NovelToon NovelToon
Dinikahi Untuk Dibenci

Dinikahi Untuk Dibenci

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Playboy / Konflik etika / Angst / Romansa / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:12.1k
Nilai: 5
Nama Author: 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒

“Pastikan kau sembuh. Aku tidak menikahimu untuk jadi patung di rumah ini. Mulailah terapi. Atau…” Edward menunduk, berbisik di telinganya, “...aku pastikan kau tetap di kamar ini. Terikat. Tanpa busana. Menontonku bercinta dengan wanita lain di tempat tidur kita.”

Laras gemetar, tapi matanya tak lagi takut. “Kau memang sejak awal… tak lebih dari monster.”

Edward menyeringai. “Dan kau adalah istri dari monster itu.”

Laras tahu, Edward tidak pernah mencintainya. Tapi ia juga tahu, pria itu menyimpan rahasia yang lebih gelap dari amarahnya. Ia dinikahi bukan untuk dicintai, tapi untuk dihancurkan perlahan.

Dan yang lebih menyakitkan? Cinta sejatinya, Bayu, mungkin adalah korban dari semua ini.

Konflik, luka batin, dan rahasia yang akan terbuka satu per satu.
Siap masuk ke kisah pernikahan penuh luka, cinta, dan akhir yang tak terduga?

Yuk, baca sekarang: "Dinikahi Untuk Dibenci"!
(Happy ending. Dijamin!)

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

1. Malam Tak Terlupakan

Pesta pernikahan telah usai. Ruangan penuh kemewahan kini sepi, hanya menyisakan bayangan siluet pengantin yang melangkah memasuki kamar hotel yang disiapkan untuk malam pertama mereka. Laras berdiri di depan cermin besar, menatap pantulan dirinya dalam gaun putih berkilauan yang kini terasa seperti belenggu.

Dari belakang, Edward mendekat dengan langkah tenang. Udara di antara mereka terasa berat, penuh dengan sesuatu yang tak terucapkan.

“Kita akan membuat malam pertama ini tak terlupakan, Sayang,” bisiknya tepat di telinga Laras, suaranya dalam dan penuh kendali.

Laras mengepalkan tangan. Napasnya tertahan, tapi ia menolak untuk menunjukkan ketakutan.

Tiba-tiba, suara ketukan terdengar di pintu. "Malam panjang dimulai, Sayang." Edward menyeringai, seolah sudah menantikan momen ini.

Ia melangkah menuju pintu tanpa ragu, dan saat membukanya, seorang gadis muda berdiri di ambang pintu. Cantik—sama cantiknya dengan Laras. Matanya dipenuhi ekspresi yang sulit diartikan.

"Kau datang tepat waktu, Sayang." Edward mengusap pipi gadis itu dengan lembut, tatapan matanya menggelitik sesuatu yang dalam dan menjijikkan di perut Laras.

Pria itu mengeluarkan sebutir obat dari sakunya.

“Telan ini dan bersiaplah,” ujar Edward dengan nada pelan namun tegas. “Aku ingin malam ini sempurna.”

Gadis itu menunduk patuh, melangkah masuk ke kamar mandi tanpa sepatah kata pun. Namun, sebelum pintu tertutup sepenuhnya, Edward menambahkan, “Pakai pakaian yang ada di dalam paperbag.”

Laras merasakan hawa dingin menjalar di tubuhnya. Ia menoleh menatap Edward, wajahnya tetap datar, namun matanya menyala dengan kemarahan yang terpendam.

“Apa maksudmu?” tanyanya, suaranya terdengar datar namun tajam.

Edward menoleh ke arahnya, tersenyum sinis. “Ini malam pernikahan kita, Sayang. Bukankah wajar jika seorang suami menikmati malam pertamanya?”

Laras menghela napas pelan, lalu melangkah menuju pintu tanpa ragu. “Kalau begitu, selamat menikmati malam pertama.”

Namun, sebelum ia sempat menyentuh kenop pintu, suara ‘klik’ terdengar. Edward telah menguncinya.

