"Tolong jangan sentuh saya, Pak." Ucap seorang gadis cantik berkacamata bulat dengan tubuh bergetar hebat. Gadis itu terisak pilu ketika mahkota yang selama ini dijaga, direnggut paksa oleh seorang dosen.
Azura Saskirana seorang mahasiswi tingkat akhir yang sedang mengerjakan skripsi di ruang perpustakaan di malam hari yang sepi ditengah hujan badai. Zura hari itu memang sengaja ingin menyelesaikan skripsinya yang tinggal sedikit lagi selesai. Disaat bersamaan hujan turun dengan lebat disertai angin, membuat dia enggan beranjak. Karena tempat kostnya terletak lumayan jauh dari kampus, jadi dia memutuskan untuk menunggu hujan reda baru akan pulang itupun dia masih harus berjalan kaki.
Garvin Reviano Agler, seorang dosen yang sudah lama menduda dan berhati dingin setelah pernikahan dengan wanita yang dicintainya gagal karena wanita itu lebih memilih pergi untuk mengejar karir. Malam itu Garvin dijebak oleh dosen wanita yang terobsesi dengannya dengan minuman yang sudah dicampur obat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesalahan Yang Nikmat
Seperti air yang mengalir, waktu terus berjalan, tak pernah menunggu siapa pun. Tapi Zura masih tetap sebagai Zura yang sama, mahasiswa cupu yang hingga kini menjadi bahan bullyan sesama mahasiswa.
"Hei cupu, kapan lu sidang? Empet banget tahu lihat muka sok polos lu ini." Ucap salah satu mahasiswa paling populer.
"Gue lihat, lu keluar dari ruangan pak Garvin terus keluar sambil nangis-nangis. Kenapa? Ditolak ya skripsi lu? Hahaha... Coba gue yang bertemu pak Garvin, pasti dosen duda itu tidak akan menolak pesona gue. Dan tentunya skripsi gue juga langsung acc." Ucap Dini Maharani yang selalu mengklaim Garvin adalah calon suaminya.
Tanpa mendengarkan omongan tidak penting dari teman sekelasnya ini, Zura melangkah menuju ke ruang perpustakaan.
Saat berada di lorong, Zura bertemu dengan Garvin. Zura menunduk dan mempercepat jalannya. Semakin hari, Zura semakin menghindari dosennya ini. Entah apa yang ada dipikiran Zura. Yang jelas, berdekatan dengan Garvin membuat jantungnya berdebar kencang.
Tapi Garvin tidak membiarkan Zura pergi begitu saja kali ini. Dengan cekatan, Garvin mencekal pergelangan tangan Zura dengan erat. Dan membawa mantan gadis ini ke suatu tempat yang sepi dan aman dari penglihatan semua orang.
Entah bagaimana caranya, tapi kini Garvin tengah mengkungkung Zura di atas ranjang sebuah hotel mewah.
"Jangan terus menghindari saya, Zura. Kamu harus bertanggung jawab dengan perasaan saya." Ucap Garvin mengintimidasi.
Mendengar dosennya meminta pertanggung jawaban membuat Zura menatap tajam. Harusnya dia yang menuntut bukan sebaliknya, karena setelah pergulatan panas malam itu. Dia yang sangat dirugikan.
"Tidak salah bapak minta pertanggung jawaban, sementara saya yang diperkosa."
"Hanya saat di awal saya memperkosa kamu, tapi setelahnya kita melakukan dengan suka rela. Apa kamu lupa dengan suara desahan kamu sendiri Zura?" Ucap Garvin.
"Bahkan pagi hari sebelum kita pulang, kita melakukan lagi atas persetujuan kamu. Total satu malam itu kita bermain tujuh ronde, apakah itu masih termasuk pemerkosaan?"
Mendengar semua omongan dosennya, membuat Zura sungguh merasa malu. Benar, hanya di awal Zura dipaksa oleh Garvin. Selebihnya justru mahasiswi cupu itu sangat menikmati permainan.
"Bagaimana Zura? Sekarang apa kamu masih menganggap saya memperkosa?" Tanya Garvin menatap dalam pada Zura.
"Tapi bapak tidak mencintai saya, bapak melakukan karena naf su."
"Kamu salah besar Zura, Karena kamu berhasil meruntuhkan tembok pertahanan di hati saya. Di sini, sudah terukir nama kamu Zura. Saya mencintai kamu." Ucap Garvin.
Setelah mengatakan hal yang sangat ditunggu oleh Zura, Garvin langsung membungkam bibir kekasihnya ketika Zura membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu. Garvin tidak akan menyia-nyiakan kesempatan.
Lumatan lembut penuh kasih sayang dari Garvin membuat Zura terbuai.
Menghentikan ciumannya, kini Garvin menatap intens wajah bersih yang terbingkai kacamata bulat itu. Lalu bertanya, "Apakah kamu masih mencintai saya?"
Garvin melepaskan kacamata Zura, lalu menghapus air mata yang membasahi pipi kekasihnya itu dengan lembut. Bahkan Garvin mencium kedua matanya.
