"APA?" Jerit Lolita Nismara Fidelia seorang gadis cantik berkulit putih, mata indah berbentuk hazel, hidung mancung dengan tinggi badan semampai. Tapi memiliki kekurangan yaitu IQ di bawah rata-rata, masih duduk di bangku kelas sebelas SMA.
Mata Loli membola ketika garis dua terpampang nyata berwarna merah di atas tespack yang dia beli kemarin atas paksaan dari sahabatnya yang bernama Audy Mahaputri.
"Jadi perut buncit ini bukan busung lapar, tapi ada bayi di dalamnya?" Gumam Loli frustasi.
"Bagaimana cara bayi ini bisa masuk ke dalam perutku ya?" Tambahnya.
Penasaran dengan tingkah konyol Lolita, yukk pantengin terus karya terbaru Author. Semoga suka. Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Antara Benci Dan Cinta
Hening, nuansa kamar rawat itu terasa sunyi. Hanya hembusan nafas tidak beraturan yang menjadi irama. Bulir bening terus keluar tanpa isakan, berkali-kali gadis cantik yang sedang hamil muda itu menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Tiap kali teringat kejadian lima tahun yang lalu, rasanya Lolita ingin sekali berteriak marah pada Edgar.
Sakitnya ditolak tidak sesakit ketika Lolita yang sudah lama dikenal Edgar tapi tidak dipercaya. Justru hanya ucapan tanpa bukti nyata seorang wanita yang mengaku kekasih pria pujaannya itu yang didengarkan.
Lolita mengelus lembut perut yang terasa kencang tapi sudah tidak terasa sakit seperti sebelumnya. Lolita yakin, kandungannya sedang tidak baik.
"Tolong bertahan bayi-bayi kecilku, meskipun aku belum siap menjadi seorang mama. Tapi aku pastikan hidup kalian akan bahagia bersama denganku. Hanya kita bertiga, tidak apa-apa kan? Aku tidak ingin lagi berhubungan dengan pria yang mengaku ayah kalian itu. Manusia plin plan yang mudah terprovokasi tidak cocok hidup bersanding dengan kita."
Ucapan Lolita terdengar oleh Edgar yang sedang mengintip di celah pintu yang tidak tertutup rapat. Betapa Edgar ingin sekali membantah omongan istrinya itu, tapi dia sadar diri jika memang tidak mudah bagi Lolita untuk memaafkannya.
Waktu terus berlalu, tidak terasa sudah tengah malam. Semua keluarga pamit pulang untuk istirahat sejenak.
Kini tinggal Edgar seorang diri yang menunggu Lolita. Itu pun dia tidak diperbolehkan masuk, Lolita sangat berkeras hati membenci Edgar.
Sedangkan di dalam kamar, Lolita bergerak gelisah ke kiri dan ke kanan. Dia tidak bisa tidur seperti biasanya, seolah bayi-bayi itu sedang protes kepada dirinya.
"Kalian berdua tidurlah, aku ngantuk."
Tapi, tetap saja Lolita susah sekali memejamkan mata. Ada keinginan yang tidak ingin dia turuti, membuat dia merasa kesal sendiri.
"Kenapa sih, aku harus merasa ingin perut ini dielus-elus abang." Gerutu Lolita yang terdengar Edgar.
Seolah tahu jika istrinya ngidam ingin dimanja olehnya. Edgar segera mengambil kesempatan dalam kesempitan itu.
"Tidurlah sayang, abang akan mengelus-elus perut kamu." Ucap lembut Edgar.
"Tidak perlu, keluar saja bang. Aku enek lihat muka sok tampan abang." Ucap Lolita judes.
"Abang memang tampan sejak dulu sayang, makanya kamu jatuh cinta pada abang kan?" Goda Edgar.
"Kepedean, cinta itu sudah hangus terbakar oleh keadaan." Jawab Lolita.
Edgar menatap sayu penuh kesedihan pada istrinya, bahkan matanya memerah menahan tangis. Rasanya sesak sekali, saat cinta kita tak terbalaskan. Dengan langkah gontai, Edgar keluar dari kamar inap Lolita. Edgar terduduk dilantai di depan pintu. Menenggelamkan kepalanya pada lipatan lututnya. Edgar kembali menangis tanpa suara, rasanya penyesalan itu sangat menyiksanya.
Sementara itu, Lolita sedang berfikir bagaimana caranya dia bisa keluar dari Rumah Sakit. Lolita sangat tidak nyaman berada di sini, apalagi ada Edgar yang membuat dada Lolita terus merasa sesak. Tapi Lolita masih terlalu lemah untuk bisa melarikan diri saat ini. Jadi dengan penuh pertimbangan, akhirnya Lolita pasrah menunggu sembuh.
Pagi menjelang, setelah hampir semalaman tidak bisa tidur. Lolita terlelap usai adzan subuh berkumandang, tubuh lemahnya menjadi kelemahannya saat ini. Bahkan untuk duduk saja, Lolita mengalami kesulitan. Itulah mengapa, dokter menyarankan untuk tidak hamil diusia dini. Dan sayangnya Lolita yang masih tujuh belas tahun harus mengalami kehamilan pertamanya kembar pula.