Ia bersandar di pintu dengan santai, menatap Laras dengan penuh kemenangan. “Kau tidak akan ke mana-mana. Kau harus melihatnya.”

Laras membeku.

Edward melangkah mendekat, mengangkat dagunya dengan satu jari. "Aku ingin kau belajar, Sayang," ujar Edward, menelusuri wajah Laras dengan tatapan dingin. "Supaya saat waktunya tiba, kau tahu bagaimana cara melayaniku dengan baik."

Detik itu, sesuatu dalam diri Laras pecah. Ia tersenyum kecil, sebuah senyum yang dingin dan berbahaya.

“Kau benar,” katanya pelan. “Malam ini akan menjadi malam yang tak terlupakan.”

Tapi bukan untuk alasan yang Edward pikirkan.

Kini malam pertama dimulai—dengan cara yang jauh dari kata sakral bagi Laras.

Edward berdiri di tengah kamar, tangan lincah melepas tuksedo, lalu kemejanya, memperlihatkan tubuhnya yang terawat dengan dada bidang dan perut berotot. Laras tak bereaksi, tak sekalipun mengalihkan pandangan dari cermin di depannya. Ia bukan gadis polos yang akan merona melihat pria bertelanjang dada. Tidak, bukan itu yang membuat hatinya bergemuruh malam ini.

"Dia pikir aku akan kagum melihat tubuhnya?"

Senyum Edward melebar saat pintu kamar mandi terbuka, menampilkan sosok gadis yang kini hanya berbalut lingerie tipis.

"Malam ini akan menjadi malam pertama yang sempurna." Edward menatap Laras dengan senyuman yang menjijikan bagi Laras.

Tatapan gadis itu berkabut, napasnya memburu—efek obat yang mulai bekerja. Dengan langkah goyah namun tanpa ragu, ia mendekat, matanya penuh gairah yang dipaksakan. "A--aku.."

Edward tersenyum penuh arti. "Aku akan membuat panas di tubuhmu hilang, Sayang."

Tanpa perlu aba-aba, gadis itu membiarkan tubuhnya direngkuh oleh Edward, menerima kecupan pria itu dengan pasrah, bahkan membalasnya dengan gelora yang semakin liar.

"Menjijikan." Laras masih berdiri di tempatnya, ekspresinya tetap datar. Tapi ada sesuatu di dadanya yang mencengkeram begitu erat, seolah hendak menghancurkannya dari dalam.

Tak ingin menjadi saksi lebih lama, Laras berbalik, melangkah ke balkon. Ia mendorong pintu kaca, membiarkan angin malam menyambutnya dengan dingin yang menusuk kulit.

Di bawah sana, kota berpendar dalam cahaya. Begitu luas. Begitu ramai. Dan di tengah gemerlap itu, Laras merasa begitu sendirian.

Namun, kesendirian itu tak seberapa dibandingkan suara yang mulai memenuhi kamar.

"Akh..sa--sakit..."

"Ta--tahan sebentar..."

"Ugh..kau sempit sekali..."

"Hah..hah..."

Desahan, bisikan mesra, erangan yang tanpa ragu terdengar dari dalam.

Laras menutup mata, tetapi suara itu tetap menyerangnya, menusuk gendang telinganya tanpa belas kasihan.

"Dasar brengsek!"

Malam ini, ia hanya bisa berdiri di balkon, mendengarkan suaminya bercinta dengan wanita lain—sepanjang malam.

Ia tidak menangis. Tidak akan menangis.

Karena ini adalah pilihan yang telah ia ambil.

***

Fajar merayap masuk melalui tirai yang setengah terbuka, cahaya samar menyapu kamar yang masih berantakan. Suara napas tertidur gadis itu masih terdengar, tapi Laras tidak memedulikannya. Dia masih berdiri di balkon, tangannya mencengkeram pagar besi hingga buku-buku jarinya memutih.

Udara pagi yang dingin menyentuh kulitnya, tetapi itu tidak bisa menghapus jejak malam sebelumnya. Suara Edward, bisikan mesra yang ditujukan kepada wanita lain, gema kepuasan yang ia dengar sepanjang malam—semuanya masih terukir di pikirannya, meninggalkan luka yang tak terlihat.

