NovelToon NovelToon
Dendam Ratu Abadi

Dendam Ratu Abadi

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Dikelilingi wanita cantik / Epik Petualangan / Dendam Kesumat / Balas dendam dan Kelahiran Kembali / Ilmu Kanuragan
Popularitas:47.3k
Nilai: 4.9
Nama Author: Rudi Hendrik

Lama mengasingkan diri di Pulau Kesepian membuat Pendekar Tanpa Nyawa tidak tenang. Sebagai legenda tokoh aliran hitam sakti, membuatnya rindu melakukan kejahatan besar di Tanah Jawi.

Karena itulah dia mengangkat budak perempuannya yang bernama Aninda Serunai sebagai murid dan menjadikannya sakti pilih tanding. Racun Mimpi Buruk yang diberikan kepada Aninda membuatnya tidak akan mengenal kematian. Dia pun diberi gelar Ratu Abadi.

Satu-satunya orang yang pernah mengalahkan Pendekar Tanpa Nyawa adalah Prabu Dira Pratakarsa Diwana alias Joko Tenang tanpa melalui pertarungan. Karena itulah, target pertama dari kejahatan yang ingin Pendekar Tanpa Nyawa lakukan melalui tangan Aninda adalah menghancurkan Prabu Dira.

Aninda kemudian membangun kekuatan dengan menaklukkan sejumlah pendekar sakti dan menjadikannya anak buah.

Mampukah Aninda Serunai menghadapi Prabu Dira yang sakti mandraguna? Temukan jawabannya di Sanggana 8 yang berjudul "Dendam Ratu Abadi".

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Hendrik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Raab 1: Penghuni Pulau Kesepian

*Ratu Abadi (Raab)*

Di sebuah pulau kecil yang sangat mahsyur dengan nama Pulau Kesepian, hiduplah dua orang wanita. Seorang nenek dan seorang gadis muda. Si nenek berstatus sebagai majikan dan si gadis muda adalah budaknya.

Meski Pulau Kesepian sangat mahsyur, tetapi tidak ada seorang pun yang berani coba-coba anjang sana ke pulau tersebut, meski seorang pendekar sakti sekali pun. Hal itu karena sosok si nenek yang merupakan penghuni awal dan pemilik pulau yang luasnya hanya sepuluh kali lapangan sepak bola. Semoga bisa dikira-kira.

Sosok nenek di pulau itu bukanlah sembarang nenek. Namanya sudah mahsyur sebagai pendekar tua sakti mandra yang berguna dari golongan hitam. Dia memiliki rekor seribu kali bertarung dengan hanya satu kali kalah. Itupun kekalahannya dia alami tanpa melakukan pertarungan adu fisik, tapi cukup dengan mengatakan, “Aku mengaku kalah.”

Dia sudah lama mengumumkan dirinya mundur dari dunia persilatan, memilih hidup tenang dan sunyi di Pulau Kesepian. Dia ternama dengan nama dunia persilatan Pendekar Tanpa Nyawa. Jangan ditanya siapa nama aslinya! Mungkin dia pun sudah lupa siapa nama aslinya karena terlalu lama memakai identitas Pendekar Tanpa Nyawa, meski dia masih bernyawa sampai sekarang.

Pendekar Tanpa Nyawa memiliki perawakan tubuh yang tinggi besar dengan fisik yang tua, sewajar sebagai seorang nenek-nenek. Usianya sudah mencapai delapan puluh tahun dengan kulit yang sudah tipis. Meski demikian, raganya sehat seperti wanita berusia separuh baya. Bahkan bertarung fisik pun dia masih lincah.

Lama dia hidup seorang diri di pulaunya. Segala sesuatu dia lakukan sendiri. Namun, setelah dia memiliki seorang budak wanita, dia kini sangat memanjakan dirinya. Hal-hal kecil saja dia memerintah budaknya yang melakukan, kecuali perkara urusan menyuap makanan ke mulut dan perkara kakus.

“Budaaak!” teriak Pendekar Tanpa Nyawa kencang ketika dia memanggil budaknya pada suatu waktu, karena budaknya agak jauh dari posisinya.

“Hamba, Gusti Agung!” sahut satu suara wanita yang jauh lebih jernih didengar dibanding suara serak si nenek.

