seorang kapten polisi yang memberantas kejahatan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aldi malin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
jejak di kamboja
Malam itu, kapten Merlin duduk di ruang tamunya yang sederhana. Lampu gantung menyala redup, dan suara jangkrik dari luar terdengar samar. Di tangannya, ponsel Rendi yang sudah dipasangi aplikasi kontak jodoh tadi siang.
Ia menggeser-geser layar, menelusuri fitur-fitur yang tersedia. Ada satu tombol mencolok bertuliskan “Party Live” dan satu lagi “VC Premium”.
“Hm, kayaknya asyik juga nih buat cari informasi,” gumamnya, setengah penasaran, setengah serius.
Ia mengetuk tombol Party Live, lalu layar menampilkan daftar ruang obrolan dengan berbagai nama aneh—dari “Party Malam Panas” sampai “Sultan Cari Teman Curhat”.
Merlin tertarik masuk ke salah satu room yang tidak terlalu ramai. Di dalamnya, ia mendengar suara obrolan dan tawa. Ada lima user aktif. Salah satunya bertuliskan: “CicaLevel10”.
Tak lama, Cica menyapa.
“Eh, ada user baru nih! Halo kakak, baru gabung ya?”
Suara gadis itu renyah dan ramah, cocok untuk pemancing suasana.
Merlin tersenyum kecil. “Iya, baru banget. Masih bingung nih cara mainnya.”
Lalu muncul suara cowok lain, user “RanggaVVIP”.
“Kalau mau dapet banyak temen dan duit, daftar jadi host dong. Nanti bisa live sendiri, dapet gift, dapet duit juga.”
“Daftar ke mana?” tanya Merlin polos.
“Ke agen. Bentar, gue kirimin nomor agennya. Nanti tinggal daftar, interview lewat video call, langsung bisa siaran sendiri.”
Dalam hitungan menit, mereka mulai membanjiri Merlin dengan informasi: aturan main, cara dapet gift, ranking host, sampai gosip soal host-host top yang katanya pernah ditawarin “kerja tambahan”.
Merlin diam-diam mencatat semuanya.
“Dunia ini lebih gelap dari yang aku duga,” pikirnya sambil memandangi nama-nama user yang terlihat manis di permukaan, tapi menyimpan sisi lain di balik layar.
Beberapa hari kemudian, kapten Merlin sudah semakin mahir menggunakan aplikasi itu. Ia bahkan sudah punya nama pengguna baru: “Marlina88”, dan mulai rutin muncul di room-room live.
Tapi satu tujuan utamanya masih sama: menyusup ke dalam lingkaran Han.
Ia mulai menelusuri kembali user dengan nama “MR_H”—yang kemarin membuatnya terkejut karena mirip target yang selama ini diburu. Profilnya tertutup, tapi Merlin sudah mengirim permintaan berteman.
Awalnya tak digubris.
Tapi malam ketiga, notifikasi muncul.
“MR_H menerima permintaan pertemanan Anda.”
Merlin tercekat. “Akhirnya...”
Tak lama, pesan masuk:
> MR_H: “Kakak dari mana? Jarang liat muka baru yang secantik ini di room biasa.”
Merlin tersenyum miring. Ia tak langsung membalas. Lima menit... sepuluh menit... barulah ia ketik:
> Marlina88: “Baru pindah dari app sebelah. Belajar pelan-pelan, hehehe.”
> MR_H: “Kalau butuh teman belajar, aku siap bantu. VC yuk.”
Merlin mendengar detak jantungnya makin cepat.
Dia langsung ngajak VC? Baru juga chat satu kalimat...
Merlin menyiapkan mode siarannya: filter wajah, latar ruangan yang rapi, suara lembut. Ia tak mau Han tahu siapa dirinya yang sebenarnya.
Ketika VC dimulai, wajah itu muncul di layar.
Han.
Tak salah lagi. Lelaki berwajah oriental, dengan senyum percaya diri dan gaya bicara kalem. Tapi Merlin bisa melihat aura dominan dari caranya duduk, tatapan mata, dan cara menatap lawan bicara—penuh kendali.
Dalam VC itu, Han bersikap ramah. Ia memuji suara Merlin, memberi beberapa gift mewah hanya dalam satu menit—ikon berlian, jet pribadi virtual, dan bunga emas.
> “Kamu beda. Boleh gak aku tambah kamu di list Sultan-ku?”
Merlin tertawa kecil, pura-pura malu.
> “Wah, aku mah masih newbie, Kak. Mana layak…”
Tapi dalam hatinya, ia mencatat cepat:
“Sultan. Gift besar. Didengar banyak host. Ini bukan pengguna biasa.”
Di balik senyumnya, Merlin sadar—dia makin dekat dengan pria yang mungkin memegang kunci jaringan global ini.
Seminggu setelah pertemuan VC pertama, Merlin mulai rutin siaran di aplikasi itu. Ia sudah resmi jadi host dan tergabung dalam agensi yang mempertemukan para “talent” dan para Sultan.
Namun tak seorang pun tahu, “Marlina88” yang cantik dengan wig cokelat gelap dan suara lembut itu sebenarnya adalah Kapten Merlin.
Setiap kali live, ia memakai wig panjang dan menambahkan icon kelinci kecil di sudut layar, membuat wajahnya terlihat berbeda. Filter wajah juga membantu menyamarkan garis wajah aslinya.
