Perjalanan seorang pria yang ingin membangkitkan kembali kekasihnya.
Pertempuran besar telah selesai!
Kekaisaran Bulan matahari berhasil memukul mundur para iblis. Namun, wanita yang sangat dicintai oleh Yuxiu terbunuh saat itu.
Tetapi, secercah jiwanya masih tersegel didalam tubuhnya, membuat kekasihnya masih mempunyai harapan untuk bangkit kembali.
Seorang tetua Kekaisaran mengatakan, bahwa jiwa seorang manusia dapat kembali ke tubuhnya jika memakan buah dewa.
Namun, untuk mendapatkan buah dewa ini, seseorang harus mempunyai sembilan kristal bintang yang berada di sembilan batas dunia.
Wang Yuxiu telah bertekad, ia akan memulai perjalannya menuju sembilan batas dunia, demi menyelamatkan dan membangkitkan kekasih yang sangat dicintainya.
Akankah Wang Yuxiu berhasil? ataukah ia akan gagal?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon APRILAH, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 1
"Tidak! Jangan ...." teriak seorang laki-laki muda berusia tujuh belas tahun, suaranya sangat lantang, bahkan bergema di atas puncak pertarungan. Mengubah ekspresi wajah semua orang yang kemudian berpaling menyaksikannya.
Dari langit, seorang wanita terjatuh, tubuhnya melayang di udara yang melesat segera menghantam tanah. Menghasilkan suara, "Gedebug!" tubuh wanita itu terjatuh, menghantam tanah dengan sangat keras, sehingga suara benturan itu terdengar dengan nyata.
Laki-laki muda yang mengenakan jubah putih, ikat pinggang berwarna keemasan yang melingkar di pinggangnya. Tubuhnya kecil, namun ia memiliki postur tubuh yang cukup tinggi, laki-laki itu berlari dengan membuat ekspresi wajah yang sangat sedih, bahkan ia berlari dan terus berlari lebih cepat lagi, hingga ia mengendurkan langkah kakinya yang kemudian terhenti.
Tiba-tiba, tubuhnya bergetar hebat, bola matanya yang hitam legam berkaca-kaca, air mata itu tak dapat lagi terbendung dan kemudian terjatuh membasahi pipinya. Tatapannya begitu kosong, tubuhnya runtuh, seolah-olah lututnya tidak lagi mempunyai tenaga untuk berdiri. Kedua belahan bibirnya bergetar, saat ia menelan ludah di antara kerongkongannya yang kering, "Glupppp!" suara itu terdengar sangat dalam.
Saat ini, ia duduk dengan kedua kakinya yang terlipat. Di depannya, seorang wanita cantik tengah terbaring tak berdaya, rambutnya yang ungu lurus tenggelam di kolam darah, kedua matanya sayu, bola matanya yang berwarna keunguan hampir tidak terlihat, air mata itu mengalir di antara pipinya, di wajahnya – darah segar itu masih menempel, bahkan di antara gaunnya yang berwarna ungu, tidak lagi terlihat ungu. Semuanya telah ternodai oleh darah segar.
"Yun'er!" laki-laki itu memanggil nama wanita di hadapannya. Nadanya sangat berat, seolah-olah bibir itu sangat sulit untuk terbuka.
Wanita yang terbaring lemas di atas genangan darah, ia mengangkat satu tangannya, menggunakan sisa-sisa tenaganya yang telah habis, menempatkan tangannya yang kecil dan lembut di pipi laki-laki itu. Kemudian wanita itu berkata dengan senyum tipis yang tergambar di wajahnya, "Ja — jangan menangis! Kamu ...." perkataannya tidak jelas, dan terpotong tepat ketika tangan kecil yang lembut itu terjatuh lemas tak bertenaga.
"Yun'er ... Yun, Yun'er!" laki-laki itu memanggil-manggil nama wanita itu! Namun, wanita itu telah menghembuskan nafas terakhirnya.
"Tidak, tidak ... ini tidak mungkin terjadi, kamu tidak boleh mati, aku tidak akan membiarkanmu mati! Yun'er, sadarlah, Yun'er ...." laki-laki itu berteriak dalam keputusasaan, suaranya yang lantang kembali menggema di tengah-tengah pertarungan yang menggetarkan langit.
Laki-laki itu mengangkat dan memeluk wanita itu di depannya, ia menangis histeris. Rasa sakit didalam hati yang sangat sulit untuk di jelaskan, seolah-olah ia tidak mengakui kenyataan yang telah terjadi.
Mulutnya terbuka, ia berteriak sejadi-jadinya, meneriakkan kata, "Haaaaa!"
