"aku pernah membiarkan satu Kalila merebut milik ku,tapi tidak untuk Kalila lain nya!,kau... hanya milik Aruna!"
Aruna dan Kalila adalah saudara kembar tidak identik, mereka terpisah saat kecil,karena ulah Kalila yang sengaja mendorong saudara nya kesungai.
ulah nya membuat Aruna harus hidup terluntang Lantung di jalanan, sehingga akhirnya dia menemukan seorang laki laki tempat dia bersandar.
Tapi sayang nya,sebuah kecelakaan merenggut ingatan Aruna,sehingga membuat mereka terpisah.
Akankah mereka bertemu kembali?,atau kah Aruna akan mengingat kenangan mereka lagi?
"jika tuhan mengijinkan aku hidup kembali, tidak akan ku biarkan seorang pun merebut milik ku lagi!"ucap nya,sesaat sebelum kesadaran nya menghilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aru_na, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
01.Aruna dan panti asuhan
"Aruna! Tolong... Aruna?!" Suara seorang wanita pecah, tangisnya histeris. Matanya terpaku pada tempat di mana putri kecilnya baru saja terjatuh.
Ternyata, Aruna didorong! Dan yang melakukannya tak lain adalah Kalila, saudara kembarnya sendiri. Kalila punya hati yang pahit, penuh iri karena Aruna selalu terlihat lebih cantik dan pintar di mata semua orang.
"Kenapa kamu lakukan ini, Kalila?! Dia itu kakakmu, saudara kembarmu!" Gadis berusia sebelas tahun itu malah memandang kedua orang tuanya dengan tatapan kesal. Baginya, mereka selalu saja membela Aruna.
Aku akan terus menyakitinya, biar pun dia kembali lagi nanti, bisik hati Kalila yang penuh rencana jahat.
Ditempat lain.
Perlahan, Aruna membuka mata. Kepalanya terasa berat. Ia mengucek mata dan menyentuh wajahnya yang basah dan lengket.
"Apa yang terjadi pada ku?" pikirnya bingung. Ia mencoba bangun, tapi tubuhnya terasa lemas sekali. Gadis kecil berumur sebelas tahun itu melihat sekelilingnya. Gelap. Hanya kegelapan yang ia lihat. Ternyata, ia tergeletak di pinggir sungai, di tengah hutan yang sunyi.
"Tuhan... tolong Aruna," lirihnya, air mata mulai mengalir. Ia menangis tersedu-sedu di tepi sungai yang sepi, tanpa ada satu pun orang di sana.
Aruna, anak kota. Anak pertama dari seorang pengusaha kaya raya di kotanya. Sejak lahir, ia sudah terbiasa dengan kemewahan,
Semua kebutuhannya selalu dipenuhi, setiap aktivitasnya dilayani. Jadi, bisa dibayangkan betapa takutnya ia menghadapi situasi seperti ini. Sendirian di tengah hutan yang gelap dan asing.
Tiba-tiba, telinganya menangkap suara bisik-bisik dari balik semak-semak tidak jauh darinya.
"Kayaknya aman di sini," bisik seseorang. Tak lama kemudian, semak-semak itu bergoyang-goyang. Aruna yang penasaran mencoba melihat apa itu. Tapi, belum sempat ia mengamati lebih jauh, rasa sakit yang hebat menyerang seluruh tubuhnya. Kegelapan pun kembali menelannya.
"Nak, kamu sudah bangun?" Seorang laki-laki tersenyum lembut padanya. Aruna mengerjap-ngerjapkan mata, mencoba mengenali wajah di depannya. "Anda siapa?" tanyanya pelan, suaranya masih lemah. Ia melihat sekeliling. Sekarang ia berada di tempat yang nyaman dan bersih, bukan lagi di pinggir sungai yang gelap.
"Saya menemukanmu di sungai. Istirahatlah, dokternya sebentar lagi datang," jawab laki-laki itu ramah.
Aruna hanya bisa menatapnya dengan bingung.
"Mas, ayo kita pulang. Biarkan anak itu di sini," tiba-tiba seorang perempuan masuk ke ruangan itu.aruna memandang wajah cantik itu, wanita itu terlihat masih sangat muda.