Dan kini, satu nama selalu muncul saat ia siaran:
MR_H.
Han.
Pria itu seolah sudah menjadi spender pribadi untuknya. Gift mengalir setiap kali Merlin muncul: mobil mewah, mahkota emas, bahkan pesawat pribadi virtual.
“Untuk kamu yang paling manis malam ini,” tulis Han di kolom komentar.
Merlin tertawa lembut, memainkan peran dengan sempurna.
> “Aduh, Kak Han, jadi malu... nanti yang lain pada iri loh...”
Tapi di balik layar, pikirannya tajam. Ia mencatat semua aktivitas Han:
Jam berapa Han biasanya aktif
Host-host lain yang sering dapat gift darinya
Komentar-komentar yang terlihat seperti kode atau sinyal
Ia juga memperhatikan bahwa Han suka membawa host-host tertentu masuk ke room private dengan fitur “non-recorded mode”. Beberapa di antaranya adalah host yang disebut-sebut memiliki penghasilan luar biasa, bahkan diundang ke luar negeri.
Merlin mendekati titik di mana ia harus mengambil keputusan besar:
masuk ke circle dalam Han, atau memancing Han keluar dari dunia maya.
Tapi untuk itu, ia harus membangun kepercayaan yang lebih dalam.
Malam itu, saat siaran hampir berakhir, Han mengirim pesan privat:
> “Besok aku ada undangan live eksklusif. Mau gak kamu ikut? Cuma host pilihan yang diundang.”
Merlin menatap layar lama. Jantungnya berdetak cepat.
> “Tentu, Kak. Kirim link-nya ya…”
Malam itu, sekitar pukul sebelas, Han kembali mengajak VC pribadi.
Merlin sempat ragu, tapi rasa penasarannya lebih besar.
Saat layar menyala, Han terlihat setengah rebahan di kursi, dengan latar ruangan hotel mewah.
> “Akhirnya muncul juga si kelinci manis...”
“Kamu tau gak, aku suka banget sama kamu. Kayaknya kamu beda dari host-host lain.”
Merlin tersenyum tipis, menjaga nada suaranya tetap lembut.
> “Wah, makasih Kak Han, aku jadi malu…”
Han menatap Merlin lama.
> “Malu? Harusnya kamu udah biasa dong VC beginian...”
“Gimana kalau kita... main dikit malam ini?”
Merlin langsung pasang ekspresi terkejut.
> “Hah? Maksudnya?”
> “Yaa... VC dewasa lah. Kan fitur ini private. Aman. Gak direkam, gak dilaporin, gak ada yang tau. Aku bisa kasih kamu gift dua kali lipat dari biasanya…”
Merlin menelan ludah. Ia tahu ini bagian dari dunia gelap yang diselami banyak host, tapi bukan tujuannya menyamar di sini.
> “Duh, Kak... takut kena banned aku. Aplikasi ini udah ketat sekarang…”
Han tertawa pelan.
> “Tenang... Aku kenal baik sama developer-nya. Bahkan orang-orang besar di sini juga langganan room-room private.”
“Kamu belum tahu aku siapa, ya?”
Merlin menatapnya tajam.
> “Siapa emang Kak Han ini?”
Han menyender santai, lalu berbisik, seolah sedang membongkar rahasia:
> “Aku promotor. Pemilik sebagian saham live app ini.
Aku juga jalankan jaringan gaming, taruhan, dan event virtual.
Dari Kamboja ke Thailand. Orang-orang penting udah biasa kerja sama sama aku.”
Deg.
Itu momen ketika semua informasi yang selama ini dicari Merlin—muncul dengan sendirinya.
Tapi Merlin tahu dia gak bisa buru-buru.
> “Serius Kak? Wow... pantesan Sultan banget...”
Han tersenyum bangga.
> “Kalau kamu baik-baik ke aku, aku ajak kamu main ke Phnom Penh. Ada event bulan depan. Talent khusus. Kamu pasti cocok.”
Merlin tertawa kecil, pura-pura manja.
> “Nanti ya... yang penting Kakak masih betah sama aku…”
Dalam hatinya, ia tahu:
Target utama sudah ditemukan.
Pagi itu langit Jakarta masih mendung. Tapi hati Merlin sudah terang oleh satu hal: targetnya makin dekat.
Setelah menyimpan seluruh rekaman dan jejak digital Han, Reno menyerahkan satu berkas penting.
> “Ini datanya. Nama asli: Han Jian Long. Kewarganegaraan Tiongkok. Status visa: investor digital. Lokasi terakhir: Phnom Penh.”
Merlin mengangguk.
Dia tahu ini bukan perjalanan biasa.
Paspor palsu dengan identitas “Nur Adawiyah binti Musa”, warga Malaysia, telah siap. Profesi yang ditampilkan: Investor Teknologi dan Hiburan Digital.
---
Hari Keberangkatan
Bandara Soekarno-Hatta terasa lebih sunyi dari biasanya.
Merlin memakai kacamata besar, topi lebar, dan scarf sutra untuk menutupi sebagian wajahnya.
Reno mengantar sampai ke pintu keberangkatan.
> “Hati-hati di sana, Bu…”
“Kita gak tahu siapa yang bisa dipercaya.”
Merlin tersenyum tipis.
> “Jangan panggil aku Bu di sini. Mulai sekarang, aku Nur dari Kuala Lumpur.”
> “Baik, Miss Nur...” Reno menggoda.