Kemudian, ia mengangkat tubuh gadis itu di pangkuannya, ia berjalan di tengah terjadinya pertempuran yang hebat, ia berjalan dengan santai, tatapannya sangat tajam. Bahkan, tidak ada seorang pun yang berani untuk menyentuhnya.
Hingga, dia tiba di tepi Medan pertempuran, meletakkan wanita itu di atas rumput, lalu berkata, "Tunggulah, aku akan segera kembali!" ucapnya dengan nada yang begitu dingin di penuhi hawa kebencian.
Laki-laki itu berdiri tegak, pedang di tangan kanannya, pandangannya lurus tertuju menatap Medan pertempuran. Lalu, ia bergerak dengan seberkas cahaya, cahaya keemasan yang sangat berkilau melintas di udara, dan seketika mendarat di tengah-tengah pertempuran.
"Blammmm!" seketika ledakan besar pun meluluhlantakkan daratan. Puluhan bahkan ratusan musuh-musuh mati, terhempas oleh ledakan yang sangat besar.
Asap dari dampak ledakan menyelimuti seluruh area, membuat semua pandangan itu terbutakan, semua orang memasang ekspresi yang terkejut! Hingga angin berhembus kencang menerpa asap hingga menghilang.
Di tengah-tengah, seorang pemuda berdiri dengan penuh kebencian yang terpatri dari raut wajahnya yang mengandung kegetiran. Ditengah hamparan kabut pekat yang menyelimuti medan pertempuran yang gelap, terdapat sebuah bayangan yang mengaburkan antara batas dunia fana dan alam gaib.
Sosok yang tak pernah menoleh kebelakang, namun kehadirannya saja mampu membangkitkan bisikan legendaris di antara para pejuang.
Tubuhnya memancarkan aura yang penuh dengan duka, tekad, dan rahasia yang terpatri dalam setiap helai rambut hitamnya yang panjang.
Rambut panjang hitam itu mengalir laksana tirai malam, dihiasi pita-pita berwarna merah yang berkibar tertiup angin, seakan menyimpan sebuah cerita pertempuran yang telah melelahkan waktu.
Dibalik keangkuhan jubah putih dan kuning emasnya yang menyelubungi tubuhnya, tersimpan luka-luka yang tak kasat mata. Salah satu tangannya yang kini terangkat seolah dalam sapuan doa bisu, memamerkan noda darah yang segar.
Tetesan darah itu jatuh perlahan, seolah menghitung setiap detik yang berlalu. Detik demi detik dalam perjalanan yang penuh dengan derita, bagi dirinya, darah bukanlah sekedar darah yang mengalir, ia adalah saksi bisu atas segala yang telah terjadi pada hari itu.
Dalam setiap tetesan darah yang menetes, tersimpan kenangan masalalu yang kelam, sekaligus janji untuk menantang takdir yang dituliskan oleh tangan nasib.
Angin malam yang membawa aroma embun dan kesepian, menyanyikan lagu-lagu pilu yang hanya bisa didengar oleh hati yang terluka.
Di antara hembusan angin itulah, laki-laki itu mendengar bisikan para roh leluhur yang telah lama pergi, menyampaikan sebuah pesan tentang kekuatan yang tumbuh melalui penderitaan.
Setiap hembusan angin itu, seolah mengingatkannya bahwa hidup adalah perjalanan yang tidak pernah lepas dari rasa sakit, penderitaan, dan luka.
Namun, disetiap luka itu terdapat benih yang tumbuh menjadi kekuatan yang tak terhingga, mampu kembali menyalakan bara api harapan dalam gelapnya malam yang paling pekat.
Matahari telah lama tenggelam dibalik awan kelabu, menyisakan bintang-bintang yang lemah namun setia. Cahaya mereka menyelinap melalui celah-celah kabut, menerangi wajahnya yang tegas namun menyimpan kegetiran.
Dibawah sinar rembulan, laki-laki muda itu berdiri diatas bebatuan tua, tempat dimana sejarah tempat itu terukir dalam goresan waktu. Setiap batu, setiap retakan di dinding jurang, menceritakan tentang kisah pertempuran yang menguji keberanian dan keuletannya. Di sinilah, diantara keheningan dan bisu alam, ia merenungi perjalanan panjang yang telah membawanya pada titik ini. Sebuah pertemuan antara masa lalu yang penuh luka dan masa depan yang belum pasti.
karna kalo pake tanda petik kan artinya sebuah dialog
sedangkan itu suara kan, bukan tokoh ngomong kedebug?