NovelToon NovelToon
Hantu Nenek Bisu

Hantu Nenek Bisu

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Rumahhantu / Mata Batin / TKP / Hantu
Popularitas:826
Nilai: 5
Nama Author: iwax asin

kisah fiksi, ide tercipta dari cerita masyarakat yang beredar di sebuah desa. dimana ada seorang nenek yang hidup sendiri, nenek yang tak bisa bicara atau bisu. beliau hidup di sebuah gubuk tua di tepi area perkebunan. hingga pada akhirnya sinenek meninggal namun naas tak seorangpun tahu, hingga setu minggu lamanya seorang penduduk desa mencium aroma tak sedap

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iwax asin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 33 Rantai yang Tak Terlihat

Langit desa masih mendung ketika kepala desa dan anak buahnya akhirnya pergi, meski dengan raut wajah yang tak puas. Siska mengawasi kepergian mereka dari balik jendela dengan napas tak teratur. Semakin hari, rumah Bu Kasih semakin menarik perhatian. Suara-suara aneh, bayangan yang bergerak sendiri, dan bisik-bisik warga mulai menjadi api yang siap membakar seluruh desa dalam histeria.

“Aku takut mereka kembali dengan lebih banyak orang,” gumam Siska.

Erik, yang duduk bersandar di pintu, mengangguk pelan. “Dan kali ini bukan cuma untuk memeriksa. Bisa jadi mereka bawa pendeta atau tokoh spiritual lain.”

Aji masih berdiri di ruang tengah, memandangi tangga yang menuju loteng. “Kalau itu terjadi, segel bisa rusak... dan kalau segel rusak tanpa kendali—”

“—makhluk itu akan bebas sepenuhnya,” potong Mbah Taryo pelan. “Kalian harus bertindak sebelum orang luar masuk dan menyentuh sesuatu yang tidak mereka pahami.”

Siska menatap Mbah Taryo lekat-lekat. “Tapi kita tidak tahu apa yang harus dilakukan.”

Mbah Taryo tak langsung menjawab. Ia berjalan perlahan ke sudut ruangan, membungkuk, dan mengambil sebuah kotak kayu kecil yang tersembunyi di bawah lantai. Saat ia membukanya, bau kayu tua bercampur wangi kemenyan menyeruak.

Di dalam kotak itu ada segulung kain merah kusam dan sebuah batu kecil berbentuk lingkaran dengan ukiran kuno. Ia meletakkan batu itu di meja.

“Ini adalah simbol penjaga rantai,” ujar Mbah Taryo. “Ini bukan jimat, bukan pula alat untuk menyerang. Ini... semacam ‘pemetik nada’. Ia akan merespons getaran dari makhluk yang terikat di atas loteng. Kalau kalian bisa menemukan tempat dan waktu yang tepat, batu ini akan membuka satu jalur komunikasi. Tapi itu hanya berlangsung beberapa detik.”

Aji melangkah maju, menatap batu itu dengan campuran ragu dan kagum. “Jadi... kita bisa bicara dengan mereka?”

“Bukan bicara seperti manusia. Lebih seperti… menerima gambaran, kilasan masa lalu, atau rasa tertentu. Benda ini tidak bisa digunakan sembarangan. Dan satu hal penting—hanya satu orang yang bisa menyentuh batu ini. Jika lebih dari satu, energi akan kacau, dan kemungkinan besar batu ini akan pecah.”

Siska dan Erik saling pandang. “Siapa yang harus memegangnya?”

Mbah Taryo mengarahkan pandangan ke Erik. “Kau, Erik. Kau orang luar yang paling dalam terikat dengan rumah ini sekarang. Kau tinggal di sini, kau masuk ke ruangan yang tidak boleh dimasuki, dan... kau pernah melihat langsung nenek itu.”

Erik menghela napas. Jantungnya berdetak lebih cepat. “Kalau ini satu-satunya cara, aku akan coba.”