"Sebentar, aku mau bicara sama polisi dulu," jawab si laki-laki.dia melangkah ingin pergi,tapi wanita tadi langsung mencegah nya.
"Nggak usah, Mas. Ayo pulang," rengek perempuan itu. meskipun merasa berat hati,tapi akhirnya, laki-laki itu pun mengalah dan pergi bersama perempuan itu, meninggalkan Aruna sendirian lagi.
Aruna hanya bisa menatap sendu punggung kedua orang itu yang semakin menjauh dari dirinya.
Sudah beberapa hari Aruna di rawat di rumah sakit itu, kondisi nya pun mulai membaik,dia terus mencoba berinteraksi dengan perawat perawat disana,tapi dari mereka,tidak ada seorang pun yang mau mendekati nya.
Beberapa hari kemudian, seorang perawat menghampiri Aruna. "Kamu sudah baikan, jadi rumah sakit ini tidak bisa menampungmu lagi. Kamu akan dibawa polisi ke panti asuhan."
Deg,Aruna begitu terkejut mendengar nya. Kenapa panti asuhan? Kenapa bukan rumahnya? Kata perawat, polisi sudah mencari tahu tentang dirinya, tapi anehnya, mereka tidak pernah bertanya apa pun padanya,bahkan tentang identitas aslinya.
Panti Asuhan Kasih Bunda. Begitu nama yang tertulis di depan sebuah bangunan sederhana namun ramai. Aruna memperhatikan sekelilingnya.
Tempat ini jauh berbeda dari rumahnya yang mewah. Ia bahkan mendapat kamar tidur kecil yang harus ia bagi dengan enam anak lainnya.
"Hei, kamu anak baru!" Seorang gadis yang terlihat lebih besar darinya menghampiri Aruna dengan tatapan tidak ramah.
Aruna yang sedang duduk di tempat tidurnya hanya diam, membalas tatapan gadis itu dengan bingung.
"Berdiri!" bentak gadis itu sambil menarik tangan Aruna kasar. Tubuh Aruna masih terasa sakit, jadi ia hanya bisa pasrah dan berdiri perlahan di depan gadis yang terlihat galak itu.
"Anak baru harus membersihkan seluruh kamar! Dan kamu nggak boleh tidur di ranjang atas, mengerti?!" bentaknya lagi dengan suara lantang.
Aruna tersentak. Gadis ini seumurannya, hanya badannya saja yang lebih besar, tapi sikapnya sudah seperti seorang pemimpin yang jahat.
"Nurut sama bos Irna!" sahut beberapa anak lain di kamar itu. Aruna hanya menunduk, pikirannya masih dipenuhi bayangan saat Kalila mendorongnya ke sungai dan tertawa melihatnya terseret arus. Adiknya itu benar-benar tidak punya hati.
"Kamu dengar nggak?!" Irna, nama gadis itu, mendorong kepala Aruna hingga ia terhuyung ke belakang.
"Hei!" sapa seorang anak lain.
"I-iya," jawab Aruna akhirnya, menatap sekilas Irna lalu kembali menunduk.
"Kerja mulai dari sekarang!" Tanpa protes, Aruna mulai mengerjakan semua pekerjaan di kamar itu. Ia yang tidak pernah melakukan pekerjaan rumah sama sekali merasa bingung dan kesulitan.
Dulu, ia sering melihat para pelayan bekerja, tapi melakukannya sendiri ternyata jauh lebih sulit.
Hampir tengah malam, Aruna belum juga selesai dengan pekerjaannya. Ia melihat keenam temannya sudah naik ke ranjang masing-masing dan mulai tidur.
"Tuhan... Aruna mau pulang," keluhnya dalam hati, tak berani bersuara karena takut dimarahi atau dipukuli lagi oleh teman-teman sekamarnya.
Pagi menyapa. Aruna yang kelelahan tertidur pulas di lantai yang sedang ia pel. Ia terbangun dengan sakit kepala yang hebat karena rambutnya ditarik kasar oleh seseorang.