Langkah kaki mendekat dari belakang. Edward sudah berpakaian lengkap, wajahnya masih menyimpan kepuasan yang sinis. Dengan santai, ia menyesap segelas anggur yang entah sejak kapan ia ambil, lalu bersandar di kusen pintu balkon.

"Bagaimana, Sayang?" Suaranya terdengar malas, penuh ejekan. "Malam pertama kita tak terlupakan, bukan?"

Laras tidak langsung menoleh. Dia hanya menghela napas, lalu mengangkat tangannya yang masih gemetar untuk merapikan rambutnya. Saat akhirnya ia menoleh, tatapannya tidak lagi kosong—melainkan sedingin es yang menusuk.

"Benar." Bibirnya melengkung tipis, hampir seperti senyuman. "Aku tak akan pernah lupa betapa menjijikkannya dirimu."

Edward tertawa kecil, seolah menikmati responsnya. Dengan langkah santai, dia meraih dagu Laras, mencengkeramnya cukup kuat hingga Laras terpaksa menatap langsung ke matanya.

"Jangan khawatir." Bisiknya rendah, bibirnya nyaris menyentuh telinga Laras. "Aku punya banyak cara untuk membuatmu tunduk padaku."

Laras bergeming, bahkan ketika rasa sakit menjalar dari cengkeraman Edward.

"Aku mungkin tak bisa melawanmu," suaranya tenang, hampir terlalu tenang. "Tapi jangan pernah berharap aku akan menyerah begitu saja."

Edward mendecakkan lidahnya. "Kita lihat saja nanti, Sayang." Ia melepaskan dagu Laras, lalu melangkah pergi, meninggalkannya sendiri di balkon yang dingin.

Begitu Edward menghilang dari pandangan, Laras menyentuh dagunya yang terasa nyeri. Tatapannya meredup. Di balik ketegarannya, hatinya menjerit.

"Sampai kapan aku diperlakukan seperti ini?"

Tapi dia tidak akan menangis. Tidak di depan Edward. Tidak di tempat ini.

Laras masih berdiri di balkon kamar hotel itu, tubuhnya bersandar lemah pada pagar besi yang dingin. Gaun pengantin putihnya telah kehilangan makna—kini hanya selembar kain simbol penyerahan yang dipaksakan. Angin pagi menyapu pelan wajahnya, seakan mencoba menghapus jejak malam kelam yang baru saja ia lalui.

Tiba-tiba terdengar suara pintu dibuka, lalu ditutup kembali. Suara langkah kaki… tidak ada. Hening.

Laras tetap di tempatnya, memejamkan mata sejenak. Ia menunggu—entah menunggu Edward datang lagi atau hanya memastikan bahwa pria itu benar-benar sudah pergi.

Beberapa menit berlalu dalam keheningan.

Dengan langkah enggan, Laras akhirnya meninggalkan balkon. Gaun pengantin yang panjang menyapu lantai, sebagian renda-rendanya sudah kotor terkena debu dari lantai luar.

Ia masuk ke kamar. Pandangannya menyapu ruangan.

Tuksedo Edward tergeletak begitu saja di lantai, bersama dasi, kemeja… dan pakaian dalam pria itu.

Perlahan, tatapan Laras naik ke arah ranjang.

Sprei putih itu ternoda. Sebuah bercak merah di tengah-tengahnya, seolah menjadi penanda kemenangan yang menjijikkan.

Mendadak terlintas di benaknya—pekikan kesakitan gadis itu semalam, teriakan samar yang berbaur dengan suara erangan Edward.

Laras menelan ludah. Bukan karena cemburu. Tapi karena muak. Jijik. Perutnya bergejolak, seperti hendak memuntahkan sesuatu.

Ia mundur selangkah, memegangi pinggir meja agar tetap berdiri. Napasnya berat, namun tidak ada air mata yang jatuh. Ia terlalu lelah untuk menangis.

