NovelToon NovelToon
Neophyte

Neophyte

Status: sedang berlangsung
Genre:Anak Kembar / Crazy Rich/Konglomerat / Keluarga
Popularitas:858
Nilai: 5
Nama Author: penpurple_

Ini kisah tentang sepasang saudara kembar yang terpisah dari keluarga kandung mereka, karena suatu kejadian yang tak diinginkan.

Sepasang saudara kembar yang terpaksa tinggal di Panti Asuhan dari usia mereka dua tahun. Akan tetapi, setelah menginjak usia remaja, mereka memutuskan untuk keluar dari Panti dan tinggal di kontrakan kecil. Tak lupa pula sambil berusaha mencari pekerjaan apa saja yang bisa mereka kerjakan.

Tapi tak berselang lama, nasib baik mereka dapatkan. Karena kejadian tanpa sengaja mereka menolong seseorang membuat hidup mereka bisa berubah 180 derajat dari sebelumnya.

Siapa yang menolong mereka? Dan di mana keluarga kandung mereka berada?

Apa keluarga kandung mereka tidak mencari mereka selama ini?

Ayo, ikuti kehidupan si kembar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon penpurple_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

NEOPHYTE

Neophyte yang berarti, orang baru.

Istilah yang tepat untuk kisah sepasang saudara kembar satu ini.

Kini di sebuah ruangan Apartemen lantai 15 kamar nomor 28, terdapat sepasang saudara kembar yang baru saja duduk di sofa, mengistirahatkan tubuh mereka yang lelah karena sehabis pulang bekerja.

“Capek.” Keluhan itu terlontar dari mulut pemuda yang kini menyandarkan punggungnya di sandaran sofa dengan kaki yang dia luruskan di atas meja.

Gadis yang duduk di sebelahnya tampak mengangguk menyetujui.

Hening.

Satu kata yang mewakili suasana di ruangan tersebut, hingga tiba-tiba saja si pemuda menatap gadis cantik yang tak lain adalah adik, sekaligus kembarannya sendiri dengan tatapan memelas. Bibirnya bergerak dan tak lama nada suara seperti rengekan terdengar di telinga siapa saja yang mendengarnya.

“I want to hug you.”

Kala mendengar rengekan tersebut, gadis itu langsung membuat ekspresi mengejek, tapi tak urung juga segera merentangkan kedua tangannya lebar-lebar menghadap kembarannya.

“Sini.”

Dengan antusias, pemuda itu masuk ke dalam pelukan sang kembaran yang membuat kembarannya itu jadi terjungkal ke belakang. Posisinya kini jadi pemuda itu menindih setengah badan si gadis dan tak lupa pula membenamkan wajahnya di ceruk leher gadis tersebut.

“Sayang Peyja.”

Pemuda yang barusan mengeluarkan suara itu Reynando Feyzo. Pemuda yang tidak suka dibentak. Semua memanggil dirinya dengan sebutan Nando, tapi tidak dengan kembarannya yang memanggil dirinya dengan sebutan Paijo.

Dia, Nando. Pemuda tampan yang memiliki sifat seperti Bunglon. Bagaimana tidak? Kalau sedang bersama dengan orang lain saja, dia akan menunjukkan wajah datar tanpa ekspresi, cuek, angkuh, dingin, dan tak tersentuh.

Sedangkan kalau sudah berduaan dengan sang kembaran, dia akan berubah menjadi manusia termanja, childish, cengeng, selalu bertingkah konyol, penuh canda tawa, dan selalu memasang wajah polos tanpa dosanya.

Kembarannya tanpa sadar terkekeh geli kala mendengarnya, lalu tangan si gadis bergerak mengelus rambut belakang Nando.

“Sayang Paijo juga.”

Nah, kalau ini yang tak lain adalah Reynanda Feyza. Semua memanggil dirinya Nanda, tapi tidak dengan kembarannya yang memanggil dirinya dengan sebutan Peyja.

Dia, Nanda. Gadis cantik yang memiliki wajah dan sifat yang nyaris sama persis dengan kembarannya. Tapi ada juga yang membedakan mereka. Bedanya Nanda akan sedikit lebih ramah kepada orang lain dan akan sedikit lebih dewasa daripada kembarannya.

Setelah hening beberapa saat, Nando tiba-tiba mengangkat kepalanya dari ceruk leher Nanda, lalu menatap kembarannya itu dengan sorot mata sayu menahan kantuk.

“Jangan pernah tinggalin aku, ya, Peyja.”

Nanda jadi mengerutkan dahi heran, “Dih, kenapa lo tiba-tiba ngomong begitu? Aneh betol.”

Nando tak menghiraukan, ia kini malah memajukan bibir bawahnya lucu yang membuat Nanda jadi gemas melihatnya. “Jawab aja kenapa, sih.”

