Aku tak pernah membayangkan bahwa aku akan merasakan kepahitan dalam hidup. keluargaku yang memiliki aset kekayaan yang melimpah tiba-tiba saja bangkrut mendadak, dan yang lebih gilanya lagi Papah dan Mamah memaksa aku menikah dengan kepercayaan sang papah yang terkenal dingin dan datar itu. Aku sudah dapat membayangkan bagaimana kehidupan pernikahanku bersamanya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lijaloverrr, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Prolog
Hari yang mendung mewakili perasaan seorang wanita berusia 25 Tahun yang dipaksa menikah dengan kepercayaan Papahnya.
Sah...
satu kata yang menandakan terikatnya dia manusia yang menyatu dalam ikatan pernikahan.
"Kepada mempelai wanita silahkan cium tangan sang suami." mendengar ucapan penghulu. ia dengan terpaksa mencium tangan laki-laki yang duduk disampingnya dengan hati yang menggerutu.
Saat melepas tangannya ia dikagetkan saat laki-laki itu mendaratkan bibirnya di kening istrinya.
"Selamat ya sayang." haru seorang wanita paruh baya yang menyaksikan pernikahan putri tunggalnya.
"jadilah istri yang berbakti ya sayang." Ia beralih menatap menantunya "jagalah Putri Mamah dengan baik, jangan pernah membuatnya sedih". nasehatnya sambil menangis haru.
Melihat sang mamah menangis, ia memeluk erat sambil menangis.
"hikss... Mah, kenapa jadi begini hiksss... kenapa Alicah harus menikah dengan dia mah?" Ia masih tidak Terima dengan takdir hidupnya yang bagaikan mimpi yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Sang Pria hanya menatap datar kedua wanita yang berpelukan itu.
Sang papa yang melihat istri dan anaknya menangis terdiam tidak tahu harus bagaimana. Ia yang memaksa Sang Anak untuk menikah dengan kepercayaannya, ia memiliki alasan kuat kenapa memilih Sang kepercayaannya menjadi menantunya.
******
Beberapa jam sudah berlalu, rumah yang sebelumnya di datangi para tamu mulai sepi, Penghuni rumah kini duduk diruang tamu dengan tangisan sesungukan Sang Sang anak dipelukan mamahnya.
Karena sudah mulai jengah Sang kepala mulai mengeluarkan suaranya yang sejak tadi memilih diam.
"Alicah sudah cukup menangisnya, kamu bukan anak kecil lagi. "
mendengar perkataan Sang papah Alicah terdiam seketika dan mendongakkan kepalanya menatap Sang papah dengan tatapan kecewa.
"Papah jahat." setelah berkata demikian ia memilih berlari menuju kamarnya.
hening mukai terasa di sana. melihat Putrinya pergi. Sang mama juga memilih pergi meninggalkan dia pria yang berbeda usia itu.
Sang Papa kini melihat Sang menantu. "Pan, Kamu harus sabar menghadapi Alicah, ia punya sifat keras kepala dan sedikit angkuh."
" Iya tuan." jawabnya singkat dengan ekspresi yang tidak berubah.
"Mulai Sekarang panggil papa sama kayak Alicah." Ucap tegas Papa.
"Iya pah."
"Ya udah kalau gitu, sekarang pergilah kekamar istrimu. besok pagi-pagi sekali kita harus meninggalkan rumah ini." ia menatap rumah itu dengan sedih. Sejak lahir ia sudah tinggal dirumah itu. tak berapa lama, ia beranjak dari duduknya menuju kamarnya dengan Sang istri.
Tok, Tok
Ketukan pintu yang disusul pintu terbuka dari luar membuat wanita yang sedang tengkurap diranjang itu menoleh kearah pintu dan seketika kaget dan marah.
"Ngapain lo masuk ke kamar gue haaa??" marahnya
" Saya adalah suami kamu sekarang. jadi saya berhak dikamar ini." jawab santai Pandu.
Mendengar jawaban Pria didepannya Alicah mulai naik pitam dan menarik tangan Pandu keluar kamar. Badan Pandu tidak bergerak sama sekali dari tempatnya.
" Walaupun gue sama lo udah nikah, belum tentu ya lo gue ijinin masuk kamar gue. jadi sekarang sebaiknya lo keluar." ketusnya menatap sinis Sang suami.
Alicah kembali menarik tangan Pandu dan berujung sia-sia kembali.
Pandu melepas tangan Alicah yang menarik tangannya lalu memilih meletakkan tas punggung yang berisi pakaian gantinya membuka kemeja yang ia pakai.
" Tubuh saya gerah jadi saya mau mandi. Atau kamu mau ikut mandi?"
Melihat Pandu membuka baju bagian atasnya lalu mendengar godaan Sang suaminya Alicah terbelalak kaget.
" Ogah. "
lalu memilih berlari ke tempat tidur menutup seluruh badannya dengan selimut.