Saat itulah, suara ketukan terdengar dari arah pintu.

Tok… Tok… Tok.

Di balik pintu, suara pria terdengar sopan namun tegas.

“Nyonya Laras, saya diperintahkan Tuan Edward untuk mengantar Anda pulang.”

Laras memejamkan mata. Kata “pulang” terasa asing baginya sekarang.

Karena sejak menikah dengan Edward, ia tak tahu lagi—rumah yang mana yang benar-benar bisa disebut pulang.

...🔸🔸🔸...

...Pernikahan adalah lambang kesucian, namun saat dilandasi dendam dan kebencian, pernikahan hanyalah penjara menyakitkan....

..."Dhanaa724"....

...🍁💦🍁...

.

To be continued

1
Siti Jumiati
Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian.
Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
sabar dulu Laras...
Juvie Ja
jgn2 Edward punya penyakit jiwa..sakit mental😏
abimasta
sabar dan kuatkan hati mu laras,biarkan edward dan sherin hancur
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
kuatlah laras. kelicikan mereka masih panjang, semoga diakhir laraslah yg tersenyum bahagia. 😔
Siti Jumiati
Dendam tidak akan membuat hidupmu tenang Edward, berdamai itu indah klau kamu sudah menyadari itu semua,sekarang semua menjadi lebih rumit karena ulahmu sendiri.
merry
sherinn jhtt bgtt y bgtuu jgg dgn Edward moga klian dpt batu y
merry
lbh bgs meinctai dr jauh bayu
merry
bnr kt ppmu bayuu laras istr org lbh baik kmu jg dr jauh dgn kekuasaan mu,, klo laras bhgia y kmu lpsin cintamu ,, dr pd ngejar laras yg ada kmu mati gmn lbh baik nkmatin hdpmu klo bs bls perbuatan bpkmu,, ank kandung ank dr wanita yg dia cintai tp dsktin,, lbh percya org luar yg br msk dlm khdpny,, skrg ternyt bini PP mu selingkuh bhkn ank yg ppmu kira ank y ternyta bukn ank kandung ppmu
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
laras. ketulusan yang hadir di tengah gelapnya keserakahan & kekejian manusia. 😢
Juvie Ja
Edward terlalu pendendam
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Anto D Cotto
menarik
𝕯𝖍𝖆𝖓𝖆𝖆𝟕𝟐𝟒: Terima kasih KK 🤗🤗🙏🙏🙏🙏🙏
total 1 replies
syisya
rasa iri dengkimu itu yg akan menghancurkan kehidupanmu sherin.
aku berharap petugas RS yg diancam sherin akan menolong laras secara diam" memberikan hasil tes kesehatan yg asli karena gak tahan melihat kegaduhan yg terjadi tidak ada habisnya terutama kasihan pada laras ternyata sherin gunakan hasil tes palsu itu untuk berbuat jahat lebih jauh ..semoga penyamaran edward juga terungkap bukankah dia adalah edwin yg OP kabur dari tanggung jawab bayu & mengincar laras dia pikir bakal menang tp dia salah
abimasta
semoga laras tetap kuat,dan edward benar2 hancur
Siti Jumiati
Sherin didukung kedua orang tuanya untuk menghancurkan Laras tp tidak semudah itu...
Laras orang baik pasti akan ada orang yang menolongnya tanpa ia minta.
semangat lanjut kak sehat selalu 🤲
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
sepertinya laras bukan anak kandung ya?
bagaimana bisa orang tuanya malah mendukung Sherin menjatuhkannya?
syisya
rintangan yg sangat berat semoga, semoga edward & sherin mendapatkan balasannya mereka hancur bersama"
sherin kira akan hidup tenang kalau semua hasil dari merebut & memaksa, salah kamu sherin kamu akan hidup tersiksa seperti di neraka
Juvie Ja
smga author sdh memilih bayu sbgai jodoh kebhgiaan Laras dri awal bukan Edward
abimasta
laras pasti kuat,
@💤ιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Terima kasih bayu. 😭😭😭😭😭😭😭😭😭
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!