NovelToon NovelToon
Mr. Dark

Mr. Dark

Status: sedang berlangsung
Genre:Mafia / Single Mom / Cerai / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta Seiring Waktu / Mengubah Takdir
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: El_dira

The Orchid dipimpin oleh tiga pilar utama, salah satunya adalah Harryson. Laki-laki yang paling benci dengan suasana pernikahan. Ia dipertemukan dengan Liona, perempuan yang sedang bersembunyi dari kekejaman suaminya. Ikuti ceritanya....


Disclaimer Bacaan ini tidak cocok untuk usia 18 ke bawah, karena banyak kekerasan dan konten ....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon El_dira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 22 Permintaan Harry

Saat Harry melahap tumpukan panekuk hangatnya, terdengar langkah kaki berat bergema dari arah lorong. Ia tidak perlu menoleh untuk tahu siapa yang datang.

Aroma keringat bercampur sedikit darah yang menguar di udara sudah lebih dari cukup menandakan bahwa kedua kakak laki-lakinya—Mikael dan Lukas—baru saja menyelesaikan latihan tinju pagi mereka di gym keluarga.

Keduanya masuk ke dapur tanpa suara salam, tubuh tinggi mereka bertelanjang dada dan hanya dibalut celana pendek olahraga yang masih lembap. Otot-otot mereka mengilap karena keringat, sementara tato-tato yang menghiasi dada dan lengan mereka membentuk cerita—tentang pertarungan yang tak terhitung jumlahnya, luka yang tak sempat sembuh sempurna, dan kemenangan yang datang dengan harga.

Harry hanya melirik sekilas. Ini pemandangan biasa baginya.

Namun tidak untuk Liona.

Gadis itu baru saja membalikkan tubuh dari wastafel, dan seketika tatapannya membeku saat melihat keduanya. Matanya membesar, wajahnya memucat, dan tubuhnya perlahan menyusut, seperti berusaha mengecilkan keberadaannya.

Ketakutan tampak jelas di wajahnya—bukan takut karena salah, tapi takut yang naluriah, yang datang dari sesuatu yang pernah menghantui masa lalunya.

Harry mengamati perubahan ekspresinya, dan sebuah rasa tidak nyaman perlahan merayapi benaknya. Dia tidak suka melihat itu. Tidak di rumah ini.

“Liona,” Mikael memanggil dengan suara berat.

“Y-ya, Tuan?” jawab gadis itu dengan suara gemetar.

“Sirup gula merah,” perintahnya singkat.

Liona segera mengambil botol dari rak dapur. Dalam terburu-buru, ia hampir tersandung kakinya sendiri. Tangan yang gemetar membuatnya menjatuhkan gelas teh yang tadi dituangkan Mikael.

“Oh Tuhan, m-maaf... saya tidak sengaja,” ujarnya tergagap.

Mikael hanya menatapnya tanpa ekspresi. Tidak marah, tapi juga tidak membantu.

“Jangan terlalu dipikirkan, Liona,” kata Harry pelan, nyaris seperti bisikan. Ia tahu suara lembutnya takkan menyelesaikan semuanya, tapi itu lebih baik daripada diam.

Liona menunduk dalam-dalam, lalu kembali ke wastafel dan mulai membereskan piring-piring kotor. Bahunya tetap tegang, seolah setiap gerakannya masih terikat pada rasa takut yang belum usai.

Sementara itu, Mikael mengaduk-aduk panekuknya mendapati sebagian gosong. Namun untuk kali ini, ia tidak mengeluh.

Percakapan mereka pun berlanjut ke urusan bisnis—tentang kasino keluarga dan keamanan malam ini. Tapi perhatian Harry tak sepenuhnya berada di meja.

Ia terus memperhatikan gelagat Liona. Gadis itu kemudian menyebut soal mencuci pakaian dan buru-buru meninggalkan ruangan.

Mikael mengernyit. “Aku ingin dia bikin kopi lagi nanti,” gumamnya.

Harry meletakkan cangkir tehnya sedikit lebih keras dari seharusnya. Bunyi benturan keramik di atas meja membuat kedua saudaranya menoleh.