“Iya-iya, nggak akanlah ninggalin bayi gue ini.”

Lantas Nando yang mendengarnya segera menyodorkan jari kelingking kanannya pada Nanda dengan mata berbinar, lalu berkata, “Promise?”

Nanda jadi mengacak-acak puncak kepala kembarannya, lalu tak lama dia menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Nando.

“I'm promise.”

Nando seketika tersenyum manis yang memperlihatkan lesung dikedua pipinya, kemudian dia mengecup rahang Nanda sekilas.

“I love you,” gumam Nando masih tetap mempertahankan senyuman.

Seketika itu pula Nanda jadi melototkan mata dengan bibir yang sedikit terbuka kala mendengarnya dan tanpa sadar dia menabok punggung Nando.

“Sebatas saudara, nggak usah ngadi-ngadi.”

Seakan tuli, Nando masih saja terus tersenyum manis menatap Nanda dengan wajah polos tanpa dosanya. “I love you, muah.”

“Dih, gila nih orang.”

Nando tak menjawab, dia dengan rasa tidak bersalah membenamkan wajahnya di dada Nanda. Kemudian berujar pelan yang masih dapat didengar oleh kembarannya, “I love you so much.”

Nanda kembali menabok punggung pemuda itu geram. “Inget, heh, sodaraan.”

“Ya nggakpapa.”

“Dih, are you crazy?”

Nando mengangguk sekali. “I'm crazy, because of you.”

“Bodo amat. Lepas, gue mau mandi aja. Nanti jadi ikutan crazy karena lama-lama berduaan sama lo.”

“Nggak mau,” sahut Nando cepat menolak. “Empuk banget dada kamu,” sambungnya yang membuat Nanda refleks menabok punggung belakangnya, lagi.

“Lambe-mu. Kalo ngomong tuh, ya, difilter dulu gitu, lho.”

Nando memasang wajah tak peduli. “Ya kan emang empuk, lho. Aku suka,” balasnya.

“Wah, kurang ajar mulut lo.”

“Iya, i love you too.”

Nanda kembali memasang wajah cengo, tapi tak lama dia menghela nafas panjang. Dia lantas tersenyum lebar yang terlihat sekali sangat dipaksakan.

“Paijo,” ujarnya memanggil Nando.

“Iya?” sahut Nando yang masih tetap berada di posisinya.

“Capek, ya? Sama kok, gue juga. Gue tau, lo pasti capek banget, kan? Bersih-bersih aja, yok. Biar otak lo juga jadi ikutan bersih,” cibir Nanda panjang lebar.

“Mager, udah nyaman.”

Mencoba untuk banyak bersabar, Nanda kembali menghela nafasnya. “Ayolah, gue udah lengket banget ini,” ajak Nanda terus membujuk.

“Nggak mau,” balas Nando.

Nanda berdecak kesal. “Gue mau mandi, udah sore.”

“Ya emang sore, siapa bilang ini pagi?” balas Nando, tampaknya tak mau kalah.

“Tai lo. Bangun, buruan.”

“Nggak mau, sayang.” Pemuda itu semakin memeluk kembarannya erat.

Nanda memejamkan matanya sejenak, mencoba untuk menahan emosinya yang naik mengingat dia saat ini sedang dalam masa menstruasi.

“Reynando, kalo lo nggak nurut begini, jangan kaget kalo gue tiba-tiba ninggalin lo. Biar nanti lo idup sendiri, apa-apa sendiri, gue mau idup sendirian aja, tanpa lo,” omel Nanda geram karena sudah terlanjur kesal.

Nando yang mendengar spontan menatap Nanda dengan mata yang tiba-tiba sudah berkaca-kaca dengan bibir yang tanpa sadar ia manyunkan, lalu dia mengangguk sembari berkata, “Oke, fine.”

Kemudian Nando dengan cepat bangkit berdiri dan segera masuk ke dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamar Nanda, tanpa menoleh ke arah kembarannya lagi.

“Lah,” gumam Nanda cengo melihatnya, tapi tak lama dia tertawa.

“Hilih, ngambek. Terus aja terus. Apaan coba? Nanti nanges,” sambung gadis itu, sudah tidak aneh lagi kala melihat tingkah random kembarannya.

“Buset, nangis beneran.” Nanda tambah tertawa saat telinganya mendengar suara isak tangis yang berasal dari dalam kamar Nando yang pintunya memang tidak tertutup, jadinya bisa terdengar jelas di telinganya.

Bahkan, dia selalu bertanya-tanya. Ini sebenarnya Nando yang kakak, atau malah dirinya? Ya, walaupun mereka tidak tau siapa yang keluar duluan.