Resiko yang akan Lolita tanggung sangat berat, dan dia hanya korban keegoisan seorang pria yang mengaku menyesal telah melukainya. Tapi perbuatannya kali ini justru bukan hanya melukai hati, tapi juga membahayakan nyawa Lolita dan bayinya. Butuh dukungan kuat secara fisik dan mental, supaya ibu hamil di usia muda itu kuat.
Melihat Lolita yang sudah tertidur nyenyak, Edgar melangkah menuju masjid yang ada di Rumah Sakit. Dia bersimpuh di atas sajadah, menengadahkan kedua tangannya serasa berdoa.
"Ya Alloh, ampunilah dosa hambamu ini. Hamba tahu perbuatan hamba di masa lalu sudah sangat melukai hati wanita yang sangat hamba cintai. Berikanlah hamba kekuatan."
Edgar tergugu, mengingar satu demi satu kalimat yang pernah dia ucapkan pada Lolita. Kenangan masa lalu sebelum tragedi itu pun melintas di pikiran Edgar. Senyum tulus dan binar cinta dari Lolita dulu begitu mudah dia dapatkan. Hanya karena gengsi, dia selalu menepis dan menolak pernyataan cinta dari gadis kecil itu.
"Apakah keputusanku menikahinya tanpa dia ketahui adalah salah? Atau tidak SAH?" Pikir Edgar merasa bingung.
"Apalagi cara aku meng gauli Lolita, aku menikmati sendiri penyatuan. Sedangkan Lolita tidak tahu apa-apa karena obat yang telah aku berikan padanya. Apakah aku jahat?"
Edgar masih tidak sadar, jika perbuatannya itu adalah sebuah kejahatan.
Beruntung Lolita menerima kehamilannya tanpa mempermasalahkan siapa yang telah menghamili. Lolita selalu berfikir positif, dia rasa hamil muda justru adalah keberuntungannya. Merasa lucu karena perutnya yang tiba-tiba membesar dan berisi dua bayi. Lolita sangat takjub dengan semua kejadian itu. Bahkan dia merasa, jika bayi-bayinya adalah keluarga kandungnya yang dia punya.
Setelah puas mengadu pada Sang Pencipta, Edgar pergi ke luar Rumah Sakit untuk membelikan bubur ayam dengan banyak daun bawang kesukaan Lolita saat masih kecil. Dengan langkah riang dan penuh senyuman, Edgar memasuki kamar Lolita ingin segera menyuapi istrinya itu.
"Sayang, kamu sudah bangun?" Tanya Edgar ketika melihat Lolita menatapnya.
Edgar mengabaikan tatapan penuh luka itu, dia tidak ingin terbawa emosi karena terus menghadapi penolakan.
"Abang bawakan bubur ayam penuh daun bawang. Abang suapi ya?" Ucap Edgar lembut tapi justru mendapat tatapan tajam dari Lolita.
"SUDAH AKU KATAKAN, JANGAN SOK PEDULI DENGANKU LAGI." Teriak Lolita dengan nafas memburu tidak beraturan.
"Tenanglah sayang, tolong jangan berteriak. Kondisi kamu belum pulih, kasihan anak kita mereka kesakitan." Ucapan Edgar terdengar ambigu di telinga Lolita. Gadis cantik yang sedang hamil itu semakin salah paham.
"Jadi hanya karena aku hamil, abang perhatian dan mulai mendekati aku lagi. Kalau begitu, biar mereka mati saja." Ucap Lolita.
"CUKUP LOLITA." Bentak Edgar, kesabarannya habis ketika sang istri berfikir ingin melenyapkan kedua bayi tidak bersalah itu karena membenci dirinya.
"Kamu membentakku..." Lirih Lolita kaget.
"Bukan begitu maksud abang sayang, tolong jangan berfikir yang tidak-tidak. Abang mencintai kamu bukan karena kehamilanmu. Tapi karena memang abang sangat membutuhkanmu." Ucap Edgar lirih.
"Tapi aku membencimu, dan aku tidak butuh cintamu. PERGI...! Ahhh... SAKIT..." Lolita kembali kesakitan setelah ketegangan yang terjadi. Lolita tak sadarkan diri dengan darah yang kembali mengalir di kedua pahanya.
"Astagfirullah sayang... Dokter..." Edgar kalang kabut melihat istrinya kembali sekarat.
"Apakah aku harus melepaskanmu untuk kebahagiaanmu?" Gumam Edgar mulai menyerah.
gak benar
bisa kacau balau
rumah tangga
Edward kalau itu beneran
kelelahan abang
kayaknya dia lagi bobo nyenyak
enak kan
surga dunia
kalau sudah halal
dach gitu bisa pacaran lagi
candu untuk mereka berdua
tiada hari tanpa bercinta...
lanjut thor ceritanya
di tunggu up nya
semoga tripel up