Luna Aurora Abraham rela meninggalkan nama belakang dan keluarganya demi menikah dengan lelaki yang dicintainya yaitu Bima Pratama. Seorang pria dari kalangan biasa yang dianggap Luna sebagai dewa penyelamat saat dirinya hampir saja diperkosa preman.
Dianggap gila oleh suami dan Ibu mertuanya setelah mengalami keguguran. Dengan tega, Bima memasukkannya ke Rumah Sakit jiwa setelah menguasai seluruh harta kekayaan yang dimilikinya.
Tidak cukup sampai di situ, Bima juga membayar orang-orang di RSJ untuk memberikan obat pelumpuh syaraf. Luna harus hidup dengan para orang gila yang tidak jarang sengaja ingin membunuhnya.
Hingga suatu hari, Bima datang berkunjung dengan menggandeng wanita hamil yang ternyata adalah kekasih barunya.
"Aku akan menikah dengan Maya karena dia sedang mengandung anakku."
Bagaimana kelanjutan kisah Luna setelah Tuhan memberinya kesempatan kedua kembali pada waktu satu hari sebelum acara pernikahan.
Update setiap hari hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perlahan Semua Membaik
Daisy menangis sesenggukan di atas brangkar tanpa ada yang memeluk tubuhnya. Ervan yang mendengar ikut meneteskan air mata. Rasanya dirinya dirinya ingin berlari lalu memeluk erat tubuh ringkih istrinya itu.
"Sudah sayang, jangan menangis kasihan anak-anak kita. Abang tidak apa hanya luka memar akibat pukulan balok." Ucap Ervan tersenyum.
"Tapi pasti sangat sakit, maafkan aku yang tidak menuruti kata suami. Sehingga musibah ini terjadi. Sekarang bagaimana keadaan Luna, apa dia baik-baik saja?" Tanyanya.
"Luna... Luna... Maaf, karena kemarin aku kelepasan membentak dan menyalahkannya karena kamu hilang. Jadinya, Luna kembali kumat. Dia histeris, dan kata Dokter kemungkinan bisa depresi."
"Astaga... Kenapa abang lakukan itu." Teriak Daisy semakin menangis sesenggukan. Ya, itulah Daisy sifatnya sangat lembut dan selalu memikirkan perasaan orang lain dari pada dirinya. Dia pun sedang dalam keadaan tidak baik, tapi justru lebih mengkhawatirkan kondisi adik iparnya itu.
"Maaf sayang, Abang salah. Setelah ini kita bisa jenguk Luna."
"Tidak perlu Kak, Luna sudah datang." Ucap Luna yang duduk di atas kursi roda didorong Atlas dan didampingi Papa Bram.
"Dek... Kamu..." Ervan merasa terharu.
"Iya Kak, aku di sini. Maafkan aku, karena sudah membuat Kak Daisy diculik. Aku... Aku..." Suara Luna kembali bergetar, dengan sigap Atlas memeluk erat istrinya.
"Honey... Sudah, tidak ada yang menyalahkanmu. Lihatlah Kak Daisy dia ada di sana tersenyum menatapmu." Ucap Atlas mencoba menenangkan Luna.
"Kak Daisy... Benarkah? Mas tolong dekatkan aku dengannya." Pinta Luna.
Atlas menurut, dia mendorong kursi roda Luna ke arah brangkar Daisy yang tersenyum pada Luna.
"Apa kabar Luna?" Tanya Daisy.
"Kakak, beneran tidak apa? Kalau begitu aku lega mendengarnya. Tapi kenapa Kakak di rawat?" Tanya Luna yang tidak tahu keadaan perut Daisy. Karena kebetulan sudah tertutup oleh baju Rumah Sakit.
"Karena Kakak butuh nutrisi, Kakak kelelahan. Itu saja kok Luna." Ucap Daisy, membuat Luna lega.
"Kalau begitu syukurlah." Ucap Luna.
"Mas, hari ini aku ingin pulang ke rumah. Aku sudah tidak betah tinggal di sini."
"Nanti coba akan Papa tanyakan pada Dokter yang memeriksamu. Apa sudah boleh pulang atau tidak."
"Iya, kalau begitu ayo kembali ke kamar dulu. Kakak aku tinggal dulu ya." Ucap Luna.
"Iya dek, jangan banyak pikiran."
Rasanya Ervan masih belum bisa memaafkan dirinya sendiri melihat Luna. Andai dia bisa mengendalikan diri, mungkin Luna tidak akan seperti ini. Ada yang aneh dengan adiknya itu, seperti jiwanya tidak sama. Dia seolah berada pada ketakutan yang terus menerus ada. Padahal, dulu Luna adalah gadis periang yang sangat keras kepala.
Hari terus berlalu, semua sudah mulai membaik. Ervan dan Daisy juga sudah diperbolehkan pulang. Tidak ada lagi ketakutan yang ada hanya harapan jika kehidupan mereka semua ke depannya akan lebih bahagia. Kandungan Daisy masih bisa diselamatkan, dan itu adalah sebuah anugerah. Tiga bayi menanti untuk di lahirkan dalam keadaan bahagia.
"Abang, aku tidak sabar menunggu mereka lahir. Pasti lucu, tiga bayi dalam satu perut. Rasanya tidak percaya dengan keajaiban ini."
"Abang juga bersyukur, setelah bertemu denganmu kehidupan Abang menjadi lebih berwarna, lebih ceria dan tentu saja lebih bahagia." Ucap Ervan di dalam kamarnya, dan setelahnya mereka bersatu dalam luapan cinta.
bisa di musnahkan dia...