Menjelang sore, rumah Bu Kasih kembali senyap. Langit di atas rumah mulai berubah warna—biru keabu-abuan yang membuat dedaunan tampak seperti kehilangan warna.

Mereka menyiapkan segalanya di ruang tengah, bukan di loteng. Menurut Mbah Taryo, getaran dari makhluk di atas itu bisa ditarik turun dengan bantuan jimat pengalir energi—yang dia letakkan di empat sudut ruangan. Setiap sudut kini dipasangi lilin dan tali kain hitam yang membentuk pola mirip pusaran.

Erik duduk di tengah lingkaran. Di hadapannya batu kecil itu diletakkan di atas kain merah. Ia menatapnya, mencoba menenangkan napas.

“Aku harus bagaimana, Mbah?”

“Tutup mata. Tarik napas panjang. Dan ketika kau sentuh batu itu, jangan pikirkan apa pun. Biarkan ia menunjukkan sendiri apa yang perlu kau lihat.”

Siska menggenggam tangan Aji di dekat pintu. “Kalau ada yang aneh, kita masuk, ya?”

Aji mengangguk, meski jelas-jelas ia sendiri juga tak tahu apa yang akan mereka hadapi.

Erik memejamkan mata. Jari-jarinya menyentuh batu itu perlahan.

Dan seketika, dunia berubah.

Gelap.

Erik merasa seperti terjebak dalam ruang tanpa udara. Tidak ada dinding, tidak ada lantai. Hanya kehampaan. Tapi di tengah kehampaan itu, suara-suara mulai muncul—bukan dalam kata-kata, tapi bisikan yang berubah jadi gambar dalam benaknya.

Ia melihat seorang wanita—muda, cantik, memakai kebaya putih lusuh, berjalan pelan menuju sebuah sumur tua. Wajahnya pucat, matanya kosong. Di tangannya ada sesuatu yang dibungkus kain hitam.

Kemudian, dari belakang, muncul sosok tua... bukan nenek yang biasa mereka lihat, tapi seorang wanita yang lebih tua, dengan wajah penuh keriput dan rambut putih panjang menyapu tanah. Ia memegang tongkat dan mulutnya komat-kamit membaca sesuatu.

Wanita muda itu seperti dikendalikan, matanya kosong.

Tiba-tiba, semuanya bergerak cepat.

Suara jeritan. Darah. Asap putih. Dan... kotak. Kotak kayu itu muncul di tengah lingkaran api. Wajah wanita muda itu menghilang, berubah menjadi sosok hitam berambut panjang yang menggeliat marah.

Lalu... suara berat menggema.

“Jangan bebaskan aku, jika tak siap kehilangan segalanya.”

Erik terbangun dengan napas terengah, tubuhnya basah oleh keringat. Siska berlari mendekat, memegang pundaknya.

“Kau lihat apa?”

Erik hanya bisa menatap kosong. Lalu ia berbisik:

“Ada dua... bukan satu. Yang kita hadapi di loteng... bukan hanya roh nenek itu. Ada satu lagi. Dan yang dikurung... bukan dia.”

Mbah Taryo menegang. “Apa maksudmu?”

Erik berdiri perlahan, matanya tak berkedip. “Nenek itu—hantu nenek bisu—dia penjaga juga. Sama seperti Bu Kasih. Tapi yang dikurung… adalah wanita muda yang kerasukan. Dan dia yang ingin keluar... dengan segala cara.”

Sunyi.

Siska menutup mulutnya. “Jadi… yang gentayangan selama ini bukan roh jahat… tapi... penjaga yang tak bisa bicara?”

Erik menunduk pelan. “Kita semua mungkin telah salah menilai.”

Dan di atas loteng, terdengar suara geraman—pelan namun jelas, seperti seseorang yang baru terbangun dari tidur panjang.

1
Sokkheng 168898
Nggak sabar nunggu kelanjutannya.
BX_blue
Penuh kejutan, ngga bisa ditebak!
iwax asin
selamat datang
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!