Terdengar suara langkah kaki yang berlari tergesa-gesa ke tempat si nenek yang sedang duduk bersandar di kursi kayu, berbantal tumpukan sabut kelapa yang dibungkus kain.

Tidak berapa lama, muncullah seorang gadis cantik jelita berbibir merah. Gadis berpakaian lusuh warna abu-abu itu memiliki model wajah yang bulat. Selain bibirnya yang menjadi kekhasannya karena merah alami, dia juga sangat mudah diingat karena memiliki kumis tipis nan halus, yang justru bisa memancing nafsu lelaki mata belang. Usianya masih muda di angka dua puluhan.

Dialah gadis yang dipanggil “Budak” oleh Pendekar Tanpa Nyawa. Padahal dia memiliki nama yang indah, yaitu Aninda Serunai. Namun, sang majikan tidak mau memanggil nama asli budaknya.

“Hamba, Gusti Agung,” ucap Aninda Serunai seraya berlutut di depan kaki si nenek yang terjuntai di kursi tuanya.

“Apa yang kau lakukan di sana, Budak?” tanya si nenek.

“Hamba sedang menguliti ular laut, Gusti Agung,” jawab Aninda Serunai yang kala itu memang sedang memegang sebilah pisau.

“Duduklah dengan tenang dan nyaman. Aku ingin menyampaikan sesuatu kepadamu!” perintah si nenek tanpa mengomentari aktivitas budaknya itu.

Aninda Serunai lalu memilih duduk bersila di depan si nenek yang duduk santai. Dia meletakkan pisaunya di lantai papan.

Setelah melihat gadis cantik berkumis itu sudah siap mendengarkan, Pendekar Tanpa Nyawa lalu mulai berkata dengan satu pertanyaan.

“Apakah kau masih mendendam kepada kakakmu?”

“Masih, Gusti Agung,” jawab Aninda Serunai lemah seraya mengangguk sekali.

“Sebenarnya aku tidak peduli dengan dendammu kepada Raja Sanggana itu, tetapi itu kemudian menjadi salah satu alasan bagiku untuk menggunakanmu sebagai senjataku guna membalas kekalahanku darinya,” ujar Pendekar Tanpa Nyawa.

“Hamba akan patuh apa pun yang Gusti Agung perintahkan,” ucap Aninda Serunai seraya menjura hormat penuh takzim.

“Kau sudah lima tahun hidup bersamaku dan selama itu pula aku dimanjakan oleh pelayananmu. Hidup dimanja dan dilayani bertahun-tahun ternyata membuatku malas dan justru membuat otot dan persendianku mulai kehilangan daya. Tiba-tiba aku memiliki pemikiran jahat karena aku memang ternama sebagai orang hitam. Aku senang dengan kesendirianku di sini, tetapi aku juga ingin menciptakan karya hebat di daratan sana, salah satunya adalah mengalahkan kakakmu si Raja Sanggana Kecil itu. Budak!”

“Hamba, Gusti Agung,” sahut Aninda Serunai.

“Aku ingin menghidupkanmu kembali menjadi wanita berkesaktian tinggi. Apakah kau mau?” tanya Pendekar Tanpa Nyawa.

“Tentu aku sangat mau, Gusti Agung,” jawab Aninda Serunai antusias dengan senyum yang sumringah.

“Sepertinya kau sudah bosan menjadi budakku, Budak,” kata Pendekar Tanpa Nyawa.

“Bukan seperti itu maksudku, Gusti Agung. Tolong ampuni aku, Gusti Agung. Ampuni aku, Gusti Agung!” kata Aninda Serunai cepat sambil sujud di depan kaki si nenek. Nada suaranya menunjukkan ketakutan. Pasalnya dia sudah beberapa kali menerima hukuman yang menyiksa raga dan batinnya, tapi itu hanya di tahun pertama ketika awal-awal menjadi budak.

“Aku sudah lama tidak menghukummu, Budak,” kata Pendekar Tanpa Nyawa dingin.

“Jangan, Gusti Agung. Ampuni aku, Gusti Agung. Ampuni budakmu ini! Hiks hiks hiks!” ucap Aninda Serunai sangat memelas dengan masih posisi bersujud yang berujung terdengar suara tangisnya.

“Jangan menangis!” bentak Pendekar Tanpa Nyawa.

Terkejut perasaan Aninda Serunai. Isak tangisnya seketika berhenti seperti air seni lelaki yang terpergok kencing sembarangan oleh calon mertua.