"Dasar anak baru pemalas! Bangun!" Seorang pekerja panti menariknya keluar dan menyeretnya ke kamar mandi.
"Cepat bersihkan diri dan segera keluar, makanan sudah siap!" Aruna buru-buru mandi dan keluar.
Di ruang makan, semua anak panti sudah duduk rapi dengan makanan di depan mereka masing-masing.
"Aruna, sini. Ini makananmu," panggil seorang ibu pengurus panti dengan ramah. Aruna mengambil makanannya dan mulai makan. Ia melihat sekeliling.
Di luar kamar, semua orang terlihat baik dan perhatian. Tapi di dalam kamar, situasinya sangat berbeda.
Baru sehari di panti, Aruna sudah merasakan penderitaan yang luar biasa. Ia memutuskan untuk keluar ke halaman belakang untuk bersembunyi dan menenangkan diri.
Di sana, ia melihat seorang laki-laki yang lebih tua darinya sedang terluka. Kaki laki-laki itu berdarah.
"Kamu siapa?" tanya Aruna polos sambil mendekati laki-laki tampan itu. Laki-laki itu hanya meliriknya sekilas lalu kembali menunduk, menahan sakit di kakinya.
"Boleh aku lihat lukamu?" tanpa menunggu jawaban, Aruna membuka kaki laki-laki itu yang sebelumnya dibalut dengan jaket untuk menghentikan pendarahan.
"Ini harus segera diobati," kata Aruna. Ia berjalan mencari sesuatu di halaman belakang panti. Ia ingat pernah melihat ibunya menggunakan beberapa jenis daun untuk membuat salep luka. Ia memetik beberapa daun yang ia kenali.
lalu kembali menghampiri laki-laki itu, membersihkan darah di lukanya dengan jaket, lalu mulai mengoleskan daun yang sudah ia remas-remas.
"Isss," desis laki-laki itu, merasakan perih yang semakin kuat di kakinya. Tapi, beberapa saat kemudian, rasa perih itu hilang dan digantikan dengan rasa dingin dan nyaman.
"Apa masih sakit?" tanya Aruna lembut.
"Sudah tidak. Daun apa itu?"laki laki muda itu menatap nya intens.dia begitu kagum dengan gadis kecil ini.
"Aku tidak tahu. Mama sering membuatnya jadi obat luka."
"Mama kamu dokter?"
"Iya, dan aku juga bercita-cita ingin menjadi dokter," jawab Aruna dengan senyum kecil. Laki-laki berumur lima belas tahun itu tertegun melihat tingkah gadis kecil di depannya.
"Terima kasih," ucapnya tulus. Aruna duduk di dekat laki-laki itu, hanya mengangguk dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
"Siapa namamu?" tanya laki-laki itu.
"Aruna..." jawabnya sambil tersenyum.
Tapi senyum itu segera menghilang karena seseorang menarik rambutnya dari belakang dengan kasar.
"Dasar anak pemalas! Selesai makan bukannya cuci piring dan bersih-bersih, malah santai-santai di sini!" bentak salah satu pekerja panti dengan suara lantang. Aruna ditarik dan dipaksa masuk, meninggalkan laki-laki itu sendirian di halaman belakang.
Ternyata, dia tinggal di panti? Apa semua anak di panti itu diperlakukan seperti itu? Ini tidak bisa dibiarkan, pikir laki-laki itu geram. Ia melihat ke arah gadis itu dibawa masuk, lalu mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
...----------------...
"Aruna..."seseorang laki laki yang pernah di tolongi nya beberapa hari yang lalu ternyata ada disini.
"maaf,aku meninggalkan mu waktu itu tanpa pamit" laki-laki itu mengangguk."tidak apa apa,aku mengerti,Oya...kau belum mengetahui namaku kan?, mulai sekarang,kau bisa memanggilku kak Arza " dia tersenyum menatap Aruna, gadis kecil itu harus segera ia selamat kan.
"Arza,ayo kembali"Arza,anak lelaki tampan itu melambaikan tangan pada Aruna,dia segera pergi menyusul orang tua nya yang sudah menunggu nya di depan panti asuhan.