Mereka saja hanya menebak-nebak kalau Nando 'lah yang tertua, karena biasanya kebanyakan kakak itu adalah laki-laki dan adik adalah perempuan, bukan?

Dering handphone Nanda yang tergeletak begitu saja di atas meja tiba-tiba berbunyi dan membuat gadis itu jadi mengalihkan pandangannya.

Dia mengambil, lalu melihat siapa yang menelepon, dan tertera nama 'Ibu Meta' di layar handphone tersebut.

“Assalamu'alaikum, Ibu,” salam Nanda saat sudah mengangkat dan menempelkan handphone di telinganya.

“Wa'alaikumussalam,” balas Meta di seberang sana yang tak lain adalah ibu pengurus Panti Asuhan yang dulu pernah saudara kembar itu tempati.

Nanda tampak tersenyum mendengarnya. “Apa kabar, nih? Ada apa nelepon Nanda?”

“Kabar Ibu baik. Kamu sama Nando gimana kabarnya? Ibu udah kangen banget sama kalian berdua.”

“Kabar Nanda sama Nando alhamdulillah baik-baik aja. Tadi rencananya emang sehabis maghrib mau ke Panti, kita berdua juga udah kangen banget sama Ibu.”

“Beneran kalian mau ke Panti?”

Nanda jadi tertawa kecil mendengar pertanyaan memastikan dari Meta yang tampak antusias itu.

“Iya, kita berdua sehabis maghrib emang mau ke Panti,” balas gadis itu seadanya.

“Oalah, Ibu tunggu, ya. Ibu nelpon emang mau nyuruh kalian ke sini, Nan, ya udah kalo gitu Ibu tutup telponnya.” Terdengar kekehan dari seberang sana. “Ibu mau lanjut masak makan malem buat nanti, sekalian kalian berdua nanti makan malam di sini aja, ya.”

Nanda mengangguk, walaupun tak terlihat oleh Meta. “Iya, Bu. Nanda juga mau mandi, bentar lagi mau adzan maghrib.”

“Oke, ya udah. Assalamu'alaikum.”

“Wa'alaikumussalam.”

Tut.

Panggilan sudah tidak terhubung lagi, lantas Nanda kembali meletakkan handphone-nya di atas meja.

Gadis itu kemudian melangkahkan kakinya mendekat ke depan pintu kamar Nando yang terbuka.

Dia melihat Nando yang sekarang sudah tengkurap di atas kasur. Isak tangis pun sudah tak terdengar lagi di telinganya, berganti menjadi suara dengkuran halus yang dia dengar dan menandakan bahwa pemuda itu kini sudah tertidur.

“Mandi dulu aja ah, baru bujuk tuh bocah,” gumam Nanda.

Tangan gadis itu bergerak menarik handle pintu dan segera menutup pintu kamar Nando. Kemudian Nanda masuk ke dalam kamarnya yang bersebelahan dengan kamar kembarannya. Dia bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah lengket karena keringat.

Dua puluh menit berlalu, kini Nanda sudah keluar dari kamar mandi dengan bathrobe putih yang terpasang pas di tubuhnya.

Nanda menatap isi lemari putihnya yang sebelumnya sudah dia buka.

“Pake baju apa enaknya? Baju banyak, tapi yang nyaman dipake itu-itu aja perasaan.”

Gadis itu mengetuk jari telunjuknya di dagu seolah tengah berfikir, lalu tak lama dia mengangguk-anggukan kepalanya.

“Berhubung cuacanya mendung kayak mau hujan. Pake hoodie aja kali, ya?”

Lalu dia mengambil hoodie berwarna putih polos dan tak lupa juga mengambil celana baggy jeans berwarna biru langit.

“Eh, tapi jangan hujan, plis. Kan nggak elit banget kalo udah siap-siap, malah nggak jadi pergi,” sambung Nanda menggerutu.

“Gue ngomong sendiri berasa orang gila, anjrit.” Gadis itu tampak berdecak kesal karena sedari tadi dia terus berbicara sendiri.

Setelah memakai pakaiannya, Nanda lantas duduk di depan cermin rias, lalu tangannya bergerak mengambil hair dryer guna mengeringkan rambutnya.

“Yes, udah kering, tinggal disisir. Habis itu pake bedak, terus lip tint, and finish.”

Saat dia sudah siap semua, gadis tersebut berdiri, lalu menatap penampilannya dari cermin, dan sedikit merapikan rambut panjangnya yang sengaja dia biarkan terurai.

“I am ready, let's go to the next room.”

***

— t b c —

1
XVIDEOS2212
Ceritanya asik banget thor, jangan lupa update terus ya!
penpurple_: siap, makasi yaaa😍
total 1 replies
Ritsu-4
Keren banget sih, Plot twist-nya bikin baper!
penpurple_: ah, terimakasih ya😍
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!