“Aku tidak sudi memiliki budak yang cengeng!” bentak Pendekar Tanpa Nyawa lagi.

“I-i-iya, Gusti Agung,” ucap Aninda Serunai. Jelas-jelas suaranya bergetar ketakutan. Pasalnya, jika si nenek sudah tidak sudi, itu artinya dia mungkin akan dibunuh. Dia lalu bangun dari sujudnya.

“Aku tidak akan membunuhmu karena aku akan menggunakanmu. Untuk membuatmu kembali memiliki kesaktian tinggi dalam waktu singkat, kau akan menjalani latihan yang menyiksa, bahkan mengancam nyawamu sendiri. Kau akan bisa bertahan dan berhasil jika kau memiliki kemauan yang tinggi. Apakah kau mau menjalaninya, Budak?” ujar Pendekar Tanpa Nyawa. “Atau kau memilih menjadi budak tanpa daya sampai kau mati menua?”

“Aku memilih berlatih, Gusti Agung,” jawab Aninda Serunai dengan wajah penuh harap.

“Baiklah. Mulai besok subuh, latihanmu akan dimulai. Hari ini kau aku bebaskan dari melayaniku,” kata Pendekar Tanpa Nyawa.

“Terima kasih, Gusti Agung,” ucap Aninda Serunai gembira. Jarang-jarang dia mendapat hari libur karena memang tidak ada tanggal merah di dalam kalender yang juga tidak ada.

“Kau pasti masih ingat gerakan-gerakan olah kanuragan yang pernah kau kuasai,” kata si nenek.

“Masih, Gusti Agung,” jawab Aninda Serunai.

“Jadi kau tinggal memunculkan kembali tenaga dalammu yang musnah dan ditambah ilmu-ilmu baru yang akan aku wariskan,” kata si nenek.

“Baik, Gusti Agung,” ucap Aninda Serunai patuh.

“Kau boleh pergi!” perintah si nenek.

“Terima kasih, Gusti Agung.”

Aninda Serunai lalu bersujud kembali menghormat. Sujudnya agak lama yang menunjukkan rasa terima kasihnya. Setelah itu, dia beringsut mundur dan kemudian bangkit pergi. (RH)

1
arumazam
hebat jg pasukan buaya nih
𝐀⃝🥀🦆͜͡🅣🅡🅘🅐ᴳ𝐑🍁🤎 ❣️ˢ⍣⃟
gagal fokus sama nama Kutu Aksoro dan Arjuna Gatal 🤭🤣🤣🤣
𝐀𝐍𝐚ᵏɱเ𝐍𝐚ⓝ𝕘
aku suka Ama tulisan Si Om
" dari saf belakang para penjabat dan pendekar"
( jadi ingat pas sholat jemaah di mesjid.)🥰
𝐀𝐍𝐚ᵏɱเ𝐍𝐚ⓝ𝕘
prajurit yang jujur ...
𝓣𝓜 𝒯ℳ
centeng biru ato centeng dua?
🇸𝗘𝗧𝗜𝗔𝗡𝗔ᴰᴱᵂᴵ🌀🖌
sama saja putus suara, matiii
🇸𝗘𝗧𝗜𝗔𝗡𝗔ᴰᴱᵂᴵ🌀🖌
lah piye, satu bisa jadi dua belas 🤭
DavidS
jiahhh....disebut ternyata
DavidS
untung ga masang pose pas liat demang cantik berstatus janda
DavidS
ky.y jurus.y kentut bsngkai
DavidS
jgn2 ada nama.y yg hati2 dijalan
DavidS
ade.y pasti masuk angin ini om
DavidS
macem2 ya om jenis muka.y anak buah si joko
DavidS
bilang aja om males mikir.y pas gambarin..🤣🤣
DavidS
waduh...harus bnyk punya kepeng itu klo mau perang
😎Zen Kamsider😎
suporter 🙄🤧🤪
😎Zen Kamsider😎
besok "boris keple" om buat nama 😁🤣🤣
🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ Khumaira
untungnya si gatal Arjuno yg di sendang walopun seperti buaya patah hati gercep
🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ Khumaira
busett namanya unik sekali omm Arjuno gatal 😅
🏡 ⃝⃯᷵Ꭲᶬ Khumaira
lahh ini nih yg gak berbaju ini pasukan buaya Samudera
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!