Lyra hanyalah gadis biasa yang hidup pas-pasan. Namun takdir berkata lain ketika ia tiba-tiba terbangun di dunia baru dengan sebuah sistem ajaib!
Sistem itu memberinya misi harian, hadiah luar biasa, hingga kesempatan untuk mengubah hidupnya 180 derajat. Dari seorang pegawai rendahan yang sering dibully, Lyra kini perlahan membangun kerajaan bisnisnya sendiri dan menjadi salah satu wanita paling berpengaruh di dunia!
Namun perjalanan Lyra tak semudah yang ia bayangkan. Ia harus menghadapi musuh-musuh lama yang meremehkannya, rival bisnis yang licik, dan pria kaya yang ingin mengendalikan hidupnya.
Mampukah Lyra menunjukkan bahwa status dan kekuatan bukanlah hadiah, tapi hasil kerja keras dan keberanian?
Update setiap hari bisa satu episode atau dua episode
Ikuti perjalanan Lyra—dari gadis biasa, menjadi pewaris terkaya dan wanita yang ditakuti di dunia bisnis!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Madya_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Donasi
Pagi itu, Lyra bangun lebih awal dari biasanya. Ia meraih gelang giok di pergelangan tangannya, lalu meregangkan tubuh pelan sebelum memanggil sistemnya.
“Zen, masuk.”
(Ding, Selamat pagi Lyra. Hadiah hari ini telah diterima: satu mall mewah ‘Aurora Plaza’ dan satu gedung perkantoran eksklusif ‘Imperial Tower’.)
Mata Lyra berbinar mendengar notifikasi itu. “Wow… mall dan gedung mewah sekaligus? Kalau terus begini, asetku makin banyak saja.”
(Ding, memang begitu. Sistem selalu memastikan tuannya berkembang pesat.)
Lyra tertawa kecil. “Aku nggak nyangka… dari orang biasa, sekarang punya properti kayak gini. Tapi, Zen, apa menurutmu aku terlalu memikirkan diriku sendiri? Kemarin aku ketemu wanita yang putus asa karena anaknya sakit. Aku jadi kepikiran… pasti banyak orang seperti dia.”
(Ding, perasaan empati seperti itu menunjukkan bahwa tuan layak menjadi pemilik sistem ini.)
Lyra tersenyum tipis. “Kalau begitu… ayo kita berbuat sesuatu hari ini. Aku mau lihat rumah sakit yang kemarin sistem kasih ke aku. Aku ingin pastikan tempat itu benar-benar membantu orang.”
...----------------...
Di Rumah Sakit
Lyra datang dengan mengenakan masker dan kacamata hitam agar tak dikenali. Setibanya di lobi rumah sakit, seorang pria paruh baya bersetelan rapi menghampirinya.
“Nona Lyra? Saya Harun, direktur rumah sakit ini. Terima kasih sudah datang,” ucapnya dengan sopan.
Lyra mengangguk ringan. “Mari kita bicara soal kemajuan rumah sakit ini.”
Mereka masuk ke ruang direksi, membahas laporan keuangan, fasilitas, dan rencana pengembangan. Harun menjelaskan bahwa meski rumah sakit itu memiliki dokter-dokter terbaik, masih banyak mesin pengobatan modern yang belum dimiliki.
“Kalau kita punya MRI terbaru, alat kemoterapi generasi baru, dan laboratorium canggih, pasien bisa tertolong lebih cepat,” jelas Harun.
Lyra termenung sejenak, lalu mengeluarkan kartu bank hitamnya. “Pak Harun, saya sumbangkan sepuluh miliar untuk membeli semua peralatan itu. Pastikan uangnya dipakai untuk pasien yang benar-benar membutuhkan.”
Mata Harun membesar. “Nona… ini… ini jumlah yang sangat besar! Saya… saya tak tahu harus berkata apa.”
Lyra tersenyum lembut. “Jangan bilang apa-apa. Cukup gunakan uang itu sebaik-baiknya.”
Tiba-tiba, suara pria muda yang panik terdengar dari lobi. “Tolong! Adikku pingsan! Tolong!”
Lyra dan Harun segera berlari keluar. Seorang pemuda dengan pakaian lusuh menggendong gadis kecil yang tampak pucat.
“Suster! Cepat bawa ke UGD!” perintah Harun.
Namun, saat di meja pendaftaran, petugas berkata pelan, “Tuan… biayanya minimal tiga puluh juta. Harus ada pembayaran awal.”
Pemuda itu meneteskan air mata. “Aku janji akan membayar! Tolong selamatkan adikku dulu, kumohon!”
Tanpa pikir panjang, Lyra mendekat. “Berapa biayanya?”
Petugas itu gugup. “Tiga puluh juta, nona.”