Zura mengangguk, dengan mata yang berkaca-kaca. Di hati Zura masih ada yang mengganjal, tentang perlakuan Daffa padanya saat itu. Zura merasa tidak pantas untuk menjadi pasangan dosennya itu. Zura insecure.
"Lalu, kenapa kamu masih menangis sayang?" Tanya Garvin, yang kini sudah dalam posisi duduk sambil terus memandangi wajah cantik Zura.
"Saya kotor pak? Saya tidak bisa menjaga kesetiaan yang bapak minta." Akhirnya Zura berkata jujur.
"Maksud kamu apa? selain dengan saya, kamu juga tidur dengan pria lain?" Garvin mencengkeram erat bahu Zura dan menatap tajam.
"Bukan seperti itu pak? Saya tidak semurahan yang bapak pikirkan." Tangis Zura semakin terdengar memilukan.
Dengan tangisan, Zura pun menceritakan semua yang dialaminya di rumah. Tentang pelecehan yang dilakukan Daffa. Mendengar itu, Garvin yang awalnya menatap penuh kemarahan kini berubah menjadi mimik sendu. Garvin merasakan iba tapi juga menahan amarah.
"Apakah bapak bisa menerima saya apa adanya? Status sosial kita jauh berbeda." Ucap lirih Zura.
"Saya juga punya keluarga yang problematik, ibu tiri yang sering memeras saya dan ayah kandung yang hanya mencintai istrinya. Saya tersingkirkan di keluarga saya sendiri."
"Apalagi satu bulan lagi saya dinikahkan kepada juragan Kadir. Saya dipaksa untuk menjadi istri ke empat pria terkaya di kampung."
"Nasib saya buruk pak Garvin."
Tidak ingin membiarkan sang kekasih terus menceritakan kesedihannya, Garvin kembali membungkam bibir Zura. Kali ini lebih dalam dan menuntut. Bahkan tangan Garvin aktif berkelana melepas semua kancing kemeja Zura, membuat tubuh mahasiswi itu kini hanya berbalut B*H yang tidak menutup sempurna payu dara besarnya.
"Saya ingin kita melakukannya lagi."
Zura mengangguk, dia membiarkan sang dosen mengeksplore seluruh bagian tubuhnya. Garvin dengan cekatan, membuka semua pakaian Zura dan membuangnya ke sembarang arah. Kemudian dia juga melepaskan pakaiannya sendiri. Sekarang, dua insan manusia ini telah polos bagaikan bayi yang baru lahir.
"Kamu tidak keberatan saya melakukannya lagi terhadapmu sayang?" Tanya Garvin.
"Lakukan lah pak Garvin." Balasnya.
Garvin merebahkan kembali tubuh Zura perlahan. Lalu dia mulai mengeksplore seluruh tubuh kekasihnya dari atas hingga ke seluruh tubuh. Dia meraba gunung kembar favoritnya yang sudah mulai mengeras, menandakan jika siap untuk dinikmati. Lenguhan manja terdengar membuat Garvin semakin semangat melahap kedua benda kenyal itu.
"Ahhh... Pak Garvinnhhh..." Desah Zura.
"Jangan panggil aku pak, aku kekasihmu bukan bapakmu!" Protes Garvin menghentikan kegiatannya mengemut su su.
"Lalu, aku harus memanggil apa? Om atau paman?" Tanya Zura.
"Aish... Kamu mengerti tidak sih Zura. Aku ini calon suami kamu. Bukan seperti yang kamu panggil barusan." Garvin menatap tajam.
"Massshhh Garvinnhhh..." Ucap manja Zura.
"Ya, panggil aku seperti itu."
Garvin tersenyum bahagia, kemudian melanjutkan aksinya. Dia mulai meraba bagian luar goa dengan penuh perasaan.
Lalu wajah Garvin memandan kembali lubang yang pernah memberikannya kepuasan hingga berkali-kali di malam itu.
"Sangat indah, ingat ini milikku! Hanya aku yang boleh memasukinya."
"Aku akan menghilangkan jejak jemari kakak tirimu, persiapkan dirimu menerima permainanku yang lebih menggila ini."
Garvin membuka lebar kedua pangkal paha Zura, kemudian menenggelamkan wajahnya di depan lubang milik Zura. Bibir Garvin menjelajah, menghisap, menjilat hingga Zura menggelinjang penuh kenikmatan.
"Massshhhh... Akuuuhhhh... Mauuuhhh... Keluarhhh... Ahhh..."
"Bagaimana sayang, kamu suka permainanku?"
"Sekarang giliran senjataku yang akan mengobrak abrik goa milikmu itu. Akan aku pastikan benih ku tumbuh di dalam rahim kamu."
Jleb
Dengan sekali tancap, tongkat sakti yang berbentuk panjang dan berurat itu masuk dan menusuk hingga menyentuh dinding rahim Zura.
"Sshhhh... Kenapa masih sangat sempit Zura. Ouhh... Legit dan menggigit..."