“Buat sendiri kopimu,” gerutunya tajam.

“Apa masalahmu pagi-pagi begini, Harry?” tanya Lukas dengan nada bingung.

“Kalian,” jawabnya dingin.

Keduanya terdiam, menatapnya dengan ekspresi bertanya.

Harry menghela napas panjang, lalu menatap mereka bergantian.

“Dengar, ini waktu sarapan, bukan gladiator arena. Jadi mulai besok, pakai baju kalian sebelum duduk di meja makan. Dua, kalian bilang ‘tolong’ saat meminta bantuan. Dan tiga, apa pun yang dia masak—bahkan kalau itu akan membuat kalian muntah—kalian tetap bilang, ‘terima kasih, itu enak.’ Mengerti?”

Mikael dan Lukas masih terdiam, terkejut oleh nada suara adik mereka yang tak biasa.

“Kalian menakut-nakuti dia,” lanjut Harry.

“Kau bicara soal pembantu?” Lukas bertanya, masih bingung.

“Tentu saja aku bicara tentang pembantu,” suara Harry meninggi. “Kau lihat sendiri tadi. Dia takut, bahkan sebelum kalian bicara. Kalian tidak sadar karena kalian selalu menganggap ini rumah kalian, tapi dia juga tinggal di sini sekarang. Dia butuh merasa aman.”

Mikael menaikkan satu alis. “Ayo, Harry. Kami baru selesai latihan. Bukan pertama kalinya dia lihat pria tanpa baju, kan?”

Lukas terkekeh kecil, tapi tawa itu menguap saat melihat sorot mata Harry yang tidak main-main.

“Aku serius,” desis Harry. “Dan tolong bantu aku, Tuhannnnnn, katakan bahwa kalian mengerti sebelum aku benar-benar meninju kalian.”

Untuk sesaat, ada ketegangan sunyi yang menggantung di udara. Keras kepala mereka bertiga seperti benang api yang mudah terbakar. Tapi perlahan, Mikael dan Lukas mengangguk.

“Baiklah,” Mikael menggerutu. “Asal kau berhenti bersikap seperti beruang pemarah setiap pagi.”

Lukas menyipitkan mata. “Tapi... kenapa kau sebegitu pedulinya?”

Harry diam sejenak. Lalu menjawab pelan, “Dia baru. Bersikap baiklah.”

Lukas menyeringai. “Kena pesonanya, ya?”

Harry hampir tersedak serabinya. “Apa?”

“Dia manis. Itu sebabnya kau tidak mau dia pergi, kan? Sudah lama juga kau tidakk dekat dengan siapa pun.”

Mikael mengangguk. “Ide buruk, Harry.”

“Pertama, persetan dengan kalian berdua,” Harry mendesis sambil meneguk tehnya.

“Kedua, dia bikin kue cucur terenak yang pernah kumakan selama ini. Aku tidak akan biarkan dua moody muppet mengacaukannya untukku. Titik.”

Kedua kakaknya saling bertukar pandang dengan ekspresi geli.

Saat mereka menyelesaikan sarapan dan mendorong bangku untuk berdiri, Liona kembali ke dapur. Ia masih sedikit gemetar, tapi ada usaha untuk tegar dalam langkah-langkahnya.

Mikael dan Lukas hendak keluar begitu saja, tapi Harry menegapkan tubuh dan menghalangi jalan mereka. Sorot matanya jelas menuntut.

Mikael menarik napas, lalu berkata, “Terima kasih untuk sarapannya, Liona.”

Lukas menyusul, dengan suara agak malas, “Ya... itu enak.”

Harry mengangguk puas dan menyingkir dari jalan.

Keduanya pun pergi, langkah kaki mereka tetap berat, namun kali ini membawa keheningan yang berbeda.

Harry menatap punggung Liona yang membelakangi mereka. Rumah ini tak bisa menjadi rumah jika hanya membuat satu pihak merasa nyaman. Dan dia tahu, selama Liona masih merasa takut, belum ada yang benar-benar aman.

1
via☆⁠▽⁠☆人⁠*⁠´⁠∀⁠`。⁠*゚⁠+
mampir kakak /Hey/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!