Lyra menyerahkan kartunya. “Saya yang bayar. Cepat selamatkan adik anak ini!”
Pemuda itu menatap Lyra dengan mata penuh air mata. “Nona… terima kasih… aku… aku nggak akan lupa ini!”
Lyra hanya mengangguk. “Pastikan adikmu sembuh. Itu yang penting.”
Sepanjang siang itu, Lyra bertemu beberapa pasien lain—orang tua yang ditinggalkan keluarganya, anak-anak yang orang tuanya tak punya biaya, hingga keluarga yang sudah kehabisan tabungan. Tanpa ragu, Lyra membantu membayar pengobatan mereka satu per satu. Total hampir Rp370 juta ia keluarkan hari itu.
(Ding, misi tersembunyi selesai. Hadiah: keterampilan memasak tingkat profesional.)
Lyra terbelalak. “Serius? Aku bisa masak sekarang?”
(Ding, benar. Mulai besok, tuan bisa memasak apa pun dengan rasa sempurna.)
“Wah… aku jadi pengen masak buat Hera besok,” ucap Lyra sambil tertawa kecil.
...----------------...
Aurora Plaza
Sore harinya, Lyra menuju Aurora Plaza, mall yang baru saja jadi miliknya. Seorang manajer perempuan muda menyambutnya dengan ramah.
“Nona Lyra, ini laporan keuangan bulan ini. Semua stabil, tapi kami akan buka beberapa brand baru bulan depan.”
Lyra memeriksa laporan itu. “Bagus. Tapi coba tambahkan area untuk pameran seni. Aku ingin mall ini punya kesan elegan, bukan cuma tempat belanja.”
Manajer itu mengangguk penuh semangat. “Baik, nona!”
Setelah selesai memberi arahan, Lyra memutuskan untuk berbelanja di butik Hermes. Namun, langkahnya terhenti saat melihat Lina dan Dio sedang memilih pakaian mewah.
Dio melihat Lyra lebih dulu. Wajahnya langsung memerah menahan kesal, mengingat ia pernah diusir satpam villa Lyra.
“Kamu!” seru Dio sambil melangkah cepat. “Kamu kemana kemarin? Aku sudah datang baik-baik, tapi kamu—”
Lyra menatapnya datar. “Siapa kamu?”
Dio terdiam sejenak. “Apa maksudmu ‘siapa kamu’? Aku Dio Kandiswara, kakakmu!”
“Maaf,” sahut Lyra dingin. “Aku nggak punya kakak seperti kamu. Jadi tolong, jangan bikin keributan di sini.”
Lina yang berdiri di samping Dio tersenyum licik. “Astaga, Lyra… begini caramu bersikap pada keluargamu sendiri? Kak Dio cuma ingin bicara baik-baik. Kamu ini keterlaluan!”
Lyra menghela napas panjang, lalu menoleh ke arah petugas butik. “Bisa tolong usir dua orang ini? Mereka mengganggu pelanggan lain.”
Petugas butik awalnya ragu, tapi Lyra menunjukkan kartu keanggotaannya. Seketika, dua staf butik datang dan meminta Dio serta Lina keluar.
Dio yang marah sempat mencengkram tangan Lyra dengan kasar sebelum pergi. “Suatu saat, kamu akan menyesal sudah memperlakukan keluargamu sendiri seperti ini!”
Setelah Dio pergi, Lyra melihat bekas cengkraman di tangannya yang memerah. Matanya meredup, wajahnya dingin.
“Zen…”
(Ding, ya Lyra?)
“Kalau keluarga Kandiswara berani menyentuhku lagi, aku tidak akan memaafkan mereka. Mereka memilih perang, maka peranglah yang akan mereka dapat.”
(Ding, sistem akan selalu mendukung keputusan tuan.)
(Ding, memperbarui data diri…)
Nama: Lyra Kandiswara
Umur: 19 tahun
Tinggi: 161+ cm
Penampilan: 76+ (semakin menawan)
IQ: 116+ (meningkat)
Keterampilan: Mengemudi, Membaca, Bahasa Inggris, Memasak Profesional
Aset: Villa di Starlight, Villa di Pinggir Pantai,Formula wewangian non alkohol, Hotel Mewah ‘Imperial Grand’, Mall Mewah ‘Aurora Plaza’, Gedung Perkantoran ‘Imperial Tower’
Kekayaan: RpRp 15.490.132.200.000
Poin:6
Lyra menatap data itu dan menghela napas panjang.
“Huft… hari ini melelahkan. Tapi rasanya… hatiku sedikit lega.”
(Ding, selamat malam Lyra. Kamu sudah melakukan hal hebat hari ini.)
Lyra tersenyum tipis. “Selamat malam, Zen.”
Jangan lupa like, subscribe dan komen agar author semangat update. Terima kasihhh🤗