.
Luna hanya pasrah, dalam hati dia mengutuk perbuatan Bima. Jika dia berontak, itu akan semakin meyakinkan pengacara jika dirinya memang sakit jiwa seperti tuduhan Bima.
Bulan berganti bulan, sudah hampir lima bulan Luna terkurung di Rumah Sakit Jiwa. Bukan kondisi mentalnya yang sakit, tapi seluruh badannya yang terasa semakin lemah.
Luna yang memang tidak gila, tidak sengaja mendengar pembicaraan Dokter dengan sesorang di sambungan telepon.
"Sudah tuan, setiap hari nyonya Luna sudah saya berikan obat yang Anda berikan. Obat itu akan membuat kinerja syarafnya melemah. Dan lebih parahnya lagi jika diminum dalam jangka panjang, maka nyonya Luna akan lumpuh permanen."
Sejak saat itu, Luna setiap harinya hanya akan berpura-pura meminum obatnya sampai dokternya pergi.
Hingga suatu hari, Bima datang berkunjung dengan menggandeng wanita hamil yang ternyata adalah kekasih barunya.
"Aku akan menikah dengan Maya karena dia sedang mengandung anakku."
"Dasar suami tidak punya moral, aku menyesal pernah mencintaimu Bima."
Luna yang marah karena Bima berani mengkhianatinya pun berniat menyerang wanita yang katanya sedang hamil. Tapi, Bima berhasil menghalangi serangan Luna dan melindungi kekasih barunya. Kemudian Bima membalas serangan Luna dengan mendorong kuat tubuh ringkih itu hingga terpelanting. Kepala Luna membentur keras ujung pagar besi yang patah dan terlihat berkarat.
Darah yang keluar dari luka Luna cukup banyak. Di ujung nafasnya Luna berkata lirih sambil menatap penuh dendam pada Bima.
"Jika aku diberi kesempatan kedua oleh Tuhan, aku akan mendengarkan nasehat Papa dan Kak Ervan. Aku tidak akan terjerat dengan cinta palsumu Bima. Aku akan buat kamu menyesal pernah melukaiku."
Weh bang ER tahan sekali Ampe seminggu lebih jebol gawang ga bisa 😂😂😂
yg jadi atlas matanya biru/Kiss//Kiss//Kiss//Kiss//Kiss/
Suka awal yg menarik
jangan jangan cuma Rekasi sebentar dah mau masuk sarang letoy lagi wkwkwkkw
itu adik ma KK kandung kan Thor
keren bisa dalam itu curhat nya